Saat awal libur semester Bunga pergi ke rumah bapak untuk menginap. Ibunya mengizinkan, karena itu biasa diminta Bunga saat libur tiba. Tak lama, hanya dua malam ia menginap disana. Setelah itu iapun pergi ke kota untuk bekerja sebagai ART. Kepergiannya bekerja atas sepengetahuan sang bapak. Bunga dibawa oleh seorang penyalur tenaga kerja di kampungnya.
Mendengar itu, saya hanya terdiam. Menarik nafas panjang, tanpa ada sepatah katapun yang terucap. Anak usia 13 tahun itu harus pergi meninggalkan rumah. Semua itu karena Bunga korban dari keputusan orangtuanya yang memilih bercerai. Kepergiannya bukan semata untuk uang, tetapi mencari dunia yang hilang. Mencari kebahagiaan yang sudah tidak bisa lagi  ia temukan di rumah.
Menikah muda kemudian bercerai, sangat mudah dilakukan oleh sebagian masyarakat di kampung ini. Menikah dan memutuskan bercerai semudah membolak-balikan telapak tangan. Pasangan yang hanya sekali menikah seumur hidup, jarang sekali ditemukan. Fase hidup sendiri setelah menikah menjadi hal biasa yang dialami disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H