Tidak terbayangkan jika tiba-tiba ada pemusik, komponis ataupun penikmat musik yang tuli. Ini disebabkan karena musik berurusan langsung dengan indera pendengaran.Â
Saya ambil contoh, seorang komponis, Ludwig van Beethoven yang sudah mengalami sulit mendengar ketika dia berusia 30 tahun, akibatnya dia punya masalah komunikasi selama sisa hidupnya yang masih 27 tahun.Â
Sebagai seorang komponis, hal tersebut tidak menjadi soal baginya, karena dia masih mempunyai daya imajinasi dan "pendengaran dalam" yang luar biasa, dalam hal ini yang dimaksud yaitu "pendengaran bathiniyah", dan membuatnya tidak tergantung pada hal-hal yang sifatnya fisik.
Salah satu karyanya yaitu Symphony No. 9, dikenal dengan nama Symphony of Joy, karya terbaik versi saya. Kenapa? Simfoni Nomor 9 menunjukkan dengan jelas betapa obsesifnya Beethoven terhadap kedalaman dan intensitas musik. Dalam simfoni ini, ia seperti mengerahkan semua energi musikalnya.Â
Komposisi ini memiliki durasi kolosal yaitu hampir 70 menit, dan terdiri dari 4 movement: Allegro ma non troppo, un poco maestoso Molto vivace Adagio molto e cantabile Allegro assai. Symphony Nomor 9 adalah penanda paling jelas dari masa transisi periode Klasik dengan periode sesudahnya, yang biasa disebut zaman Romantik.Â
Beethoven melahirkan beberapa terobosan baru yang tidak ada presedennya dalam periode Klasik. Struktur formal sebuah simfoni yang dianggap baku oleh para musisi zaman Klasik, misalnya, diterabas begitu saja oleh Beethoven. Ia juga memperpanjang skala simfoni dan memperluas jangkauannya.
Kembali ke topik utama. Bagi seorang pemusik yang bukan komponis akan tetapi pemain (musikus). Dia tidak mencipta karya musik, tetapi memainkan musik, maka dia harus bisa mendengarkan musik yang dia mainkan. Kemampuan pendengarannya sangat diperlukan untuk menjaga mutu permainan. Bahkan sebenarnya di era sekarang ini, para komponis pun tergantung pada kepekaan pendengarannya untuk dapat memilih dan mengolah milyaran bunyi baru yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi.Â
Bagi pemusik, pendengarannya tidak saja harus dijaga, namun juga perlu diasah kepekaannya terus menerus. Tidak berbeda dengan olahragawan yang tiada hentinya untuk berlatih.
Namun jika memang sudah kodratnya mau bagaimana lagi? karena semua ada batasannya, termasuk tubuh yang memiliki usia pasti akan berkurang kemampuannya, begitu pula dengan telinga.Â
Secara alami, daya tangkap pendengaran pada frekuensi ketinggian bunyi akan lambat laun menurun, akan semakin banyak bunyi-bunyi tinggi yang tidak terjangkau oleh pendengaran, dan yang terdengarpun terasa semakin lemah dan jauh.Â
Kalau Anda belum pernah mengalaminya, bersyukurlah dan mari kita jaga indera pendengaran kita, karena saya yakin kalian setiap hari pasti butuh mendengar, entah itu mendengar orang berbicara atau mendengar musik. Apalagi Anda yang profesinya sebagai musikus reguler untuk hiburan di club malam atau sejenisnya, yang tiap harinya membutuhkan telinga untuk mendengarkan materi lagu untuk dipelajari demi mengejar jadwal yang begitu padat.
Berkurangnya pendengaran dapat disebabkan oleh hal-hal lain juga, misalnya kebisingan yang melebihi batas kemampuan telinga. Peran telinga itu sangat luar biasa dan misterius. Namun terkadang telinga kita tidak pernah mendapatkan perhatian yang semestinya. Dilihat dari letaknya saja yang saling berjauhan.
Coba dibandingkan dengan yang lain. Hidung punya dua lubang, dia berjejeran. Mata terdiri dari mata kiri dan mata kanan, dia juga berdampingan, dan lainnya.Â
Mari kita kembali ke telinga, namanya sama-sama telinga, mengapa harus dipisah? terdapat telinga kanan dan telinga kiri, itupun letaknya saling berjauhan. Alasannya yaitu karena telinga kita di kanan dan di kiri harus menjaga gawang, dalam hal ini yang saya maksud gawang yaitu tubuh kita.Â
Hal ini nyata sekali pada binatang, bahwa telinganya menjadi penjaga keselamatannya, membuatnya lebih waspada dan siap terhadap bunyi-bunyi yang mencurigakan.
Begitu juga dengan kita manusia, telinga yang kita lihat sehari-hari dengan estetikanya yang luar biasa indahnya dengan kebersahajaannya itu secara misterius menyimpan suatu rahasia besar.
Ketika manusia masih dalam wujud janin, pendengarannya merupakan salah satu organ yang sudah berfungsi sejak dini. Dengan demikian si anak manusia itu cepat menangkap gelombang suara melalui cairan di sekitarnya, ada dunia lain di luar dirinya.Â
Nanti, jika dia sudah lahir kemudian menjalani hidup dan akhirnya sampai di suatu titik penghabisan, ketika tubuhnya sudah tidak berfungsi lagi, hanya tinggal pendengarannya saja yang masih menghubungkannya dengan dunia yang sudah demikian lama dikenalnya dan akan segera ditinggalkannya.Â
Pada saat itulah, dalam menghadapi sakaratul maut, ada tradisi membisikkan tuntunan ke dalam telinganya. Apakah ini berarti bahwa pendengaran merupakan awal dan akhir kesadaran manusia?
Penulis: Dadang Dwi Septiyan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H