Kasian para pemilih. Praktek demokrasi kita ternyata berjalan di aras simbolik belaka. Rakyat pemilih tetap hanya menangkap kesan permukaan belaka. Para pemilih sudah pasti tidak bisa melihat kesejatian para pemimpin mereka. Para kader partai terus menerus memelihara rakyat untuk setia membeli “kucing dalam karung”. Masyarakat terus digiring pada satu opini bahwa demokrasi wajib dilakukan dengan persaingan, sebab tanpa persaingan itu bukan demokrasi. Jika ditanya mengapa Ketua Umum partainya dipilih aklamasi? Hehehehehe....itu urusan dapur sendiri, aklamasi itu juga sama dengan demokrasi! Katanya menutup pembicaraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H