Mohon tunggu...
Raja Dachroni
Raja Dachroni Mohon Tunggu... -

Pria kelahiran Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau selalu belajar dan berkarya untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Lulusan STISIPOL Raja Haji 2009 dan mahasiswa pascasarjana Ilmu Politik Universitas Riau (UR) yang selama kuliahnya aktif dalam beberapa organisasi, diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan(HIMIP), LDK STISIPOL Raja Haji, (BEM) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Direktur CV. Terkini Intermedia dan founder Rumah Batik Daffa ini menyukai dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam Mengutuk Terorisme

23 April 2013   16:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:44 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali muncul aksi bom, selalu saja Islam yang disudutkan, walau belum tentu umat Islam yang melakukan itu. Terakhirnya bom di Boston yang menewaskan tiga orang dan ratusan atlet maraton. Harus difahami Islam tidak mengajarkan hal itu, di zaman Nabi Muhammad SAW banyak sekali aksi kekejaman oleh golongan non-muslim, namun Nabi Muhammad SAW tidak pernah melakukan tindakan-tindakan ekstrimis dan sporadis menghadapi kaum kafir. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang damai dan universal maka tidak ada alasan untuk tidak mencintainya.

Terkait dengan persoalan ini Prof Dr Muhammad Amahzun seorang ulama yang menulis buku Manhajun nabiyy fid da’wah min khilalis sirah ash-shahihah: al-ma’rifah, at-tarbiyah, ath-thakhithith, at-tanzhim (Metode Dakwah Rasulullah) ada tiga kelompok yang memiliki pandangan dakwahnya sendiri. Pertama, kelompok yang benar-benar memamahami inti persoalan dan penyebab timbulnya suatu masalah. Lalu, mereka ingin meluruskan hal-hal yang prinsip dan memperlihatkan kebenaran-kebenaran agama, serta mengikatnya dengan suatu amal dan arti pentingnya. Namun sayang, mereka menempuh hal itu dengan berdasarkan pada pemahaman harfiah dan ekstrem bahwa apa yang mereka tempuh adalah jalan yang paling benar dan lurus.

Kedua, kelompok berdakwah tanpa metode (manhaj) yang jelas. Sehingga, dalam menyelesaikan suatu masalah, mereka tidak mendasarkannya pada penalaran ilmu (logika), melainkan lebih pada pengaruh perasaan. Ketika mereka dihadapkan pada suatu prinsip dan kaidah-kaidah lain dan tidak mampu membantahnya, mereka akan cenderung menghindari bencana dengan bersikap lentur; tidak berupaya untuk mengubahnya, tetapi membiarkannya; dan mencoba mencari pembenaran atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dengan dalil yang dibuat-buat. Kelompok ini, sering kali melontarkan isitilah “kepentingan dakwah” dan “tuntutan syariat”.

Ketiga, kelompok yang mengatasnamakan dakwahnya sebagai pelestari manhaj dakwah kaum salaf. Akan tetapi, mereka acapkali melontarkan beberapa kritikan dan kemudian memberikan solusi yang justru bertentangan dengan manhaj kaum salaf. Misalnya, mereka mengusulkan agar Islam dan dakwahnya memfokuskan diri dalam bidang penguasaan ilmu tertentu saja. Mereka menolak bekerja sama dan menyatukan kekuatan untuk mencapai beberapa sasaran dengan menggunakan beberapa media yang diharapkan dapat mewujudkan beberapa tujuan dakwah Islam.

Dengan kata lain, penulis sangat tidak sepakat ketika aksi teror bom baik di negeri ini ataupun di luar dikaitkan dengan akidah (keyakinan). Dalam hal ini, Allah SWT memerintahkan untuk berjihad dan dakwah adalah sesuatu yang mulia, tetapi Allah SWT tidak pernah menyebutkan dalam firman-Nya untuk melakukan tindak terorisme.

Rasulullah SAW adalah sosok pendakwah sejati yang mengedepankan kedamaian dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Dengan demikian, Rasulullah SAW telah menyadarkan kita bahwa dakwah itu merangkul bukan memukul. Sekali lagi, dakwah itu merangkul bukan memukul. Nah, ini adalah konsep sederhana tentang dakwah yang saat ini menjadi komoditas isu golongan sekuler dan liberal untuk menyudutkan umat Islam. Kebencian ini bukan tanpa bukti. Lawrence Auster dari majalah FronPage menggaungkan sentimen ini. Dia menulis: “Masalahnya bukan Islam ‘radikal’, melainkan Islam itu sendiri, karena kita harus berusaha melemahkan dan mengendalikan Islam, sebagaimana dalam buku John LEsposito & Dalia Mogahed. Kemudian, adakah pertaliannya antara kesalehan atau keyakinan akidah seperti yang diungkapkan oleh para pakar dengan terorisme atau tindakan radikal lainnya.

Survei Gallup World Pool sebuah lembaga kajian yang selama beberapa tahun mengadakan proyek jajak pendapat muslim di 35 negara mengungkapkan mayoritas besar yang berpandangan radikal dan yang berpandangan moderat (94 persen dan 90 persen) berturut-turut menyatakan bahwa agama bahwa agama adalah bagian penting dari kehidupan mereka sehari-hari. Dan tak ada perbedaan antara kaum radikal dan moderat dalam hal beribadah di masjid. Bahkan, banyak dari mereka  yang mengutuk terorisme karena keliru dalam memahami nilai-nilai jihad dan dakwah.

Sampai saat ini, memang kita belum mengetahui siapa pelaku dan motif di balik aksi pengeboman di Boston itu. Semua hal yang berkenaan pelaku dan motif masih sumir dan mengambang, belum ada kejelasan dan bukti kalau ini benar-benar motif agama atau politik. Yang jelas kalau itu motifnya agama khususnya Islam jelas adalah pemahaman yang keliru karena Islam itu adalah agama yang universal. Maksudnya, Islam tidak memandang segala sesuatu dari sudut pandang rasialis serta masyarakat Islam adalah masyarakat yang inklusif untuk semua keturunan manusia dan tidak memandang jenis ras dan warna kulit.

Jadi, menurut saya duduk persoalannya sudah jelas. Tak ada alasan untuk membenci Islam karena mungkin saja di belakang layar ada aktor yang ”maling teriak maling”. Saya tidak akan menyebutkan siapa maling teriak maling itu yang pasti saya menangkap ada juga motif bisnis yang diperankan oleh segelintir oknum tak bertanggung jawab yang kemudian mengajak kelompok-kelompok sekelilingnya yang potensial dan untuk melakukan aksi teror. Justru dengan terjadinya peristiwa ini kita dituntut untuk mencintai dan mempelajari terus apa itu Islam karena secara jujur harus diakui bahwa kita memeluk Islam karena adanya warisan sosial dari keluarga sehingga membuat kita harus belajar lebih dalam lagi mengenai Islam dalam istilah lainnya saya sebut belajar mencintai Islam dan konsep dakwahnya.

Masih meminjam pendapat Prof Dr Muhammad Amahzun pada prinsipnya konsep dakwah Islam itu ada tiga karakteristik yang perlu dipahami antara lain. Pertama, manhaj yang pijakan, tujuan, prinsip-prinsip, dasar-dasar dan titik-titik perhatiannya berasal dari wahyu. Kedua, manhaj yang komprehensif (meliputi semua hal) dan integral, yakni mencakup seluruh persoalan dakwah, baik dalam hal keilmuan, praktik, pemikiran, prilaku, akidah dan syariat. Bahkan, ia juga memberikan tuntutan perilaku dan gerakan yang seharusnya ditempuh pada saat berhaapan dengan suatu realitas dan kenyataan tertentu.

Ketiga, manhaj yang mengajarkan kepada para dai bagaimana menghadapi suatu realitas dengan berdasarkan pada pengetahuan yang akurat dan analisa cermat untuk mengetahui inti persoalan itu, sehingga dapat mengetahui hukumnya yang benar dan dapat menentukan hukum syariat yang diperlukan untuk menghadapi realitas tersebut. Demikianlah catatan ringan ini, semoga pelaku cepat dapat dengan segera tertangkap sehingga citra Indonesia sebagai negeri yang aman dan damai dapat pulih kembali dan sekali lagi sebagai kalimat penegasan aksi pengeboman tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan Islam sebagai agama yang mengajarkan nilai-nilai kedamaian dan universal. ***

*Tulisan Telah Terbit di Riau Pos, edisi Jumat (19/04/13)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun