hari ini, telah seribu tujuh ratus delapan puluh lima hari matamu melukis kemilau gundah sepersekian detik.
terlalu singkat memaparkan gelisahmu, gundah beranak-pinak yang kamu-aku kompromikan beribu jam.
ketika mataku menyerobok tatapanmu, diantara lilin yang menari meliuk bersama hymne malam kudus
dan sejak saat itu, kenyamanan diantara kita mengusir satu persatu resah yang tercipta kala kita berjauhan
tapi, tidak sampai seribu tujuh ratus delapan puluh lima hari.
Jika disana matamu membaca ini, telah aku pesan dua cangkir kopi di kedai pertigaan sebelum tugu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!