Belajar merupakan hal penting dan sentral dalam proses pembelajaran, baik bagi peserta didik maupun bagi pendidik. Belajar merupakan proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Seluruh pengalaman peserta didik menjadi locus atau tempat dan sarana belajar.
Proses melihat, mengamati, mengalai dan memahami sesuatu merupakan bagian rangkaian utuh dari proses belajar. Semua proses tersebut terarah kepada tujuan yakni terbentuknya pribadi manusia yang dewasa, mandiri dan berkembang secara holistik. Hal itu dapat terlihat dari indikator yakni terjadinya perubahan dalam sikap dan tingkah laku, pengetahuan serta soft skill lainnya ke arah yang lebih baik.Â
Perubahan atau perkembangan itu tidak lain adalah hasil pengalamannya sendiri dari keseluruhan interaksi yang terjadi. Hal ini kurang lebih selaras dengan pendapat M. Sobry Sutikno.
Ia mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu dilakukan secara sadar (disengaja) dan bertujuan untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengertian serta tujuan kegiatan belajar di atas tentu memiliki kaitan erat dengan isi atau cita-cita Kurikulum 2013. Penerapan Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong siswa agar mampu melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka ketahui setelah pembelajaran di sekolah.
Objek pembelajaran dalam kurikulum 2013 ini lebih menekankan pada fenomena alam, fenomena sosial, fenomena seni, dan fenomena budaya. Melalui pendekatan tersebut siswa diharapkan untuk memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik.Â
Peserta didik didorong agar lebih kreatif, inovatif, dan produktif, sehingga terlatih dan mampu menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya serta memasuki masa depan yang lebih baik. Artinya harus ada pergeseran pendekatan dalam pembelajaran, yakni dari 'berpusat pada guru' ke 'berpusat pada siswa'.
Namun, pembelajaran ideal tersebut di atas selalu akan bertabrakan dengan kenyataan yang terjadi di kelas-kelas. Pembelajaran yang terjadi di kelas masih nyaman dengan gaya lama, bersifat satu arah. Guru menjelaskan materi dengan metode ceramah sedangkan siswa dituntut untuk mendengar dan mengikuti arahan yang disampaikan oleh guru.
Guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide dan gagasannya, apalagi untuk bereksplorasi sendiri. Dengan begitu kegiatan pembelajaran menjadi tidak bermakna, sebab tidak adanya interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Hal ini terjadi karena asumsi dan anggapan bahwa guru sebagai satu-satunya sumber dan pusat informasi dalam belajar.
Akibatnya motivasi dan minat siswa untuk belajar semakin menurun. Proses pembelajaran seperti ini masih berlangsung sampai saat ini.
Persekolahan Strada bukan tidak mungkin juga menghadapi tantangan demikian. Namun bukan tidak mungkin juga tantangan itu bisa dijadikan peluang.......
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!