Mohon tunggu...
Elisabeth Daar
Elisabeth Daar Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Traveling/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Orang Tua dalam Menumbuhkan Minat Baca Anak

3 Juni 2018   19:44 Diperbarui: 3 Juni 2018   20:02 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: kumpulan.info)

Setiap bulan September kita memperingati bulan "Gemar Baca dan "Hari Kunjung Perpustakaan." Melalui peringatan itu, diharapkan masyarakat menjadi gemar membaca. Harapan itu pertama-tama ditunjukkan kepada orangtua dalam keluarga.

Orangtua memiliki peran sentral dalam menumbuhkan minat baca anak. Keluarga menjadi sekolah pertama bagi anak-anak. Dengan demikian, posisi orang tua ialah meyiapkan bahan bacaan  sekaligus membimbing anak-anak dalam menumbuhkembangkan minat baca.

Hal ini sejalan dengan penelitian Grolnick dan kawan-kawan pada tahun 1997. Ia menemukan bahwa bimbingan orangtua sangat berpengaruh terhadap sikap dan minat baca buku anak. Melalui program membaca bersama, anak-anak  dilatih belajar secara giat. Anak-anak menjadi suka mengisi waktu luangnya dengan aktivitas membaca. Mereka menjadi suka membaca majalah, buku-buku yang ada di rumah maupun perpustakaan sekolah.

Cara ini sangat baik dalam proses pembentukan dan pendidikan anak-anak dalam keluarga. Kelak anak-anak mengerti akan pentingnya sebuah semangat baca buku. Sebab setiap orang yang mau menulis mesti dilandasi oleh semangat membaca buku. Hal ini ditekankan oleh Franz-Magis Susesno dalam buku "Membangun Kualitas Anak Bangsa".

Ia melihat bahwa setiap orang yang memiliki kemampuan menulis mesti diawali dengan sebuah semangat baca yang tinggi. Ada suatu proses "membukukan manusia" atau "memanusiakan buku". Artinya buku mesti dilihat sebagai suatu benda yang mampu mencerahkan manusia demi kemajuan bangsa.

Maka dapat dimengerti bahwa sejak tahun 1995 sampai sekarang, media massa kita selalu menekankan akan pentingnya budaya baca dalam masyarakat Indonesia. Bahkan beberapa media secara khusus mengajak masyarakat untuk membangun sebuah budaya buku.

Misalnya, Harian Merdeka (1995) dalam tajuk rencana berjudul "Kegemaran Membaca Belum Seperti yang Diharapkan" memberikan sebuah pesimisme terhadap budaya buku masyarakat. Artinya, minat baca buku masyarakt sangat minim. Masyarakat kita belum mampu mengeksplorasi buku sebagai bahan bacaan. Hal ini dipengaruhi oleh budaya lisan yang kian berakar dalam masyarakat. Juga pengaruh kehadiran media elektronik yang kian meningkat telah meninabobokan masyarakat.

Hal ini tentunya menjadi perhatian bersama dari semua kalangan, terutama peran keluarga dalam pendidikan anak. Keprihatian ini kemudian menggugah  harian Kompas untuk memberikan sebuah solusi lain. Kompas (1995) dalam artikel "Rumah Baca, Upaya Menumbuhkan Minat Baca",  menekankan pentingnya sebuah rumah baca bagi masyarakat.

Rumah baca ini bertujuan untuk menjadi salah satu literasi publik. Setiap orang dengan bebas mengakses buku di dalamnya. Dengan demikian, rumah itu meberikan suatu pengaruh bagi pembentukan jiwa dan karakter membaca buku dalam setiap pribadi. Akibat lanjutnya ialah masyarakat terpola oleh paradigma baca buku.

Paradigma baca buku kemudian akan melahirkan pribadi-pribadi yang cerdas. Pribadi yang cerdas pertama-tama sangat ditentukan keluarga yang cerdas pula. Keluarga yang cerdas selalu menempatkan pendidikan anak dalam porsi yang maksimal. Hal ini menandai sebuah era atau peradaban baru dalam keluarga. Pemahaman orangtua akan pentingnya pendidikan anak melalui penanaman minat baca buku merupakan jalan terbaik untuk menentukan keberhasilan anak. Orangtua selalu menyiapkan buku bagi anak-anak.

Namun, ada berbagai persoalan yang melingkari keluarga kita. Ada banyak keluarga yang bermasalah. Salah satu masalahnya ialah krisis ekonomi dalam keluarga. Hal ini tentunya sangat berpengaruh dalam pendidikan anak. Perhatian orangtua terhadap pendidikan anak sangat minim. Orangtua disibukkan oleh urusan rumah tangga. Belum lagi utang yang kian parah.

Realitas ini memungkinkan pendidikan anak-anak terbengkalai. Anak-anak harus ikut dengan orangtua untuk mencari nafkah. Akibatnya, perhatian orangtua tidak terpusat untuk  terlibat menolong anak dalam membaca, sehingga anak tidak tumbuh dan berkembang (Bell dkk,1996).

 Oleh karena itu, terhadap keluarga ini perlu adanya pemberdayaan dari pemerintah. Pemerintah mesti turun tangan untuk pemberdayaan keluarga miskin. Pemberdayaan ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kaum miskin. Taraf hidup yang baik akan memungkinkan anak-anak mereka dididik dengan baik. Juga diberikan buku-buku yang baik bagi mereka, sehingga proses menumbuhkembangkan minat baca dalam keluarga miskin teratasi.

Cara ini memungkinkan setiap anak mampu membangun minat baca buku yang kuat. Minat baca yang kuat ini mesti diimbangi oleh peran dari orang tua. Orangtua mesti memberikan waktu dan melakuan evaluasi terhadap anak. Hal ini tentunya sangat membantu anak dalam proses pendidikan dan keberhasilan hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun