Laris manisnya novel diangkat ke layar lebar, pada zaman saya yaitu sejak buku-buku tebal Harry Potter - JK Rowling menyihir penonton bioskop.
Sempat saya tanya, "Bagus mana film atau novelnya?"
Jawaban para penggemar beratnya (yang beli novel mahal tersebut dan nonton pula) adalah, "Bagus novelnya..."
Begitu juga saat Novel The Da Vinci Code - Dan Brown meledak, lalu dijadikan film, rasanya jawabannya hampir sama.
Menyimak diskusi via WhatsApp antara Ratna Putri Anwar dan Nur Hanifah, baru-baru ini.
"Tonton deh. Bakalan bengong dan geleng-2 kepala sama jalan ceritanya. Jarang-2 kan ada film bagus di akhir tahun?" celoteh Ratna yang punya nama panggilan Rani.
"Tapi... Bagusan bukunya, wkwk..." timpal Hani.
"Nah, itu selalu. Karena tak akan pernah sama buku dan film. Makanya aku sengaja belum baca bukunya..." ungkap Rani.
Kesimpulan sementara saya, nyaris semua film berdasarkan novel tak sebagus harapan penggemarnya, kecuali yang sekadar menikmati nonton bioskop.
Saya sendiri hanya menggemari sedikit novel, karena lebih menyukai buku non fiksi. Salah satunya yaitu Ayat-ayat Cinta - Habiburrahman El Shirazy. Itu pun dibaca menjelang pemutaran filmnya.
Bagus yang mana, filmnya atau novelnya? Yah, tak terlalu mengecewakan untuk film yang bisa membuat menitikkan air mata. Dengan jumlah penonton konon mencapai 4 juta orang. Tahun 2008, saat itu film religi sangat sedikit, lebih banyak film tentang cinta vulgar anak muda dan film horor berbau seks.