Mohon tunggu...
De deT
De deT Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mencoba mengenal dari membaca dan belajar menerima tampa menghakimi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Memerah Asa

3 September 2011   05:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:16 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dalam diam, tak lagi ditemukan kedamaian
Hanya mengulur waktu yang membuat putus asa
Dalam bicara, tercipta olokan akan jati diri
Sebuah keangkuhan akan pencitraan

Memerah asa...kala nurani merintih
Tangisan adalah senandung
Kala tawa menjadi jedah dihela nafas
Menjadi tuli dan buta adalah jubah anarki
Kekuasaan adalah perisai nyaman tuk tak tersentuh

Memanas dengan debat,
Mulut tak lagi terbekap,
Gusar pantat terangkat
Terbirit mengejar mangsa yang dikandangkan

Dibalik kelambu, mereka mengulum
Mengubah kata menjadi abjad tak bermakna
Tersisa hanya sebuah proses
Menuju akhir ... yang hening

Kelak kan terulur sebuah belaian
Teman sepermaianan tak lagi menatap jeruji
Mereka dihantarkan pulang bak arakan
Yang memeriahkan pekik kemerdekaan dan gema takbir

Memerah asa, nikmatilah makian
Saat perbuatan hanyalah sebuah seruan kata
Yang hanya sebuah judul dan topic
Salahkah...Benarkah
Dimana letak tepianya..."we equal"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun