Mohon tunggu...
D_134_Keysha Berlian S
D_134_Keysha Berlian S Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Hobi saya travelling dengan melihat keindahan indonesia,keadaan penduduknya,budaya yang kaya akan makna dan senang berkegiatan dalam lingkup sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peninjauan Kode Etik "Bayi Lahir Cacat": Diduga Korban Malpraktik di RSUD RAT Tanjungpinang

22 Maret 2024   18:49 Diperbarui: 22 Maret 2024   18:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/images/people/baby

"Dikarenakan hal itu, dan sifatnya kegawatdaruratan, tim medis juga harus mengambil Tindakan tepat dengan segera mengeluarkan bayi. Soalnya kalau tidak dilakukan, malah bisa membahayakan sang ibu serta bayinya," sebutnya.

Makna atau pengertian malpraktek didapat di Pasal 11 ayat (1b) UU No. 6 Tahun 1963 Tentang Kesehatan ("UU Tenaga Kesehatan"). Tetapi sekarang telah dinyatakan dihapus dan digantikan oleh UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan, menurut Syahrul Machmud ketentuan Pasal 11 ayat (1b) UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktek yang mengindenfikasikan malpraktek dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. 

Aspek pidana dalam suatu malpraktik medik dapat ditemui ketentuannya dalam KUHP, Undang-Undang Kesehatan, dan UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU PK). Contoh pasal-pasal KUH Pidana yang menentukan macam-macam malpraktik medik yang diancam pidana bagi pelakunya : Menipu pasien (Pasal 378); Tindakan pelanggaran kesopanan (Pasal 290, 294, 285, 286); pengguguran kandungan tanpa indikasi medik (Pasal 299, 348, 349, dan Pasal 345); sengaja membiarkan pasien tak tertolong (Pasal 322); membocorkan rahasia medik (Pasal 322); lalai sehingga mengakibatkan kematian atau luka-luka (Pasal 359, 360, 361); memberikan atau menjual obat palsu (Pasal 386); membuat surat keterangan palsu (Pasal 263, 267); dan melakukan euthanasia (Pasal 344). 

Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan serupa kedepannya dimana menghindari merugikan lebih banyak pihak, maka diperlukan  komunikasi dan penjelasan yang memadai mengenai layanan dan tindakan medis harus diberikan secara tepat kepada pasien. Dokter sebagai penyedia layanan kesehatan perlu memperhatikan persetujuan tindakan medis (informed consent), rekam medis, dan hak-hak pasien.

Kasus ini mengulas pentingnya penegakan kode etik kedokteran dan perlindungan hak-hak pasien dalam setiap tindakan medis. Diperlukan investigasi secara menyeluruh untuk mengungkap dan pemberian sanksi yang sesuai terhadap pelanggar. Selain itu, upaya pembinaan dan peningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga profesionalisme dalam sebuah profesi merupakan salah satu hal yang wajib dipegang oleh semua tenaga kesehatan khususnya. Pengaturan kode etik dalam suatu profesi telah ada sebagai pedoman dalam menjalankan tugas. 


Sebagai masyarakat, kita juga memiliki peran dalam pengawasan praktik medis sudah dilakukan dengan integritas dan menghormati hak-hak individu. Pelanggaran etika kedokteran dapat dilaporkan sebagai perlindungan dari tindakan medis yang tidak etis dan merugikan.

TIM PENULIS

Kelompok 2 Gizi 2022D

  • Nur Aprisella Sayidatus Sholikhah (22051334126)
  • Eunike Rotua Sitorus (22051334131)
  • Keysha Berlian Santoso (22051334134)
  • Dhany Nursita Widiastuti (22051334143)


Program Studi S1 Gizi

Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan

Universitas Negeri Surabaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun