Saya suka heran dengan hobi saya, kalau orang tuh punya hobi olahraga, merajut, berkebun dan lain-lain, sedangkan saya punya hobi menawar harga barang. Tapi jangan salah ini hobi yang bermanfaat untuk menghemat isi dompet loh. Sampai-sampai dulu teman saya, kalau mau belanja pasti inget saya. Ingetnya bukan buat ngebeliin saya, tapi inget untuk minta tolong, menawar harga. Coba saya buka perusahaan bergerak di bidang jasa tawar menawar harga, mungkin bisa sukses. (Hahaha..)
Malioboro Suatu ketika saya dan saudara saya jalan-jalan di Malioboro, Yogyakarta, ceritanya saudara saya pengen beli celana batik. Dan saya tanya, "Sijine piro Mas?" (Satunya berapa Mas?) Si pedagang jawab, "selawe ewu Mbaaak..." (25 ribu Mbak..) "Walah.. Larang men to.. Nek tuku telu, dadine piro?" (Walah.. Mahal banget sih.. Kalau beli 3, jadinya berapa?) "Yaa 75 ribu mbaaak..", Masnya jawab sambil ngelayani orang lain. (Jiaaaah nih orang, ngeledek saya.. Dia pikir saya nggak bisa ngitung kalii.. Hihihi). "3, 50 ewu yooo..", tetep usaha tawar dengan segenap hati. "Iso ae Mbak.. Tapi plus cium..", si pedagang jawab, sambil cengengesan nggak jelas. Terus dia sibuk lagi ngelayani yang lain. Dan lama-lama kok bahasa Jawanya amburadul gitu. Semakin lama kok bahasa Jawa berdialek Minang. Langsung saya ganti bahasa, "Ayolah Udaa.. Tigo, jadi limo puluah yoo.." "Wah, lai urang awak mah...", jawab si pedagang dengan antusias.. "Iyo Da.. Uda urang ma?" Begitulah basa basi dengan pedagang yang saya lancarkan dan sambil sok tau tentang daerah asalnya. Terus yah saya cerita juga, masih kuliah dan memang agak susah jadi orang perantauan. Bla..bla..bla.. Sampai si pedagang ngerasa ketemu teman sekampung yang merantau di Yogyakarta. Saya tentu tak lupa memasang tampang sedikit memelas. Dan cara itu manjur, jadilah harganya 3 potong, cuma 50ribu. BERHASIIIIIIL... Hihihi. Tanah Abang Dulu saya bisnis jadi penyalur barang dagangan buat teman-teman saya. Teman yang di Makasar minta dikirim sprei, yang di Surabaya minta celana kerja, yang di Semarang minta dikirim baju kerja. Kemudian saya cari barangnya di Tanah Abang. Pertama kali beli sprei nanya ke pedagangnya, "Berapa nih Pak, sprei yang nomor 2, kalau saya beli 1/2 kodi?" Pedagangnya jawab dengan dialek Minang totok (kalau kata orang Jawa, medok. -red), "Murahlah.. Takkan saya kasih mahal ke neng.." Nah asiik orang Minang juga, dan saya langsung ganti bahasa, "Onde Pak Haji, samo-samo urang awak ko... Jan maha-maha sarupo itu.. Nanti awak jadi langganan disiko..". (Aduh Pak Haji, sesama orang Minang nih.. Jangan mahal-mahal doong.. Nanti saya jadi langganan disini..) Pak Haji pun luluh lantak, tak berdaya, sambil berkata, "Yo lah.. Yo lah.. Kan dikirim ka ma ko barangnyo..?" (Iya deh.. Mau dikirim kemana nih barang?) "Ka Makasar, Pak Haji..", lalu saya melanjutkan pembicaraan sok iyes saya. Dan sambil tetep sok tau kampungnya si Pak Haji ini. Hasilnya dia kasih harga paling murah, dan saya pun jadi langganan dia. Sayang sejak pasar Tanah Abang blok A kebakaran, saya sudah nggak ketemu dengan Pak Haji lagi. Dari dua pengalaman itu, saya suka merasa beruntung jadi orang Minang. Dan kesimpulan saya, bahasa Minang itu bahasa obral, yang bila dipakai, harga langsung anjlok. Hahaha Mangga Dua Kalau di Mangga Dua saya pernah kejebak. Waktu itu toko-toko baru pada buka. Terus ada pedagang sedang hamil tua yang nawarin tas ke saya, "Murah nih cik, cuma 150 ribu.." (Saya kalau disini, memang selalu dikira orang Cina, tapi saya sih nggak masalah, soalnya malah jadi untung..) Saya jawab asal, karena emang nggak niat beli tas, "50 ribu saya ambil.." "Ya naikin lagi lah cik..", jawab si pedagang dengan tampang memohon. Saya cuma menggelengkan kepala sambil memberikan senyum termanis yang saya punya (eaaa..). Setelah saya jalan ngelewatin lebih dari lima toko, si pedagang tadi mendekati saya dan dia bilang, "nggak papa deh cik, 50ribu juga.. Buat penglaris.." Saya langsung mangap, nggak tau mau ngomong apa. Saya kan nggak niat beli tas, cuma saya juga nggak tega lihat si pedagang yang sedang hamil tua, harus ngejar saya sampai sejauh ini. Akhirnya saya beli juga (sambil tepok jidat Mas Jensen Ackles...Hihihi..). Dan sejak itu, saya kapok asal nawar barang yang nggak niat saya beli. Ternyata hobi menawar ini tak selalu menguntungkan, ada kalanya membuat tongpes alias tekor alias rugi. Jadi nggak usah sok nawar kalau nggak punya duit, eh kalau nggak niat beli. (Hihihi..) Wang Fu Jing Saat wisata ke Beijing, kami mampir Wang Fu Jing, dan mudah ditebak, saya lah yang paling sadis dalam menawar. Ini dipicu saran si pemandu sorak eh pemandu wisata, bahwa kalau nawar harus tega. Dan dengan berbekal tega itulah saya berhasil menghasilkan transaksi sebagai berikut:
- Tas pesta, dari 1 buah 100 Yuan menjadi 10 buah 100 Yuan
- Dompet kulit, dari 1 buah 300 Yuan menjadi 3 buah 300 Yuan
- Gantungan kunci, dari 10 buah 100 Yuan menjadi 10 buah 30 Yuan
- Lukisan kertas, dari sepasang 50 Yuan menjadi sepasang 10 Yuan
- dll
Ketika bertemu dengan teman-teman yang lain di bis, semua pada kaget liat belanjaan saya sebanyak itu. Terus pada nyangka saya lagi banyak duit. Setelah saya cerita, mereka langsung nangis darah, karena mereka beli bisa 5 kali lipat lebih mahal dari saya beli. Dan saya pun dijuluki, "sang penawar yang kejam". Hahaha.. Bila anda kesulitan menawar, saya punya tips menawar:
- Harus tega nawar dengan harga seminim mungkin.
- Pasang muka tak terlalu berharap dengan barang tersebut (walau dalam hati, ngareeep buangeeeet...)
- Kalau dia nggak mau turun juga, ya tinggalin, sambil berharap dipanggil lagi. Kalau nggak dipanggil lagi, berarti memang kita nawar kerendahan. Tapi jangan sekali-kali balik lagi kesana. Beli ditempat lain dengan nawarin harga yang lebih tinggi.
- Ketika nggak ada toko yang lebih murah, dan anda harus kembali ke toko awal, tetep pasang muka gengsi, sambil bilang, "Males aja keliling ke toko lain, capek.. Sudah deh saya ok aja harga segitu.."
- Harus kebal kuping, kalau diocehin pedagang kayak gini, "Yaah Mbak, itu mah saya rugi kalau segitu..". Dan dilanjutkan dengan, "Kalau nggak punya duit, nggak usah nawar Mbaak..". Kalau kayak gitu jangan emosi, tarik nafas panjang (tapi nafas sendiri yaaa, jangan narik nafas orang lain.. Hahaha..).
Tips tersebut jangan terlalu dianggap penting, karena saya sendiri nawar tergantung suasana hati. Kalau lagi suasana kantong tipis, nawar lebih kejam dari biasanya. Kalau kantong lagi tebal, hmm.. sayang sih kantong saya jarang tebal, jadi lupa suasana saat kantong tebal. Hahaha. Jadi bila anda butuh jasa penawar, hubungi saya segera. Dijamin kecewa, karena saya banyak maunya. Hahaha. _____ Powered by @KoplakYoBand Sumber Foto: Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H