Mohon tunggu...
PRIADARSINI (DESSY)
PRIADARSINI (DESSY) Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Biasa

penikmat jengQ, pemerhati jamban, penggila serial Supernatural, pengagum Jensen Ackles, penyuka novel John Grisham, pecinta lagu Iwan Fals, pendukung garis keras Manchester United ....................................................................................................................... member of @KoplakYoBand

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama featured

Kisah Tragis Aktivis Nanggung Saat Demo Reformasi 98

30 Maret 2012   05:07 Diperbarui: 8 Mei 2018   11:36 6566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (akumassa.org)

Karena saat ini lagi musim demo (durian kaleee ada musimnyaaa..), saya jadi terkenang masa 1998. Masa dimana saya masih sok-sok-an jadi aktivis. Tapi saya itu sebenarnya aktivis serba nanggung, disatu sisi ingin berekspresi menyampaikan pikiran, disisi lain kasihan sama karir ayah saya. Secara di masa itu tekanan otoriter Soeharto terhadap militer dan keluarganya luarbiasa. Yah itulah derita jadi anak TNI di masa orba. 

Saya dulu memilih ikut organisasi GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), karena saat itu ada organisasi lain yang ngetrend, tapi terlalu memberi kesan eksklusif bagi saya. Berhubung saya bukanlah orang yg eksklusif jadi saya merasa tidak cocok masuk dalam organisasi itu. Jadi saya memilih organisasi yang jadi pesaingnya. 

Waktu itu GMNI sering jadi target intel, jadilah saya tidak ijin orang tua terutama ayah saya untuk ikut dalam organisasi ini. Mulai tahun 1997, kami sering mengadakan demo, karena saat itu Indonesia mulai di landa rindu eh di landa krisis. Karena minimnya anggota kami yang perempuan, maka teman-teman saya sering memaksa saya berorasi.

 Bukannya karena nggak bisa berorasi ala Soekarno tapi saya sungguh takut kalau nanti tertangkap kamera salah satu stasiun televisi. Dan bukan karena saya takut beken terus ketenaran saya bisa membawa saya main film di hollywood loh... Sama sekali bukan masalah itu.. Juga bukan masalah nanti saya sering masuk di Sekilas Info atau Infotainment, karena kemampuan saya berorasi. 

Tapi karena saya takut nanti ada intel yang jatuh cinta sama saya, terus bikin karir ayah saya hancur dan diberhentikan secara tidak terhormat. Bahkan saya pun mungkin akan dilenyapkan dari bumi ini (mungkin dipindah ke planet mars.. hihihi). Mengingat kisah cinta ini akan berakhir tragis. Jadi lebih baik tidak usah dimulai. 

Dalam setiap demo yang hampir tiap minggu kami adakan itu, kami sering di pandang sebelah mata sama orang-orang yang lupa membawa matanya yang sebelah lagi. Mungkin mereka menganggap kami sudah perlu di cek masalah kejiwaannya. Tapi saat itu kami tak peduli, secara kami tuh orangnya asik gitu dan nggak terlalu peduli dengan pandangan orang, toh kami juga bisa memandang sendiri dengan kacamata 3 dimensi (hahaha.. Waktu itu lagi ngetop-ngetopnya kacamata 3 dimensi..) 

Sampai akhirnya di bulan April 1998 mulailah mahasiswa-mahasiswa lain dari berbagai kelompok dan berbagai organisasi ikutan demo. Tampaknya cuaca panas sudah mulai merata di Semarang, jadi tak hanya kami yang merasakan gerah, yang lain pun sudah mulai ikutan gerah. Di masa inilah kuliah sering ditiadakan, dosen saya bilang, "ok kalian ikut demo saja.. Karena kalau saya tetap memberi kuliah, nanti saya di bilang nggak reformis lagi.." Kemudian saya nyeletuk, "Kok nggak dari kemarin-kemarin to Pak?! Tiwas aku wis sering mbolooos.." Eh si Pak Dosen cuma ngasih senyum simpul. (ecapede... Aku tak butuh senyumanmu Paaak.. Aku butuh nilaimuuu.. *Demo edisi Galau*) 

Waktu semua elemen mahasiswa mulai tergerak untuk demo itulah saat dimana teman saya yang paling suka berorasi, lenyap sudah dua minggu. Teman-teman saya mulai takut terjadi sesuatu, karena ada yang lihat jam 3 atau jam 4 pagi ada truk TNI ngedrop banyak banget orang dengan gaya kayak mahasiswa di kampus. Ada yang gondrong, celana belel, pakai kemeja flanel, ada yang pakai anting tindikan dan lain-lain. Kami menduga itu intel yang nyamar jadi mahasiswa. 

Itu artinya demo kami ditunggangi  (Ternyata nggak cuma kuda yang bisa ditunggangi.. Hihihi..) Menjadi mencekam saat teman kami yang menghilang kembali dengan kondisi yang memprihatinkan, habis babak belur dan bungkam seribu bahasa (eh nggak tau deng.. Bahasa yang dia bisa ada berapa.. Hihihi..). Kami hanya bisa menebak-nebak apa yang terjadi padanya dan sekaligus menghormati keputusannya untuk bungkam (bungkam loh yaa.. bukan jurkam.. #halaaah..) Entah mengapa yang mengawali demo ini kami dari GMNI, tapi yang dapat citra organisasi lain dan juga senat-senat mahasiswa. 

Mungkin karena kami tulus dan nggak punya strategi apapun, agendanya cuma ingin nurunin Soeharto. Biarlah yang penting reformasi terwujud. (udah kayak pencitraan ala politisi, belum..??) Setelah sukses menutupi dari orangtua masalah hobi demo saya ini, eh malah pas puncaknya demo tanggal 20 Mei 1998, saya dilarang keras untuk ikut demo. 

Karena sudah banyak kerusuhan diberbagai kota sebelumnya dan sudah banyak korban jiwa. Walau Semarang nggak rusuh, tapi ortu saya tetap khawatir. Maklumlah anak perempuan satu-satunya (padahal yang laki-laki juga satu-satunya... hihihi).. Yah karena saya anak yang penurut, jadilah saya di kos sendirian. Ini hal yang paling tragis bagi aktivis nanggung kayak saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun