Besoknya tanggal 5 Juni 2021, aku pikir gak bisa dibiarin kondisi kayak gini, lama-lama bisa lemes kekurangan nutrisi juga kekurangan harapan (hihihi), saatnya ke RS biar bisa diinfus. Dengan kondisi suami gak bisa nganterin, jadi dianterin sepupu yang rumahnya dekat dengan rumah aku.
Saat ke RS pertama, kondisi full, bahkan IGD pun sudah gak bisa nampung. Nah pas ke RS kedua akhirnya masih bisa melayani pasien. Memang di awal Juni 2021 mulai banyak yang terkena Covid-19 varian Delta, tapi belum sampai yang susah banget untuk dapat kamar kosong di RS. Secara RS mulai penuh kapasitasnya di akhir Juni hingga Juli.Â
Singkatnya pas aku di RS, nunggu dokternya lama banget, mungkin karena hari Sabtu, dokternya juga hanya ada dokter di IGD, sementara pasiennya mbludak. Asli ngos-ngosan gak hilang-hilang, dokternya lama banget baru nongol.
Dan pas dicek saturasi aku masih bagus 96, dokter menyarankan gak usah dirawat, nanti malah jadi stress, karena pasien yang dirawat rata-rata kondisinya parah. Tapi masalahnya kan aku gak bisa makan. Kata dokter, coba makan telor rebus aja dan minum susu. Terus disuruh datang Senin untuk PCR, karena Sabtu Minggu labnya tutup. Sementara nunggu Senin, aku dikasih obat antivirus, antibiotik dan pengencer dahak. Dan sebenarnya aku juga sudah minum antibiotic dan pengencer dahak karena sudah diinfo sepupu aku sebelumnya. Cuma bedanya ketambahan antivirus.
Dan aku pun pulang ke rumah dengan kondisi lemas, ngos-ngosan, susah ngatur nafas, mulai hilang penciuman dan hilang indera pengecap. Jadilah mulai nyoba makan telor rebus, Alhamdulillah bisa masuk. Agak tenang, akhirnya ada yang bisa dimakan. Ada untungnya juga, gak bisa nyium bau dan gak bisa ngerasain makanan, karena jadi gak enek makanin telor rebus, yang sehari aku bisa makan 7 butir.
Karena sudah hilang penciuman, maka aku simpulkan sudah pasti positif Covid-19, jadi aku males datang lagi ke RS untuk PCR.
Banyak yang nyaranin minum ramuan ini itu dan suplemen ini itu. Aku saat itu selain obat dari dokter, minum colostrum, vitamin C 500mg, ngunyah jahe yang diiris tipis, 3x sehari. Terus ngirup uap larutan garam Himalaya, lumayan ngeluarin dahak.
Setelah 3 hari ngerasa rada membaik dan mulai bisa makan bubur, juga perlahan bisa makan nasi. Seminggu kemudian, penciuman dan indera pengecap pun kembali normal.
Hanya saja saat harusnya tes swab, karena sudah 14 hari, di tanggal 18 Juni drop lagi. Terutama malam, tenggorokan sakit, demam, batuk2, kalau kebangun tenggorokan kering, setelah banyak minum baru keluar dahak. Akhirnya Tanya lagi ke sepupu yang berprofesi sebagai dokter, disuruh minum antibiotik lagi selama seminggu dan tunda tes swab seminggu lagi.
Dan perlahan membaik, demam hilang, sakit tenggorokan berkurang, walau batuk belum hilang juga. Cuma banyak yang cerita batuk pasca Covid-19, emang lama hilang, bisa 3 bulan.
Akhirnya 28 Juni tes swab, hasilnya negatif. Alhamdulillah. Tapiii... masih ada babak selanjutnya.