Mohon tunggu...
PRIADARSINI (DESSY)
PRIADARSINI (DESSY) Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Biasa

penikmat jengQ, pemerhati jamban, penggila serial Supernatural, pengagum Jensen Ackles, penyuka novel John Grisham, pecinta lagu Iwan Fals, pendukung garis keras Manchester United ....................................................................................................................... member of @KoplakYoBand

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Serunya OPSPEK..

16 September 2011   08:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:54 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai para mahasiswa baru... Seperti apa kalian disambut di kampus baru? Menyenangkan kah? Menyesal? Atau malah menangis?

Di tahun 90-an hampir disetiap kampus mewajibkan mahasiswa baru untuk mengikuti OPSPEK (Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus), Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan juga Kemah Penerimaan Mahasiswa Baru.

Saat saya menjadi mahasiswa baru, yang ke pikir adalah nanti OPSPEK nya bagaimana ya? Kebetulan saya di terima melalui Program Seleksi Siswa Berpotensi atau biasa disingkat dengan PSSB (bukan bermaksud sombong ya, walaupun saya tidak terlalu tau, saya itu berpotensi dimananya, hehehe). Enaknya diterima melalui PSSB ini, ada program martikulasi selama sebulan, yaitu penyamarataan kurikulum, karena kami terkumpul dari seluruh propinsi yang ada di Indonesia. Program martikulasi ini diisi oleh dosen-dosen yang kompeten dibidang masing-masing, sambil menunggu proses ujian dan penerimaan mahasiswa melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Mengikuti martikulasi itu menyenangkan, karena kita jadi sudah punya banyak kenalan lebih dahulu, selain itu kami juga diterima langsung oleh Rektor dan berkesempatan beramah tamah dengan Rektor.

Walhasil saat gladi bersih (H-1) Penerimaan Mahasiswa Baru saat senior meminta kami membentuk kelompok yang terdiri dari tujuh orang, kelompok saya pun hanya terdiri dari mahasiswa PSSB saja, karena kami sudah mengenal satu dengan yang lain. Kami satu jurusan berjumlah 68 orang (kalau tidak salah ingat) dengan komposisi gender yang sangat jomplang, yaitu perempuan 22 orang dan sisanya  laki-laki 46 orang. Buat saya sih tak masalah ya, asik malah. Hehehe.

Saat kelompok telah terbentuk, tiap kelompok harus memberi nama kelompoknya dengan nama-nama bidang (seperti lingkaran, segitiga, jajaran genjang dan lain-lain) dan tidak boleh sama. Mengapa nama-nama kelompoknya seperti itu? Karena kami Jurusan Matematika. Tugas sungguh banyak, mulai dari tugas pribadi dan kelompok dari jurusan sampai tugas dari fakultas. Tugas yang paling berkesan buat saya adalah tugas pribadi yaitu bawa tempe mendoan bentuk trapesium dengan luas 25 cm persegi dan juga bawa arem-arem dengan tinggi 9 cm dan diameter 3 cm. Tapi berhubung kami sudah sepakat mengerjakan semua tugas bersama, jadi kami bagi-bagi tugas, walaupun tugas pribadi sekalipun.

Semalaman kami mengerjakan tugas bersama-sama, sampai tidak tidur, karena pagi kami harus kumpul jam 5 waktu matematik. Kami sebenarnya bingung, jam 5 waktu matematik itu jam berapa ya? Ternyata, sepagi apapun kita datang, tetap saja di hukum, karena menurut senior, kami datang sudah lewat dari jam 5 waktu matematik. Hmm.. Ini rupanya strategi ampuh untuk membantai kami.

Di pagi saat satu per satu dari kami berdatangan, saya agak bingung mengapa ada beberapa bendera yang di bawa teman saya memiliki warna yang beda dengan yang di suruh senior. Bendera dari kertas minyak dengan ukuran tertentu yang di minta senior berwarna merah, biru, kuning. Tapi banyak yang benderanya warna dan urutannya tak sesuai.

Lalu saat semua sudah berkumpul, senior menarik sekitar 11 orang ke depan. Saya bingung, kenapa teman saya itu di suruh maju ke depan, karena senior bilang pengecekan tugas baru dilakukan sesudah Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru. Dan salah satu senior berkata kepada 11 orang itu, "kalian tau apa kesalahan kalian?" Semua geleng-geleng kepala.

"Kalian di suruh bawa bendera warna apa?"

Serentak mereka menjawab "merah, biru, kuning"

Saya perhatikan bendera yang mereka bawa semuanya salah, ada yang salah warna dan ada yang salah urutan warna.

Senior kembali bertanya, "lalu yang kalian bawa ini warna apa?"

Sekali lagi mereka menjawab, "merah, biru, kuning"

Saya makin bingung melihat beberapa senior tertawa-tawa geli.

Tiba-tiba datang seorang senior berkata, "kalian dulu di terima di sini jurusan apa?"

Lalu satu-satu menjawab ada yang bilang kedokteran, teknik sipil, peternakan, ilmu kelautan dan lain-lain. Kami yang berada dibarisan semakin bingung.

"Bagus jadi kalian masuk Jurusan Matematika karena pelarian bukan? Karena buta warna?"

Semua diam, dan saya mulai ingat, saat tes kesehatan, saya antri di bagian tes buta warna, di depan saya ada yang sedang tes, kemudian dokter nya mengatakan, "kamu positif setengah buta warna, dengan kondisi ini kamu tidak bisa kuliah di jurusan Kedokteran. Tawarannya kamu bisa pindah ke semua jurusan IPS atau untuk IPA, hanya bisa di jurusan Matematika saja."

Kemudian calon mahasiswa yang di depan saya itu, ngamuk-ngamuk tidak terima, katanya, "saya susah payah tes untuk keterima di Kedokteran, lalu dokter seenaknya saja bilang saya harus pindah jurusan?"

"Saya mengerti, tapi kondisi kamu tidak memungkinkan untuk kuliah di Kedokteran."

Sambil marah-marah tidak terima, si calon mahasiswa itu pergi sambil bilang, "saya nggak mau kuliah kalau bukan di kedokteran."

Saya mulai mengerti ternyata teman-teman yang membawa bendera yang salah, itu karena buta warna. Ternyata belakangan saya tau, kalau di kelompok saya ada juga yang buta warna, tapi berhubung tugas individu, kami kerjakan bersama-sama sehingga dia tidak terjebak dengan tugas warna bendera itu.

Dan teman-teman yang benderanya salah warna itu, di suruh lari keliling lapangan sebanyak tiga kali, sambil menyanyikan lau Mars Jurusan Matematika, yang baru kami pelajari kemarin. Tentu saja nyanyinya tidak boleh salah, yang salah larinya nambah lagi.

Ada peraturan umum saat OPSPEK yaitu Pasal 1: senior selalu benar dan Pasal 2: bila senior salah kembali ke pasal 1. Di jurusan kami ada peraturan tambahan yaitu: sakit itu pingsan, kalau tidak pingsan artinya tidak sakit. Dengan peraturan ini, tidak tau kenapa kami jadi kuat-kuat, padahal seharian makan hanya mendoan, arem-arem dan roti yang di suruh bawa senior, itu pun di makan dengan hitungan cepat, harus habis tak bersisa, termasuk yang di mulut. Minum pun, kami hanya diperbolehkan minum air sirup yang di suruh bawa senior, dengan cara masukan jari telunjuk ke botol lalu dijilat. Tapi saat waktu sholat, kami minum sepuas-puasnya.

Sampai-sampai ada teman saya yang lemas, saat di tanya senior, "pingsan nggak? kalau nggak pingsan artinya nggak sakit, jadi nggak perlu ke P3K."

Prestasi itulah yang dibanggakan senior kami, bahwa tak ada satu pun mahasiswa baru jurusan Matematika yang masuk P3K. Saya hanya berpikir, aneh juga nih senior.

Saat menyenangkan tentu saat sessi-sessi yang di isi oleh dosen dan civitas akademika, karena tanpa senior yang bentak-bentak, tanpa tekanan dan yang utama bisa sambil terkantuk-kantuk. Tapi ternyata itu pun tak luput dari perhatian senior, begitu jeda sessi, yang kelihatan terkantuk-kantuk di hukum. Kadang saya malah senang tidur kemudian di hukum, karena jadi releks dan tidak jenuh, tapi kesal juga kalau dihukumnya sendirian. Di kampus kami saat OPSPEK tak boleh ada hukuman yang berupa 'kontak fisik', sehingga kadang hukumannya lucu dan memalukan.

Di tahun berikutnya saya jadi panitia OPSPEK, kalau panitia hanya ikut meramaikan saja, yang boleh memberi tugas dan bertanggung jawab penuh terhadap mahasiswa baru hanya Satgas OPSPEK yang berjumlah 10 orang. Tahun kedua saya termasuk salah satu satgas OPSPEK dan mendapat paling banyak "Surat Benci", saya tidak tau kenapa mereka melayangkan surat benci pada saya, padahal saat itu saya tidak galak juga. Rata-rata surat itu mengatakan kesal dengan saya, karena saya jarang ngomong, tapi sekalinya ngomong, ngasih hukuman yang bikin mereka kesal.

Nah saat tahun ketiga, saya jadi satgas perempuan satu-satunya, yang menurut saya, saya lebih garang dari tahun sebelumnya, malah mendapat "Surat Cinta" paling banyak, dengan segala puji-pujian gombalnya. Kemudian ditahun berikutnya, saya hanya sebagai penggembira, yang tiap tahun di minta bantuin mereka.

Dari tahun ke tahun saya melihat mental dan fisiknya mahasiswa baru semakin melemah. Menurut pengamatan saya dengan semakin longgarnya peraturan, membuat mahasiswa itu semakin lemah. Saat di tahun-tahun sesudah angkatan saya, kami meniadakan peraturan "sakit itu pingsan", malah banyak yang bilang maagnya kambuh, terus yang bilang mual, sakit kepala dan lain-lain, sehingga mereka pun membludag di P3K.

Semakin tahun, banyak kemudahan-kemudahan untuk mahasiswa baru, malah membuat mereka tak siap mental menghadapi tekanan. Paling terakhir saya menangani OPSPEK, saat saya sedang buat skripsi, tiba-tiba kami yang sudah lumutan di kampus, di minta bantu Satgas OPSPEK yang tidak berhasil mengontrol mahasiswa baru. Dan kami sungguh heran dengan kondisi para mahasiswa baru itu, kami suruh lari keliling kampus 3 putaran, baru lari 5 langkah sudah ada tiga orang yang pingsan, lalu kami suruh berjemur, hanya berdiri dibawa terik matahari sambil merenung tujuan mereka kuliah, ada dua orang lagi yang pingsan, melihat hal ini kami pun di panggil Dekan, hampir saja, kami kena DO. Tapi syukurlah, panitia OPSPEK saat itu pasang badan dan bernegosiasi dengan Dekan, akhirnya kami urung di DO.

Menurut saya, makin tahun kondisi mental dan fisik mahasiswa baru, semakin lemah. Di luar pro dan kontra mengenai OPSPEK, saya merasa OPSPEK membawa manfaat buat saya selama saya kuliah. Selama OPSPEK tidak dibarengi 'kontak fisik', saya pikir bagus untuk mental. Juga membuat kita dekat satu sama lain, baik dengan teman satu angkatan ataupun dengan yang beda angkatan.

Saya kurang update dengan mahasiswa yang jaman sekarang, mungkin yang sekarang jauh lebih baik dari pada di masa saya dulu. Mungkin saja tiap generasi punya pola tersendiri yang sesuai dengan era sekarang.

Demikianlah sharing panjang saya, jangan sampai mengantuk ya bacanya. Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun