Bukan berniat menyamakan atau apa itu. Ini hayalah obrolan iseng-iseng di warung kopi dan tulisan ini dimuat diblog. Silakan klik aja disini.
Adapun obrolan tersebut, kurang lebih begini,
Sama halnya tim nasional Indonesia U-19 yang hadir cukup mengejutkan dengan kesuksesan meraih prestasi. Akibatnya, tumbuh bunga-bunga harapan yang dapat mengubah wajah sepak bola Indonesia kala carut marut, timnas senior belum juga membawa prestasi yang begitu diidam-idamkan rakyat.
Begitu juga Joko Widodo (Jokowi), dari Solo datang ke Jakarta dengan menyandang predikat ke tiga walikota terbaik dunia. Kehadirannya memberikan warna tersendiri saat  wajah media ramai memberitakan kegaduhan para elit politik, kasus korupsi tak kunjung usai, pemerkosaan. Indonesia seakan-akan diwajahkan begitu suram, apatis terhadap pejabat semakin tinggi, tanpa harapan.
Gubernur DKI Jokowi hadir dengan pemberitaan berbeda atau saat ini dikenal dengan berita positif. Hal ini dapat disimak sejumlah media massa yang memberikan Jokowi.
Imbas jenis pemberitaan positif ini, yakni  menelurkan secercah harapan kepada masyarakat. "Iya, menumbuhkan harapan terhadap rakyat. Itu poin pentingnya, bagaimana rakyat mempunyai harapan terhadap bangsa Indonesia," ujar pria yang kerap disapa Aisol, Pesanggrahan, samping UIN Jakarta.
Obrolan ngalor-ngidul dengan dengan segelas kopi terus mengalir dan tanpa disadari mengarah pada sosok Jokowi dalam menjalan roda pemerintahan Jakarta. Â Menurutnya, jika berbicara Jakarta masih macet, banjir memang masih. Namun, lanjutnya, dengan adanya harapan ini tanpa disadari akan memompa masyarakat untuk terus bergerak ke hal positif.
Apa lagi gaya Indonesia adalah dari atas ke bawah, tindakkan seorang pimpinan akan menjadi contoh rakyat. "Misalnya, anak kecil akan mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya, bapak aja melakukan itu, masa saya sebagai anak tidak melalukannya," imbuhnya.
Hal itu sebenarnya telah menjadi semboyan Ki Hajar Dewantaro dalam semboyoan 'Tut wuri handayani', salah satu semboyan di dalamnya bertuliskan  ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik)
Jadi,menurutnya, pencitraan itu memang diperlukan selama memberikan pengaruh positif terhadap rakyatnya. Untuk saat ini, tinggal bagimana menjaga kata kunci 'harapan' agar turus tumbuh. "Saat satu-persatu rakyat mempunyai harapan kemudian berkumpul maka akan menjadi sebuah gerakan ke arah yang lebih baik. Bahaya kalau selalu memandang dengan pesemis bisa jadi tak akan pernah bergerak," katanya lagi.
Soal pencintraan sendiri, katanya, bila dibuat-buat tak akan bertahan lama. Soalnya, rakyat sendiri akan menilainya dan saat rakyat memandangnya ada pejabat bersih dan dianggap mau melayani maka tanpa harus diminta rakyat akan mencintai pejabat tersebut. "Prinsipnya berikan dulu, baru tanpa diminta akan memberikan," imbuhnya.