Mohon tunggu...
Dede Supriyatna Dede
Dede Supriyatna Dede Mohon Tunggu... -

Masih Anak Desa yang netep http://www.angkringanwarta.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surat untuk Jamal: Maaf, Saya Tak Kenal Denny JA

3 Februari 2014   06:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:13 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi saya mengenalnya bahkan  beberapa kali berbincang dengannya merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Bagaimana tidak, saat mengetahui salah satu senior saya di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT merupakan Pemimpin Redaksi Majalah Sastra Horison, Jamal D Rahman.
Satu-satunya majalah yang saya kenal sewaktu duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sejak saat itu pula saya dengan sahabat karib terinspirasi menjadi seorang sastrawan. Namun hingga kini impian menjadi seorang sastrawan apa lagi menjadi tokoh paling berpengaruh tak kunjung datang.
Pada kesempatan lain, semasa saya masih terlibat dalam organisasi membuat kesepakatan untuk mengundangnya sebagai pemateri dalam panitia Training INSTITUT. Medengarkan apa yang dipaparan dengan  disertai contoh-contoh kalimat, dari pemilihan kata pada kalimat, pemilihan sudut pandang dalam menentukan berita, yang sederhana namun ternyata tak mengurangi daya kritis. Setidaknya itu pandangan saya.
Pertemuan itu ternyata membawa pada pertemuan selanjutnya, sebuah pertemuan tanpa disangka-kang kian takjub saya terhadap dirinya.  Sejumlah tanya yang rasanya ingin segera disampaikan. Sayangnya, setiap pertanyaan hanya menggelantung di dalam hati. Satu hal yang pasti, kekaguman saya akan dirinya kian bertambah.
Puncaknya, saat saya berkunjung ke kediamannya. Rumah yang sederhana dengan deretan buku-buku ditambah aktivitas sebagai seorang penulis. Dari situ,  rasa yakin saya menuju final dan sangat mungkin ia pun akan mengaminkan, bahwa untuk menjadi seorang sastrawan atau penulis bukan sebuah perkara mudah, butuh yang namanya kesabaran, memupuk keyakinan, dan tentunya perjuangan (Proses).
Sejauh mana orang sabar akan proses maka keinginan menjadi sastrawan bisa sangat mungkin terbuka lebar. Bukankah itu juga yang terjadi terhadapmu dalam sebuah pencapaian.
Berharap pada putaran waktu, namun angka pada jam dinding tak kunjung mempertemukan kita dan namamu menguap begitu saja.  Pada suatu suatu saat mampir sebuah kabar yang begitu sangat mengejutkan. Seandainya bisa digambarkan, bagaimana kabar negatif datang setelah sekian tahun lamanya tak mendengar kabar.
Percaya atau menolak, pilihan yang sangat sulit. Bagaimana mungkin dia merelakan tanggapan miring hanya lantaran ia sebagai ketua Tim 8 mencantumkan nama Denyy JA sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh.
Dibantu beberapa teman, tim ini pun menyusun buku  ’33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh’ . Berikut ini  Tim 8 terdiri dari Jamal D. Rahman (Ketua), Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, Nenden Lilis Aisyah (anggota).
Kecewa, hal yang sangat mungkin terjadi bagi pengagum seperti saya. Namun, apakah yang perlu dilakukan membela secara mati-matian saat demburan ombak yang tak pernah jemu.  Mungkinkah rasa ini akan melenyapkan rasa kagum, entalah.
Sebagai penguat saja, rasa kagum saya lebih lantaran kiprahnya di dunia sastra bukan hal yang lainnya. Majalah bernama Horison yang g pada akhirnya membawa saya pada  novel karya  Mochtar Lubis, ‘Harimau! Harimau!’ dan  ‘Jalan Tak Ada Ujung’. Siapa Mochtar Lubis, tanpa harus diperjelas lagi semua  orang yang berkecimpung dalam dunia sastra Indonesia telah mengenalnya?
Dari majalah yang tak cukup tebal membawa saya pada novel-novel karya  Budi Darma, Umar Kayam, Pramoedya Ananta Toer,  Ahmad Tohari, Iwan Simatupang, dan yang lain-lainnya.  Maaf ini bukan berbicara soal aliran apa lagi ideologi.
Apakah karya mereka  cukup mempunyai pengaruh, bagi saya pribadi jawabannya adalah iya. Namun, entah untuk orang lain? Lantas  jika harus dibanding-bandingkan siapa di antara mereka  yang paling berpengaruh? Saya tak puya jawaban akan hal itu dan saya tak mempedulikan itu semua, saya hanya orang mengagumi dan iri terhadap karya yang mereka hasilkan.
Dan untuk membandingkannya, saya rasa sangatlah kurang bijak.  Dan dalam menentukannya, ini bukan lembaga survei,  yang kepastian perbandingan didasarkan hasil lapangan dengan segala macam metode penelitian. Terlalu naif jika hasil survei di lapangan model LSI atau sejenis langsung diyakini kebenarannya.
Kemudian, bagaimana Denny JA?
Ini hal baru dalam perjalanan saya, biasanya saya terlebih dahulu melahap karya sastra baru mengenal siapa pemilik karya, sangat beda dengan Denny JA.
Bagi saya sungguh asing, membayangkan ia tak ubah seorang kesatria yang turun  dari pertapaan lalu menghebohkan dunia sastra. Dia bukan Wiro Sableng, kesatria pembela kebenaran dan cukup disegani di dunia persilatan (Sastra).
Jadi bukankah, memang sudah sebaiknya dihentikan saja perdebatan pengaruh atau mempengaruhi apa lagi menentukan siapa yang paling berpengaruh? Biarkan karya sastra mengalir apa adanya sehingga saya dan orang-orang setelah saya sebagai pewaris sah sejarah Indonesia mengenal karya tanpa harus ternoda.
Saya percaya sesuatu yang dipaksakan hanya akan memicu perlawanan. Seandainya saja Denny JA ingin menggeluti dunia sastra, siapa yang melarangnya. Tapi, bergelutlah secara wajar sebagaimana Pram yang tak pernah lelah menulis dalam penjara dengan waktu puluhan tahun lamanya. Begitu juga dengan Lubis yang saya kagumi dia bukan hanya seorang sastrawan, jurnalis yang membawanya ke penjara.
Tiga novelnya membawa Ahmad Tohari dikenal sebagai sastrawan. Siapa yang tak tergoda membaca Ronggeng Dukuh Paruk, baru di filmkan setelah sekian tahun lamanya. Dan saya juga sangat yakin, seorang Jamal harus tempuh jalan panjang penuh liku.
Mereka meluangkan waktu begitu lamanya dengan segala macam rintangan demi sebuah karya, apakah ada terlintas dalam benak mereka agar ingin disebut tokoh apa lagi tokoh yang paling berpengaruh.
Hormat saya Dede Supriyatna  tulisan ini sebelumnya dimuat di angkringanwarta.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun