KADO UNTUK KEKASIH*)
Muhammad kenapa bersedih
Masihkah kau disibukkan dengan pikiran-pikiran tentang ummatmu
Masihkah engkau tidak bisa melepaskan ingatanmu tentang produk-produk kebodohan yang makin menyeruak
Masihkah kau bermimpi buruk tentang pendar cahayamu yang hanya menjelma siluet di negeri yang memisahkan dirinya dari kebudayaan ketika berbicara tentang aku dan dirimu
Atau diam-diam kau merasa geli ketika mengingat jauh 15 abad yang lalu teriakanmu menyambung aku, menggema: iqro’, iqro’! bismi robbika ‘l ladzii kholaq
Tapi apa yang terjadi kebanyakan ummatmu hanya berlomba melantunkan ejaan alif ba ta tsa
Bukannya mengeja ayat-ayat yang bertaburan di alam semesta
Bahkan mungkin kau agak geram menyaksikan ummatmu memperlakukanmu
seperti penjual baju
Karena begitu banyak yang telah kau sampaikan selama ini hanya berhenti dimaknai sebatas simbol, seragam, bendera, make up atau kosmetik
Padahal engkau memimpikan tumbuhnya nilai-nilai yang nantinya melahirkan sejarah, kebudayaan, peradaban yang membawa atmosfer taqwa
Tapi bukankah mestinya engkau tak perlu merisaukan itu lagi
Bukankah kado istimewa telah ku hadiahkan untukmu
Sebuah kado perjalanan di mana ku hadiahkan kepadamu bekal untuk ummatmu kelak
Ku berikan kepadamu empat macam minuman: air putih, air susu, air arak, dan madu
Untuk sembahyang besar ummatmu dalam menempuh sejarah khilafahnya
Sebuah kado tentang kemarinhari ini dan esok dari sejarah cahaya, api dan tanah
Itulah kejadian dari azalinya
Tidak seharusnya engkau gusar
Memang pernah kukatakan: ‘aziizun ‘alaihi ma ‘anittum
Tapi bukan berarti engkau harus memikul beban ketika tugas telah kau tunaikan
Karena fain tawallau fa qul hasbiyallahu laa ilaaha illa huwa ‘alaihi takkaltu
Engkau pikir dirimu bisa mengendalikan semuannya sesuai dengan kehendakmu
Engkau lupa hanya aku yang mempunyai kehendak
Segala indzar telah engkau selesaikan
Tapi cahaya tetap milikku Muhammad
Bahkan aku sendirilah cahaya itu
Allahu nuurussamawaati wal ‘ardl
Yahdillahu linuurihi man yasya’
Innaka laa tahdi man ahbabta walaakinnallaha yahdii man yasya’
*) Oleh Nashruddien Yusuf Riza
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H