Mohon tunggu...
Deni Lesmana
Deni Lesmana Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dar semesta

Belajar dari semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Penulis Itu, Tidak Ujug-ujug

5 Mei 2014   03:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi sebagian orang mungkin menulis adalah nyanyian jiwa, ekpresi yang terbentuk dalam untaian kalimat yang mereka sadari itu adalah anugrah yang mereka dapatkan. Namun  lebih dari itu tidak sedikit yang merasa menulis adalah bagian dari jiwa dan hidupnya, layaknya shalat, merasa ada yang kurang jika ia lewatkan dalam satu hari. Mungkin aktivitas menulis layaknya shalat adalah tingkatan penulis sekaliber Andrea Hirata, Habiburrahman El Shirazi, Dewi “Dee” Lestari, Asman Nadia, Nusa Putra dan masih banyak yang lainnya. mungkin juga diantara kalian, tapi nasib belum memihak hehe. Istilah menulislah seperti shalat itu saya sandarkan kepada Pak Nusa Putra. Beliaulah yang mempunyai analogi itu dalam banyak tulisannya yang saya sempat baca.

Seorang teman bertanya, setidaknya pertanyaan ini akan mewakili mereka yang baru saja berkeinginan untuk menjadi penulis. “apa yang harus saya tulis?”, “bagaimana cara menulis yang baik dan benar”, “bagaimana memulainya?” dan pertanyaan lainnya, yang intinya mereka kesulitan dalam menaklukan ketakutan mereka untuk menulis.

Kita sudah sepakati menjadi penulis bukanlah disebabkan keturunan, ataupun bakat sakalipun. Menulis adalah pilihan keterampilan dalam hidup, sehingga terbukti hanya dengan berlatih menulis seseorang akan bisa menjadi penulis. Sama halnya dengan keterampilan bahasa, seorang anak pintar bahasa asing bukan karena ayahanya jago bahasa asing lalu menular begitu saja, pastinya karena ia telah memilih untuk pintar bahasa asing.

Penulis pemula akan merasa terbebani, saat ia membaca sebuah buku/aturan yang mengharuskan menulis harus memenuhi kreteri tertentu, diantaranya ia harus mempunyai sebuah kerangka berpikir terlebih dahulu, memenuhi sayarat how, what, who, why, when. Saran saya sebagi penulis pemula juga, abaikan hal itu menulislah dengan apa yang kita pikirkan, tulislah dengan apa yang ada dalam pikiran, jangan biarkan peraturan itu memenjarakan ide kreativtas kita. Ingat. Abaikan dulu.

Ini cerita saya, mana ceritamu? :D

Semenjak 2012, saya sudah malai berkutat dengan dunia tulisan, berawal dari “keiriian” kepada para penulis dan pembuat buku. Saya sempat berpikir waktu itu mengapa mereka bisa melakukan hal itu. Bermodal keberanian dan impian, saya mulai belajar merangkai kata menjadi sebuah kalimat-kalimat, saya berhenti saya baca ulang, saya hapus, saya tulis kembali, saya hapus begitu terus berulang kali. Hasilnya sudah bisa ditebak tulisan saya tidak ada yang selesai, semuanya ngambang di tengah jalan. hohoho

Hal ini saya rasakan berbeda ketika menulis skripsi, pola tulisan skripsi sudah  tersusun sistematis dan hanya sedikit menggunakan argumen penulis dan kebanyakan skripsi banyak menggunakan kutipan, membuat saya tidak begitu sulit untuk menyelesaikannya. Namun saat ditantang untuk mencurahkan apa yang ada dalam benak menganai suatu masalah, serasa sulit baik itu untuk memulai, pemilihan kata, ataupun kesulitan untuk memberikan point penting dalam sebuah tulisan.

Kendati demikian, dengan kekuatan super men yang saya miliki, saya terus fokus, saya banyak baca, saya banyak berlatih. Hingga waktu bersejarah itu pun tiba dimana karya tulisan saya mampu tembus salah satu koran ragional jawa barat diakhir tahun 2012. Tentunya tulisan pertama ini bukanlah tulisan saya yang pertama saya kirim. Berkali-kali tulisan saya tertolak, terbengkalai, terseok-seok tak tahu nasibnya sekaligus hati saya tercabik-cabik karena tulisan saya tak pernah dimuat...lebay haha

Setelah itu, tak ayal lagi saya semakin menggeluti satu keahliannya ini, sampai saat ini sudah belasan tulisan saya dimuat dan satu buku telah saya susun. Hal ini  tidak ada apa-apanya jika dibandingan dengan mereka yang sudah menjadikan dunia tulis menulis sebagai sebuah profesi. Namun setidaknya, mungkin merekapun telah menempuh salah satu jalan ini untuk menjadi sukses seperti sekarang. Bukan begitu bung, jadi yu mari belajar terus,  jangan berkecil hati, tetap optimis semuanya kan tidak ujug-ujug :D

Pesan saya yang berkeinginan menulis  dan belajar menulis hanya dua cara sekiraya bisa efektif dan mengakselarasikan kemampuan kita dalam menulis yaitu, banyak membaca dan teruslah menulis hingga kau tidak tahu lagi apa yang harus kau tulis. Bergaulah dengan para penulis, kerena motivasi ektrinstik juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan Anda. Its..jangan lupa berdoa. :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun