Mohon tunggu...
Imelda Ahaddian Djachrie
Imelda Ahaddian Djachrie Mohon Tunggu... -

the women from venus with sanguin n melankoli personality......perempuan yang maunya kegiatan dikerjakan dengan hati senang tapi hasilnya sebaik mungkin, berpikir bahwa setiap karya adalah masterpiece tapi kadang frustasi kalo gak nyampe

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mengintip Gajah Mandi di Taman Nasional Way Kambas

28 Desember 2012   02:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:55 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermula dari sebuah kelakar bahwa saya yang sudah berumur banyak begini kok belum sempat menjejakkan kaki di Taman Nasional Way Kambas yang notabene terletak di tanah kelahiran saya sendiri, maka kemarin saya memutuskan untuk berkunjung kesana ditemani beberapa anggota keluarga. Menempuh jarak kurang lebh 117 km dari kediaman orangtua saya yang berada di Bandar Lampung, kami membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam untuk bisa sampai disana. Sungguh jarak dan waktu tempuh yang cukup panjang sebenarnya, namun pilihan rute TanjungKarang-Natar-Metro-Sukadana-Lintas Timur yang mulus sepanjang 101 km membuat perjalanan ini tak terasa melelahkan, terlebih disepanjang jalan banyak pemandangan yang menyajikan atmosfer yang berbeda bagi kami yang terbiasa disuguhi hiruk pikuk ibukota.

Membawa serta anak-anak dalam perjalanan membawa cerita tersendiri, banyak hal yang bisa mereka lihat dan pelajari sepanjang perjalanan. Di daerah Metro mata mereka disuguhi hijau sawah dikiri dan kanan jalan, irgasi juga rimbun tanaman jagung. Mereka juga melihat berbagai bentuk rumah khas penduduk berupa rumah panggung khas sekitar Lampung. Sesekali kagum dengan banyaknya buah durian yang kebetulan sedang tiba musimnya dijajakan sepanjang jalan dan banyak hal lain yang membuat perjalanan inti tidak membosankan.

Keluar dari jalan utama di Lintas Timur, kami memasuki jalan akses menuju Taman Nasional Way Kambas. Dari jalan raya tersebut kami harus menempuh 7 km jalanan aspal berbatu untuk sampai di gerbang utama dan membayar tiket lalu masih harus melewati hutan Taman Nasional Way Kambas untuk bisa sampai di pusat konservasi gajah. Perjalanan di tahap ini cukup membosankan, selain jalan aspal berbatu membuat laju kendaraan tak bisa kencang, pemandangan di kiri kanan hanyalah tanaman pinggiran hutan yang cukup lebat. Etape terakhir sepanjang 9 km ini dilalui dengan sepi, dapat dikatakan kami tak berjumpa dengan hilir mudik kendaraan pengunjung lain baik dari arah kedatangan maupun pulang. Sempat berpikir bahwa mungkin karena kami tiba waktu sudah beranjak sore dan buka di akhir pekan sehingga sedikit sekali pengunjung yang datang kesini. Tapi alhamdulillah, 2-3 km terakhir saat kami mulai ragu untuk melanjutkan perjalanan, bertemu kami dengan kendaraan yang hendak pulang, itu pun sempat berkelakar jangan-jangan cuma kita nanti yang tinggal disana.

Memasuki gerbang kedua, setelah gerbang utama tempat kami membeli tiket, tibalah kami di area konservasi gajah. ternyata pengunjungnya cukup ramai, sekilas pandangan saya menyapu ada sekitar dua puluh mobil yang didominasi mobil keluarga parkir disana. Wow....lumayan lah masih banyak yang ingin berkunjung ke tempat ini, meski dari bincang-bincang dengan pengunjung disana, ada lho diantara mereka yang harus menempuh waktu 5 jam dari bandar lampung karena memilih lintas timur sebagai rute perjalanan dan tidak tahu bahwa banyak ruas jalan yang rusak parah sepanjang lintas.

Area pengunjung ini cukup luas buat kami, meski tentu saja sangat kecil bila dibandingkan dengan luas keseluruhan Taman Nasional Way Kambas yang mencapai angka 12.562.130 Hektar. Dikelola dengan sangat sederhana TN Way Kambas ini dilengkapi fasilitas umum standar seperti lahan parkir, musholla dan MCK. Sayangnya pusat konservasi yang sering disebut juga dengan Pusat Latihan Gajah ini sudah lama tidak menyelenggarakan kegiatan sekolah bola untuk gajah yang pernah saya dengar. Fasilitas yang ada disini selain fasilitas standar saat ini adalah arena tunggang gajah dan kolam gajah. Dikedua tempat tersebut kita dapat berinteraksi dengan sangat dekat dengan gajah-gajah yang sudah sangat jinak dan selalu didampingi pawang atau pelatih gajah. Kita dapat berfoto sejenak sambil duduk dikaki gajah yang besar itu dan dengan membayar 10.000 rupiah saja kita dapat menunggang kuda disekitar arena tunggang gajah atau Rp. 70.000 untuk berkeliling lebih jauh lagi selama satu jama diatas punggung gajah.

Menelusuri lebih jauh tempat ini kita dapat berjalan ke arah kolam gajah untuk melihat bagaimana gajah-gajah itu beraktivitas, seru juga menyaksikan mereka makan dan minum serta mandi dari dekat di sekitar kolam. Dengan badan besar itu mereka masuk ke kolam, menyelam dan menyemburkan air dari belalainya. Saya yang dengan sengaja mengambil posisi terdekat untuk mengambil foto dan ingin berdekatan dan menyentuh mereka merasakan hal yang sangat menyenangkan. Mereka sangat jinak dan bersahabat, sayang disini tidak disediakan atau dijual makanan untuk gajah sehingga saat belalai2 itu menjulur ke arah saya seolah menanyakan adakah makanan yang kami bawa untuk mereka saya hanya bisa mengelus2 mereka. Beruntung salah satu pelatih yang saya ajak berbincang-bincang sangat baik hati memberi saya beberapa pisang mentah untuk memenuhi hasrat saya untuk berkasih sayang dengan hewan ini.

Karena hari telah sore, gajah-gajah yang telah selesai mandi itu digiring menuju “kandang” mereka yang sangat luas yang terletak tak jauh dari kolam. Disitu saya melihat puluhan gajah yang sedang istirahat dan akan melewati malam untuk menghibur pengunjung lagi keesokan harinya. Penjaga mengatakan bahwa ada ratusan gajah yang sudah jinak yang ada di kandang besar itu dan ada ribuan gajah yang hidup dan berkembang biak di wilayah Taman Nasional Way Kambas. Wow...saya berdecak kagum bercampur miris teringat obrolan sebelumnya bahwa untuk memelihara tempat ini mereka hanya memilki dana yang minim, tak heran banyak sekali kekurangan tempat ini untuk bisa dijadikan tempat tujuan wisata. Padahal saya dan keluarga terutama anak-anak saya banyak belajar di tempat ini dan melihat lebih jauh tentang kehidupan satwa meski harus memaklumi banyak hal terutama mengenai fasilitas yang tersedia.

Lima orang dewasa, tiga anak jelang remaja dan satu balita pulang dengan berbagai kesan, saya bahagia bisa mengantarkan anak-anak saya melihat nilai lebih negerinya. Tak banyak negara di dunia yang memiliki keanekaragaman satwa sebanyak negeri ini. Bahkan beberapa harus merogoh kocek yang cukup banyak untuk bisa melihat dan bercengkerama dengan hewan-hewan langka ini. Kami hanya mengeluarkan 25.000 rupiah untuk tiket masuk sekeluarga dan mobil, tapi mendapatkan hal lain yang tak ternilai dibanding uang yang kami keluarkan. Sungguh karunia Tuhan.

Di perjalanan pulang, diapit pohon-pohon tepian hutan taman nasional, angan saya melayang, teruntai harapan semoga pemerintah lebih memperhatikan tempat ini dan keberlangsungan hidup gajah-gajah dan mereka-mereka yang ikut mengelola seperti pawang dan pelatih atau ada pihak swasta yang mau bekerja sama mengelola tempat ini. Semoga...

_______________________
copyright ©2012 - circle-di.com ditulis oleh : Donna Imelda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun