Nuri terlena. Dalam letih raga Nuri merebah. Dingin Nuri merasakan alasnya. Menari Nuri memikirnya. Terpejam Nuri dalam terawang malamnya. Nuri terus merapat. Menikmati aliran darah yang dirasa sekujur tubuhnya. Tanpa tangis, tanpa risau, tanpa dia tau apa yang sedang dia rasa.
Nuridalam malamnya. Hatinya terbawa dalam hanyutnya sebuah sunyi malam. Mematung, membasuh, tengadah. Nuri menikmati indahnya, dalam buai kasmaraan yang merekat. Menyengat dalam pekat hingga membawa dalam larutnya dan nikmat.
Nuri belum ingin berpaling. Nuri menggebu, meminta dan merengek dalam desahan lirihnya. Menggerakkan perlahan basuhan dan usapan pada wajah pucat dalam kantuk dalam lelah. Nuri terus merasakan nikmatnya, semakin memuncak. Menikmati getar-getar detakan jantungnya yang kian mengeras.
Kali ini Nuri bersamanya lagi. Di malam yang kesekian kalinya. Memadu, bercengkrama hingga puncak kepasrahan dirinya. Perlahan Nuri berdesah dalam ucap. Sesaat nikmat memuncak. Nikmat yang tidak bisa dirasakan setiap saat. Nuri terbangun. Melipat dan meletakan pd tempat tertinggi. Ya…amat tinggi. Dalam ribuan syahdu yang hanya bisa Nuri ucap. Untuk segala nikmatNya.
d-wee
*coretan menunggu datangnya kantuk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H