Dengan esensi dan tujuan yang sama, dapat terlihat pajak tetap memegang prinsip “untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam bisnis.com mengungkapkan tujuan dari insentif pajak selama masa pandemi antara lain untuk mendukung demand (belanja) masyarakat, dukungan cashflow, serta untuk membiayai pembelian alat kesehatan dan vaksin Covid-19.
Insentif pajak untuk mendukung demand (belanja) masyarakat ditunjukkan melalui beberapa hal diantaranya
- Penghapusan pajak penghasilan (Pph) pasal 21. Pemerintah menanggung pajak para pekerja dengan penghasilan bruto dibawah atau tidak lebih dari 200 juta per tahunnya. Insentif pajak berperan sebagai bantuan bagi para pekerja untuk mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan hidup lebih layak lagi di masa pandemi ini. Kegunaan insentif pajak dapat dialihkan kepada sektor kesehatan pekerja guna meningkatkan pola konsumsi makanan yang lebih bergizi, membeli vitamin, membeli masker dan sebagainya. Disisi lain, kebutuhan yang bergeser seperti kuota internet dan gawai yang meningkat dapat terbantu dengan adanya insentif.
- Pemberian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0% (ditanggung 100% oleh pemerintah). Kebijakan ini dilakukan pada tiga bulan pertama pada pembelian mobil baru di bawah 1.500 cc. Diikuti dengan diskon yang diberikan sebesar 70 persen, dan tiga bulan terakhir sebesar 50 persen. Melalui kebijakan ini, menarik dan meningkatkan kembali daya beli masyarakat akan mobil yang merupakan kebutuhan tersier. Seperti diketahui, masyarakat Indonesia memiliki pola konsumtif akan kendaraan yang lumayan tinggi pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga gagasan insentif ini mampu memulihkan kembali perputaran ekonomi khususnya dalam pembelian kendaraan mobil.
Pemulihan ekonomi yang dilakukan melalui insentif pajak juga membangkitkan pelaku ekonomi untuk tetap berjalan dalam situasi pandemi ini, yang dilakukan melalui
- Pengurangan PPh badan pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan. Kebijakan ini mendukung perusahaan maupun aktivitas usaha tertentu yang terdampak pembatasan dan penutupan kegiatan agar dapat tetap bertahan hidup sehingga tidak memberikan efek negatif yang berkelanjutan bagi karyawan dan kondisi perekonomian negara. Bayangkan jika mereka tetap diminta membayar pajak maka mereka akan mengalami lebih besar pasak daripada tiang yang akan berefek pada pengurangan karyawan dan menghambat daya beli masyarakat kembali.
- Pengurangan PPh pasal 22 mengenai impor. Pemerintah memberikan pembebasan pembayaran pajak sebagai insentif yang mendukung pelaku pasar impor untuk tetap berjalan. Kebijakan pembatasan antar negara yang menghambat kegiatan usaha mereka (distribusi barang) terdorong dengan adanya insentif ini, pelaku usaha impor dapat termotivasi dan bertahan untuk terus bergerak maju.
- Pemberian subsidi sosial dan tanggungan pajak UMKM oleh pemerintah. Yustinus dalam Niaga Asia mengatakan kontribusi sektor UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai 60% atau sekitar Rp8.900 triliun. Bahkan, 90% perekonomian Indonesia didukung oleh UMKM dan tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM juga sangat besar. Pada kebijakan ini, pemerintah memberikan timbal balik positif kepada kontribusi UMKM selama ini yang membantu UMKM berpenghasilan minim dan terdampak karena terkait dengan sektor pariwisata (sempat terhenti dan tidak produktif) untuk termotivasi bangkit kembali. Dengan insentif pajak, aliran pengeluaran pajak menjadi tidak ada, sehingga dapat mendorong UMKM untuk lebih berkembang dan mempertahankan kelangsungan hidup usahanya melalui berbagai alternatif, seperti mengalihkan penjualan secara online, dan menggunakan modalnya untuk lebih pemasaran produknya di masa pandemi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H