Mohon tunggu...
Cut Marliana
Cut Marliana Mohon Tunggu... -

Nafsu mengatakan perempuan itu cantik atas dasar rupanya. Akal mengatakan perempuan itu cantik atas dasar ilmu dan kepintarannya. Dan hati mengatakan perempuan itu cantik atas dasar akhlaknya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Siapkah Indonesia Hadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015?

2 September 2014   21:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:48 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14094740431010884749

[caption id="attachment_356486" align="aligncenter" width="491" caption="Daya Saing Industri Manufaktur Masih Rendah - FOTO ANTARA/Puspa Perwitasari"][/caption]

Pada akhir tahun 2015 mendatang, wacana Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan direalisasikan, dimana negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN termasuk Indonesia akan melebur dan bersama-sama memasuki era baru dalam bidang perekonomian khususnya perdagangan di area pasar bebas dalam bentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Jauh sebelum wacana Masyarakat Ekonomi Eropa (MEA) ini di publikasikan dan diimplementasikan, telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 97/M-IND/PER/8/2010 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing bernilai tinggi dari hasil industri unggulan daerah tersebut.

Sebagai salah satu provinsi yang dikenal dengan dengan sektor industri paling maju di Kawasan Indonesia Timur (KIT), secara otomatis Sulawesi Selatan telah menjadi tolok ukur pertumbuhan industri daerah dan menjadi pendorong bagi daerah sekitarnya dan daerah-daerah lain yang masih tertinggal. Jika industri yang berbasis potensi unggulan tidak dapat ditingkatkan, maka pada saat pelaksanaan MEA diakhir tahun 2015 mendatang, komoditi unggulan Sulawesi Selatan yang di ekspor akan lebih banyak dalam bentuk mentah dan minim nilai tambah, sehingga kesiapan Sulawesi Selatan secara umum baik pemerintah setempat, swasta dan stakeholder terkait lainnya sangat diperlukan dalam menyongsong berlakunya MEA 2015 agar dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan perekonomian Sulawesi Selatan khususnya dan tingkat nasional pada umumnya.

Terkait dengan kesiapan Industri Manufaktur Provinsi Sulawesi Selatan dalam menghadapi MEA pada akhir tahun 2015 mendatang, sudah selayaknya jika Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wilayah dengan kekayaan alam yang melimpah ruah dan di jadikan tolok ukur di Kawasan Timur Indonesia (KTI) ini terus berupaya mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menyambut MEA 2015, yang misalnya dapat dilakukan dengan cara mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengupayakan interkoneksi antar wilayah dan meningkatkan kualitas pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan aksesibilitas dan interkoneksi barang dan Sumber Daya Manusia (SDM) nya.

Salah satu langkah nyata yang telah dilakukan diantaranya proyek ground breaking yaituproyek kereta api Trans Sulawesi di Desa Siawu, Kabupaten Barru, Sulawesi selatan yang telah diresmikan pada tanggal 12 Agustus 2014. Proyek tersebut merupakan pembangunan tahap pertama KA Trans Sulawesi (Makasar - Pangep - Barru - Parepare) sepanjang sekitar 145 km dengan kebutuhan lahan sekitar 726,4 ha dan target pengerjaan konstruksi selama kurang lebih 4 tahun. Proyek tahap pertama dengan anggaran sekitar Rp. 9,65 triliun antara lain untuk keperluan pembebasan lahan (Rp. 800 Milyar - 1 Triliun) dan sisanya untuk pembangunan infrastruktur (trase kereta api, pengerjaan 9 jembatan, pengerjaan signal dan marka kereta api, serta pembangunan stasiun serta depo).

Berdasarkan pada keterangan dari Kepala Biro Perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan, Hadi Bassalama, bahwa di masa yang akan datang, sektor pertambangan, sektor pertanian (kehutanan dan perkebunan) dan perikanan akan di dorong ke sektor industri untuk meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu komoditi yang berhasil di kembangkan adalah komoditas kakao yang telah mendorong tumbuhnya industri pengolahan kakao setengah jadi menjadi produk kakao powder dan kakao butter. Namun sayangnya hingga saat ini industri tersebut lebih banyak berada di daerah-daerah Jawa. Pada kondisi seperti ini tentunya sangat diperlukan political will dari pemerintah pusat untuk mendorong terciptanya iklim yang kondusif sehingga dapat menarik investasi ke wilayah timur sebagai upaya bersama dalam menyambut MEA 2015.

Mengingat pentingnya peran serta swasta dalam meningkatkan daya tahan industri dan agar program yang sudah dicanangkan sejak beberapa tahun yang lalu dapat berjalan secara realistis dan terukur dengan parameter yang jelas, maka melalui program Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang diperbaharui (re-branding) menjadi Kawasan ekonomi Khusus (KEK), Pemprov Sulawesi Selatan juga menuntut kalangan ekonomi swasta untuk merealisasikan rencana investasinya sebagaimana tercantum dalam KAPET dan KEK.

Permasalahan utama perekonomian di Sulawesi selatan dan Indonesia pada umumnya adalah mahalnya biaya logistik seperti yang tercermin dari rendahnya ranking Logistic Performance Index (LPI) Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Contohnya dapat dilihat dari harga logistik tujuan dari Makassar - Jakarta yang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan tujuan Jakarta - Tiongkok. Biaya angkut 1 kontainer dari Tiongkok - Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta saja hanya US$590, sementara biaya angkut dari Tanjung Priok - Makassar malahan mencapai US$600

Jika dicermati, dengan jumlah penduduk dan PDB terbesar di ASEAN, sebenarnya Indonesia berpeluang besar untuk dapat menguasai dan eksis di pasar MEA 2015 mendatang. Bahkan menurut data World Bank, PDB Indonesia tahun 2013 mencapai US$868,3 Milyar atau 30% dari PDB seluruh negara-negara di ASEAN. Jumlah penduduk Indonesia sendiri sebenarnya berpeluang untuk dimanfaatkan dalam mendorong meningkatnya penggunaan produk-produk dalam negeri, sehingga industri manufaktur dalam negeri akan tumbuh lebih cepat dan stabil. Penggunaan produk dalam negeri tersebut tidak hanya kan mendorong industri skala besar dan menengah tetapi juga akan memacu pertumbuhan IndustriKecil Menengah (IKM), tetapi tentunya semua tidak akan terwujud jika tidak didukung dengan peningkatan intermediasi pihak per-bank-an sebagai yang berkompetensi dibidang finansial terhadap sektor IKM.

Tentunya, sektor industri tidak hanya menjadi ujung tombak bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan saja, tetapi juga sebagai sarana pemerataan ekonomi ke sentra-sentra produksi berbasis agro, kehutanan, perikanan kelautan dan pertambangan. Berdasarkan pada data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan, pada 2012 sektor industri Sulawesi selatan tumbuh cukup tinggi, namun pada 2013 pertumbuhannya mengalami penurunan karena terpengaruh dengan perlambatan ekonomi nasional.

Sementara itu, menurut data BPS pertumbuhan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) Sulawesi Selatan pada 2012 sebesar 7,93% pada 2013 turun menjadi 6,87% dan pada triwulan - I tahun 2014 q-to-q pertumbuhan IBS -0,54% dan y-on-y hanya naik sebesar 0,58%. Namun demikian, ekspor sektor industri sulawesi Selatan dalam 2 (dua) tahun terakhir terlihat masih relatif tinggi, dibandingkan sektor pertanian dan pertambangan.

Kinerja Ekspor Provinsi Sulawesi Selatan

NO

SEKTOR

VOLUME

(Ribu Ton)

NILAI

(Juta US$)

2012

2013

2014*

2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun