Setiap tahun, ketika bulan Ramadan mendekati akhirnya, masyarakat Indonesia mempersiapkan diri untuk merayakan salah satu momen paling penting dalam agama Islam: Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran.
Lebaran tidak hanya sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga merupakan momen yang sangat berarti secara sosial dan budaya di Indonesia. Salah satu tradisi yang melekat kuat dalam masyarakat Indonesia adalah mudik, yaitu perjalanan pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga saat libur Lebaran.
MUDIK
Tradisi mudik ini tidak hanya sekadar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga memiliki makna yang sangat mendalam. Bagi banyak orang, mudik adalah saat yang dinantikan sepanjang tahun, di mana mereka bisa bersatu kembali dengan keluarga dan sanak saudara yang mungkin telah terpisah jauh selama beberapa waktu.
Ini adalah waktu di mana ikatan keluarga dan kebersamaan diutamakan, dan di mana nilai-nilai seperti kesetiaan, pengampunan, dan kasih sayang menjadi pusat perhatian.Â
Begitu juga dengan pengalaman saya yang tidak melewatkan momen tahunan menarik ini, saya akan berbagi cerita sedikit mengenai perjalanan dan pengalaman saya dan keluarga ke kampung halaman rumah nenek yang ada di Banyusoco, Gunung Kidul, DIY.
Pernah mendengar kabupaten Gunung Kidul sebelumnya? Jika sudah, apa yang terlintas pertama kali saat mendengarnya? Mungkin kata pelosok, jauh, hutan dan berbagai kata lainnya.
Dan memang itulah kenyataannya, ketika akan menuju rumah nenek kami melewati berbagai hutan pohon jati yang tersusun dengan rapi sehingga terlihat seperti garis lurus. Setelahnya kami menuruni gunung yang menghilangkan sinyal untuk kami dapat menggunakan internet, namun dibalik itu semua, sudah terasa pula suasana desa yang menyambut kami dengan baik dan penuh kasih sayang.
Kami sampai di rumah nenek pada hari ke 3 sebelum lebaran. Di rumah nenek juga ada keluarga kakak dari ayah saya yang memang tinggal di sana untuk menjaga nenek. Menikmati buka puasa bersama, shalat tarawih di masjid, dan membaca Al-Qur'an pun dapat kami lakukan bersama-sama di kampung halaman.
TAKBIRAN
Takbiran adalah salah satu tradisi yang sangat istimewa dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran di Indonesia. Tradisi ini dilakukan sebagai bagian dari rangkaian perayaan akhir Ramadhan dan kedatangan Idul Fitri. Takbiran biasanya dilakukan pada malam terakhir bulan Ramadhan atau malam sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Selama Takbiran, umat Islam berkumpul di masjid-masjid, lapangan terbuka, atau bahkan di jalanan untuk bersama-sama melantunkan takbir, yaitu ucapan "Allahu Akbar" yang artinya "Allah Maha Besar". Takbir ini dilantunkan dengan penuh khidmat dan kegembiraan sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.
Tradisi Takbiran di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri. Banyak daerah yang mengadakan kegiatan Takbir keliling, di mana para jamaah masjid atau masyarakat secara berkelompok berjalan-jalan mengelilingi kampung atau kota sambil melantunkan takbir. Takbiran keliling ini seringkali diiringi dengan bedug atau musik tradisional yang menambah meriah suasana.
Begitu pula yang terjadi di setiap tahunnya di rumah nenek, namun ada yang dibuat sedikit berbeda pada tahun ini yaitu pada peserta yang mengikuti takbir keliling ini. Pada tahun sebelumnya yang mengikuti hanyalah anak-anak, dan tahun ini diikuti pula oleh para orang tua serta para perantau yang sudah datang. Takbiran tahun ini dibuat berbeda karena tradisi ini dilombakan agar menarik minat para orang tua dan memeriahkan tradisi takbiran ini.
Takbiran merupakan momen yang sangat berkesan bagi umat Islam di Indonesia. Tradisi ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada Allah SWT, tetapi juga sebagai wujud kebersamaan dan kegembiraan dalam menyambut kedatangan Hari Raya Idul Fitri. Melalui Takbiran, umat Islam dapat merasakan kehangatan persaudaraan dan kebersamaan dalam beribadah dan merayakan keagamaan secara bersama-sama.
Selama menjalani libur Lebaran di kampung halaman, rumah-rumah sekitar dipenuhi dengan aroma masakan khas Lebaran yang menggugah selera. Hidangan khas Lebaran menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang. Ketupat, opor ayam, rendang, serta berbagai macam kue-kue kering menjadi menu wajib di setiap rumah. Rasa lezat dan aroma khas rempah membuat hidangan Lebaran selalu dinanti-nantikan.
HARI RAYA IDUL FITRI
Pada hari pertama merayakan Idul Fitri, kami berangkat bersama menuju ke masjid yang hanya ada satu-satunya di desa pelosok kampung halaman rumah nenek. Kami menunaikan ibadah shalat Idul Fitri dengan tenang dan khidmat tanpa terdistraksi oleh kegiatan apapun.
Kemudian, tradisi selanjutnya yaitu salam-salaman di masjid yang merupakan bagian penting dari perayaan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia tak terkecuali di Gunung Kidul ini. Tradisi ini dilakukan setelah selesai melaksanakan shalat Idul Fitri sebagai bentuk ucapan selamat Idul Fitri dan maaf-maafan antar umat Islam yang hadir di masjid.
Setelah selesai melaksanakan shalat Idul Fitri, umat Islam yang hadir di masjid akan membentuk barisan untuk saling memberikan salam-salaman. Ini dilakukan sebagai ungkapan kebahagiaan dan kerukunan umat Islam dalam merayakan kemenangan setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh.
Saat saling bersalaman, umat Islam akan mengucapkan selamat Idul Fitri dengan menggunakan kata-kata yang penuh dengan kegembiraan dan harapan. Ucapan seperti "Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin" menjadi ungkapan yang umum digunakan dalam tradisi ini.
Selain memberikan ucapan selamat Idul Fitri, tradisi salam-salaman juga merupakan waktu yang tepat untuk saling memaafkan antar umat Islam. Ini adalah momen yang sangat penting dalam mempererat hubungan antar sesama dan membersihkan hati dari segala kesalahan dan kesalahan yang telah terjadi selama setahun terakhir.
Tradisi salam-salaman di masjid menciptakan atmosfer kerukunan dan kebersamaan di antara umat Islam. Ini adalah momen yang sangat meriah di mana semua orang, tanpa memandang perbedaan sosial atau ekonomi, berkumpul untuk merayakan kebersamaan dalam beragama.
Setelah selesai dengan tradisi di masjid, di rumah nenek kami mengadakan open house, yang mana hal tersebut diadakan pada setiap rumah yang dikategorikan sebagai sesepuh desa. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa persaudaraan, kebersamaan, dan saling menguatkan hubungan sosial antar anggota masyarakat.
Banyak saudara dan tetangga yang datang berkunjung ke rumah nenek kami, lengkap dengan tradisi memberi angpau/thr bagi anak-anak kecil. Seketika suasana yang terjadi pada momentum ini dipenuhi dengan suara canda tawa, orang-orang yang saling bertukar cerita, berbagi pengalaman, dan saling menguatkan satu sama lain dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Setelah rumah nenek kami sepi oleh para saudara yang datang, tiba giliran kami yang berkunjung ke rumah sesepuh yang lain. Disana kami disuguhi dengan berbagai macam jajanan lebaran dan hidangan khusus yang selalu ada setiap tahunnya, yaitu bakso. Hampir semua keluarga kami menyukai hidangan tersebut selain rasanya yang dibilang enak, dibuatnya pun secara homemade alias dibuat sendiri.
Libur Lebaran di kampung halaman adalah waktu yang istimewa bagi setiap orang. Selain menjadi momen berkumpul dengan keluarga, juga merupakan waktu untuk merayakan keberagaman budaya dan tradisi yang ada di Indonesia.
Semoga tradisi libur Lebaran di kampung halaman terus terjaga dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti yang dikatakan ayah, "lebaran ga akan menarik kalo ga pulang kerumah si mbah". Dan kami sekeluarga pun menyetujuinya. Â
Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H