Mohon tunggu...
Cut Kharisa Maharani
Cut Kharisa Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030083 Ilmu Komunikasi - UIN Sunan Kalijaga

Perempuan yang berjuang melawan dirinya sendiri untuk terus maju menjadi versi yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Antara Hidup dan Mati Para Penyintas: Society of Snow

1 Maret 2024   07:39 Diperbarui: 1 Maret 2024   07:48 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk bersantai ria menghabiskan waktu dengan tenang, salah satunya dengan menonton film. Menurut saya, menonton film adalah kegiatan mencari ilmu yang tidak langsung, karena banyak pelajaran yang harus kita pahami terlebih dahulu baru bisa kita ambil dan serap hikmahnya dari film tersebut.Contohnya adalah film yang baru tadi malam saya selesaikan, Society Of Snow. Film ini sepertinya wajib masuk ke dalam  movie-list seumur hidup sekali kamu. Selain filmnya yang epik, kamu juga akan dibuat merasakan sensasi menengangkan bercampur terharu yang akan menyayat hati.

Cerita singkat tentang film society of snow

Film yang diangkat dari kisah nyata dan kemudian diadaptasi dari novel berjudul "La Sociedad de la Nieve" ini, rilis pertama kali pada tahun 2023. Film yang menceritakan kisah tentang antara hidup dan mati para tim rugbi asal Uruguay, Old Christians Club yang akan melawan tim rugbi asal Inggris, dan Old Boys Club di Chili pada Oktober 1972.

Pada awal mulanya, diceritakan Presiden klub Old Christians Club menyewa pesawat militer Angkatan Udara yang menjadi transportasi dari Montevideo, Uruguay menuju Santiago, Chili dengan nomor penerbangan 571. Akan tetapi, saat melewati pegunungan Andes terjadi suatu insiden fatal yang menyebabkan kecelakaan hingga pesawat jatuh di tengah-tengah pegunungan bersalju tersebut.

Hebatnya sang sutradara, J.A Bayona tidak terlepas dari penggambaran pada saat pesawat jatuh dan terkena ujung tebing yang membuat ekor pesawat terbelah dengan awaknya. Visual efek yang ditampilkan juga tidak kalah menariknya, karena membuat film tersebut seolah-olah seperti sebuah film dokumenter.

Traumatis para penyintas

Pesawat tersebut berisi 45 orang termasuk tim rugbi beserta dengan keluarganya dan kru pesawat. Dari 45 orang, hanya 33 orang yang selamat sementara sisanya terpental dan tidak selamat ketika pesawat menyetuh permukaan darat dengan keras. Kondisi Pegunungan Andes kala itu dipenuhi dengan salju dan hawa yang sangat dingin. Para penumpang yang selamat banyak yang trauma dan tidak dapat menghadapi situasi seperti ini.

edition.cnn.com
edition.cnn.com
Dengan berbagai macam cara, mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dimulai dari menyusun barang-barang untuk membentuk kata "SOS" (tolong) hingga mencoba menanjaki gunung yang tertutupi salju tersebut. Ketika semua cara dan usaha telah dilakukan, namun masih belum menemukan jalan keluarnya, para penyintas tetap harus bertahan hidup dengan persediaan yang serba terbatas. Hari demi hari telah dilewati dengan stok makanan, pakaian tebal yang menghangatkan tubuh, hingga alat medis yang semakin menipis membuat kondisi fisik mereka tidak mumpuni.

Memakan mayat untuk tetap hidup

Seiring berjalannya cerita, rintangan demi rintangan hadir dan ditaklukan meski kehilangan lebih banyak. Mereka tetap membagi persediaan secara merata dengan memperkirakan kebutuhan masing-masing individu. Hingga pada keadaan dimana para mayat telah dikumpulkan dan ditempatkan pada satu titik, kemudian salah satu dari penyintas mengatakan telah siap untuk memakan mayat untuk hidup.

Ketika situasi tersebut, banyak pergolakan dan gejolak timbul baik dari diri sendiri dan antara penyintas lain yang menimbulkan perselisihan. Banyak dari mereka yang tidak tega untuk memakan daging para teman hingga keluarga mereka sendiri, namun apa daya agar selamat dari kondisi alam yang ekstrem, diperlukan suatu tindakan agar selamat dari keadaan tersebut.  

Selama 72 hari berada di Pegunungan Andes yang kondisi alamnya tidak ramah dengan manusia, hanya 16 orang yang selamat meski dengan kondisi yang memprihatinkan. Mereka selamat karena dua dari penyintas mengajukan diri dengan menyebrangi gunung hingga ke permukiman masyarakat setempat dan meminta pertolongan.

Narator film yang menjiwai


Pada film ini terdapat banyak karakter yang diperkenalkan penonton. Gaya film ini menggunakan narator untuk menceritakan runtutan kisah dari awal hingga berakhirnya film. Salah satu karakter bernama Numa Turcatti (Enzo Vorgincic) menjadi narator sekaligus pemeran utama dalam film ini. Ia kerap kali disorot dan muncul hampir setengah film berlangsung.
Narasi dan berbagai kalimat yang diucapkan oleh Numa membuat penonton ikut merasakan pengalaman yang dihadapi oleh para penyintas. Penggunaan bahasa yang indah namun nahas yang dipenuhi kesedihan yang penyampaiannya serasa ada harapan untuk bisa kembali. Selain narasi yang disampaikan, dialog antar tokoh juga tidak terkesan kaku dan mengalir layaknya bercakap dengan teman.

Film ini memberikan pandangan baru pada saya dan penonton yang lain bahwa harus tetap bersatu dalam kondisi diatas dan dibawah. Kerja sama dan komunikasi menjadi hal yang krusial dalam membuat sebuah keputusan. Memastikan semua pihak dilibatkan dan tidak ada yang tertinggal (no one left behind) menjadi esensi film yang mengikatkan individu yang berbeda pada situasi yang sama. Terakhir, keluarga tidak hanya berasal dari darah, akan tetapi bisa hadir karena telah melalui berbagai rintangan yang sama.

Ending film yang menyajikan momen penting tentu membuat penonton bergetar dan menangis terharu. Pada akhir kredit film, ditampilkan foto-foto asli sebelum hingga setelah kejadian berlangsung yang diambil dari berbagai sumber, mulai dari kamera pribadi salah satu penyintas hingga foto dari media lokal yang diambil dari helikopter.

Dikutip dari kumparan.com, bahwa Society of the Snow memenangkan berbagai penghargaan, Best Visual Effects dan Best Makeup and Hairstyling pada 36th European Film Award. Selain itu, masuk pada nominasi pada kategori Best Film Not in the English Language pada 77th British Academy Film Awards (BAFTA); nominasi Foreign Language Film dan Composer pada 29th Critics' Choice Awards; dan nominasi Best International Feature Film dan Best Makeup and Hairstyling pada 96th Academy Awards.

Tunggu apalagi? Segera cari dan temukan filmya di netflix untuk merasakan sensasi menegangkan tersendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun