Ada beberapa hal yang menjadi sorotan pada pertemuan antara Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf dengan Asosiasi Investor China di bandara Kuala Namu pada tanggal 30 Agustus 2016 lalu. Fakta yang ada, pertemuan singkat ini dikarenakan Wagub Aceh akan menuju Jakarta untuk urusan kedinasan. Namun, di sisi lain banyak pertanyaan bermunculan menyoroti pertemuan ini.
Diketahui bahwa pertemuan ini difasilitasi oleh Konsulat Jenderal Republik Rakyat China di Medan dan Wen Rimba Raya. Kemudian, apakah tepat jika kedua fasilitator tersebut mengagendakan pertemuan seorang pejabat daerah dan tamu asing dengan waktu yang tidak tepat? Ditambah lagi, tempat pertemuan berada di bandara yang merupakan tempat umum. Apakah ini strategi pihak tertentu supaya pertemuan ini tidak terkesan direncanakan?
David San selaku Sekretaris Asosiasi Investor China, menyampaikan komitmen dan antusiasnya untuk berinvestasi di Aceh. Tidak tanggung-tanggung, ada 18 perusahaan yang siap berinvenstasi, diantaranya bergerak di bidang perikanan, konstruksi, jembatan, jalan, perbankan, alat berat, pembangkit listrik dan pertambangan timah.
Ekonom dari Indonesia for Development of Economic and Financial (Indef), Ahmad Heri Firdaus sebelumnya pernah menyinggung gencarnya kerja sama Indonesia dengan China. Menurut Heri, pemerintah harus waspada dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan China. Pasalnya, China merupakan partner agresif di Asia Pasifik. Mereka mencari kerjasama dengan negara yang kepemilikan uangnya terbatas.Â
Aceh yang notabennya mendapat otonomi khusus dari pemerintah pusat terkait kekuasaan dan pengelolaan dalam beberapa bidang termasuk ekonomi, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah. Namun demikian, sebenarnya masih banyak negara-negara sahabat yang maju dalam segi teknologi untuk menunjang dalam pemanfaatan sumber daya yang ada.
Kenapa harus China? Apakah karena China merupakan kekuatan ekonomi terbesar di Asia? Apakah ini cara China membuka peluang penduduknya untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia?
Kenyataan sekarang ini, tidak hanya investor kaya asal China saja yang menguasai sebagian besar perusahaan di Indonesia. Akan tetapi jumlah penduduk China yang sangat besar, membuat para Taipan China ini berusaha membujuk pemerintah untuk mendatangkan Tenaga Kerja Asing asal China sebanyak-banyaknya. Ini akan menjadi ancaman besar bagi Indonesia untuk kedepannya, termasuk daerah Aceh.
Ada indikasi lain kerja sama China dan Aceh yang diwakili oleh Muzakir Manaf digunakan senjata untuk menarik simpati masyarakat Aceh dalam Pilkada 2017. Selain itu, tidak menutup kemungkinan akan adanya aliran dana dari para investor asing disalah gunakan dalam perjuangan mantan tokoh GAM ini menjadi orang nomor 1 di Aceh. Benar atau tidak, masyarakat Aceh semoga bisa berpikir jernih dan selalu berpandangan kedepan menghadapi beragam permasalahan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H