Mohon tunggu...
Custos Logos
Custos Logos Mohon Tunggu... Lainnya - Firmantaqur

Menolak tua, penikmat kopi, dan penumpang setia kereta api ...

Selanjutnya

Tutup

Roman

Pada Nisan Ibu

11 Desember 2024   06:53 Diperbarui: 10 Desember 2024   21:01 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

IBU, anak keduaku telah lahir. Kegembiraanku begitu meluap, seolah ini adalah pengalaman pertama. Rasanya ingin segera menyampaikan kabar bahagia ini padamu, Ibu.

Anakku yang pertama kini tumbuh semakin besar. Celoteh dan pertanyaannya sering tak mampu kutandingi. Rasa ingin tahunya tak ada habisnya, amarahnya berkobar saat keinginannya tak terpenuhi. Ah, Ibu, mungkin kau akan tersenyum melihat tingkahnya yang menggemaskan itu.

Masih kuingat, empat tahun lalu, ketika istriku mengabarkan kehamilan pertama kami. Aku berlari menemuimu, membawa kabar gembira di tengah derita sakit yang kau tanggung bertahun-tahun. Meski lelah, kau tetap menunjukkan binar di matamu dan ketulusan senyumanmu.

Namun kini, Ibu, aku tak tahu kepada siapa harus mengabarkan sukacita ini. Tak sanggup rasanya hanya menyampaikannya pada nisanmu. Aku ingin berbagi langsung denganmu, meski aku tahu keinginan ini tak mungkin terwujud. Maka, Ibu, datanglah malam ini, izinkan aku meluapkan bahagia ini kepadamu, walau hanya dalam mimpi.

Aku rindu, Ibu. Rindu melihatmu di teras rumah, di atas kursi roda, menyambut kepulanganku dengan senyuman penuh kasih. Selustra berlalu sejak kepergianmu, Ibu. Aku terjerat rindu, rindu pada teguranmu saat aku terbuai dalam alpa, rindu pada nasihatmu yang setia menuntunku di tengah khilaf. Ingin rasanya memelukmu lagi, menyelimuti tubuhmu saat dingin menggigit di malam-malam itu.

Sungguh, saat kau masih menjagaku, betapa berarti hadirmu, ibu.  Kini, saat tubuh yang rapuh itu pergi dan takkan pernah kembali, sungguh betapa berharganya masa itu, ibu.

Ibu, sedang apa di sana? Hadirlah dalam mimpi tidurku yang tak pernah lelap sejak kepergianmu.  Dalam mimpi hanya ingin kusampaikan maaf, dari anakmu yang tak istimewa ini, yang selalu mengecewakanmu dan tak pernah mampu membuatmu bangga.  

Lihatlah, Ibu. anakku, cucumu, yang tengah tertidur lelap. Menatap senyumnya, tergerak tekad untuk menjaga senyum itu di setiap saat. Ketika ia menangis, kutemani dengan segenap dayaku, berharap tangis itu segera berganti ceria. Maafkan aku, Ibu.

Pabuaran, 2013

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun