Perempuan menyulam malam dalam diam
Tak ada teman, tak ada kawan perbincangan
Di antara temaram coba menambat damai yang begitu pekat.
Ia jatuh hati pada rembulan karena mentari acap tak memahami pinta diri tuk' menepi
Maka berjalanlah sendirian sang perempuan
Menerjang debu dalam bisu, menahan rindu yang membelenggu.
Bergegas ia pulang
Namun, matanya tak bisa dipejam
Peraduan hanya meninabobokan kegelisahan.
Perempuan masih terjaga, mengiba sang Esa
Merangkul, menepuk, memberi tenang meresap
Berharap raja semesta menjawab setiap rapalan dengan bisik teduh memayungi jiwanya yang senyap.
Maka dihamparkanlah sejadah hingga kain itu basah
Bukan meratap, hanya pasrah berserah memupuk harap
Tak jua mengutuk diri, sekedar berjuang menguatkan hati.
Maka bermunajatlah ia hingga semesta mendengar segalanya
Bukan kisah susah tak jua roman picisan
Ini soal hati yang sedang berjuang melawan bimbang.
Mengatup doa, ia harus bersegera, karena esok harus tampak baik-baik saja
Bergegas sang perempuan berkaca demi pribadi yang bahagia dibalik sukma yang terkekang lara
Bertahan berwajah canda, menguatkan diri tak ingin diempas sang luka.
Ia terlunta, namun tak kecewa, meski kadang angkara atas pilihannya
Oi, ia yang nelangsa berbalut ceria yang direka
Bukan berpura, namun sedang berjuang meyakinkan pilihan.
Tjiandzoer, 10122020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H