Mohon tunggu...
Hari Cemani
Hari Cemani Mohon Tunggu... -

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ketika Para Jenderal Belum Keblinger Kekuasaan

23 Juni 2014   22:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribut-ribut antar para purnawirawan jendral menjelang pilpres kali ini mungkin adalah salah satu fenomena baru dalam konstelasi perpolitikan di negara kita tercinta Indonesia. Banyak masyarakat yang prihatin dengan situasi ini karena menimbang walaupun status mereka adalah pensiunan, tetap saja sebagai mantan garda terdepan pertahanan negara mereka tetap harus memberi panutan tentang arti kekompakan hidup berbangsa.

Barangkali situasi saat ini bisa jadi amat berbeda dari perspektif penulis yang sering mendengar bagaimana kisah-kisah unik dan kadang menggelitik dari ulah usil para jendral ketika mereka masih mengeyam pendidikan di akademi militer. Muda dan naif hidup bersama di bawah satu barak yang sama beberapa tahun silam. Untuk alasan privasi, penulis tidak akan mencantumkan nama-nama mereka agar tidak timbul salah sangka dan praduga yang macam-macam. Kalaupun terdapat ketidaksesuaian data yang mendetail harap dimaklumi karena penulis hanya mendengar dari pelaku kedua. Silahkan dibaca saja potongan-potongan kisah berikut ini semoga para kompasioner terhibur.

Obyek Kebo

Survival adalah salah satu pelajaran penting yang sering diajarkan dalam kemiliteran . Hal ini bisa dipahami karena ketika prajurit diturunkan ke dalam medan pertempuran – khususnya ke dalam hutan – mereka ditekankan untuk tidak boleh kehilangan orientasi arah dan tujuan agar sadar posisi yang mana garis pertahanan musuh dan yang mana wilayah aman untuk melakukan konsolidasi serangan. Itu sebabnya para taruna dikelompokkan dalam regu-regu lalu dibekali kompas untuk membaca peta untuk menentukan posisi mereka. Patokan dalam pelatihan membaca peta biasanya dengan menetukan satu titik obyek statis yang mudah diidentifikasi agar tidak tersesat, yang paling gampang dijadikan patokan biasanya adalah bukit atau pohon besar. Tapi entah apa yang ada dalam benak taruna ketika mereka bosan berlatih atau karena entah apa, mereka “berimprovisasi” dengan menentukan satu obyek patokannya bukan benda mati melainkan benda hidup yaitu seekor kerbau! Bisa dibayangkan obyek yang selalu bergerak dijadikan patokan tentu akan mengacaukan rute dan mengacaukan orientasi kelompok dalam menentukan posisi. Atas kejahilannya sendiri, tentu saja satu regu menjadi tersesat dan terlambat bergabung di satu titik kumpul yang telah ditentukan oleh pelatih regu. Kalau sudah begini, hukuman sudah pasti menanti di barak berupa lari keliling lapangan dengan seragam tempur komplit, ransel puluhan kilo di punggung dan senjata ditenteng di dada.

Sepato Bot

Yang namanya tinggal dalam satu barak sudahlah pasti tentu ada beragam karakter karena para taruna datang dari berbagai macam daerah dan latar belakang keluarga yang bermacam-macam. Dan yang paling sering “dibully” biasanya adalah taruna yang belagu dan paling merasa hebat sendiri. Hidup dalam dunia kemiliteran berarti adalah selalu mengedepankan kedisiplinan baik dalam tingkah laku dan kebiasaan sehari-hari. Itu sebabnya yang namanya inspeksi mendadak selalu diutamakan untuk menguji kesiapan prajurit sewaktu-waktu. Tapi yang namanya jiwa corsa juga menuntut kekompakan satu kesatuan untuk tidak menjilat pantat atasan. Jadi jangan harap jadi taruna yang suka mencari muka di hadapan komandan, karena prajurit yang seperti ini biasanya akan “dikerjain” teman-teman sebaraknya ketika ada inspeksi mendadak. Di saat komandan memeriksa kerapian barak, si taruna yang seperti ini pasti bakal kebingungan mencari-cari sepatu botnya. Dan dijamin dia pasti tidak akan bisa menemukan sepatunya karena ketika keeesokan paginya ada upacara bendera, dia baru sadar kalau botnya sudah dikerek oleh teman-teman sebaraknya ke ujung tiang bendera.

Gunungan Baju

Taruna yang paling pemalas justru biasanya adalah taruna yang datang dari keluarga kaya. Ini bisa dipahami karena semua pekerjaan sehari-hari biasanya sudah ditangani oleh pembantu rumah tangga. Tapi yang namanya hidup di dalam barak memang tidak ada yang namanya dispensasi. Semua taruna diperlakukan sama sampai pada masalah-masalah kecil seperti kerapian dalam lemari pakaiannya. Taruna yang hidupnya jorok biasanya paling malas melipat dan mengatur pakaiannya. Alih-alih melipat dengan rapi, setelah selesai dicuci dan dijemur, biasanya langsung dilempar begitu saja ke dalam lemari. Dan satu hal yang tidak pernah mereka perkirakan sebelumnya, ternyata komandan yang menginspeksi barak biasanya tidak hanya memeriksa kerapian seragam yang dikenakan para taruna, tapi mereka juga membuka-buka lemari. Pernah sekali peristiwa ada kejadian ketika seorang komandan yang marah besar ketika inspeksi membuka lemari, tiba-tiba saja gunungan pakaian yang bertumpuk-tumpuk tumpah-ruah berhamburan ke wajahnya.

Demikian Kompasioner, beberapa penggalan dari sekelumit kisah-kisah yang penulis jamin bukan cerita fiksi tapi benar-benar true story. Tidak ada maksud apa-apa selain hanya ingin berbagi cerita saja, salam…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun