Partai Komunis Indonesia (PKI) "dipatenkan" sebagai dalang dan pembunuhan 7 jenderal pada 1965. Dewan Jenderal menjadi "pemicu" melakukan upaya untuk menjatuhkan dan sekaligus merebut pemerintahan. Para perwira TNI, terutama Angkatan Darat yang berseberangan dengan PKI disingkirkan.
Pasca kejadian tersebut di atas, PKI dilarang. Bahkan di buru, disiksa, dibunuh bahkan ditahan tanpa pengadilan. PKI menjadi "momok" mengerikan, menjadi lambang kekejaman, dan kebrutalan pengkhianatan. Citra dan stigma negatif terhadap anak cucu PKI bahkan dipelihara sampai sekarang.
Bagi anda yang haus dan punya rasa penasaran mendalam dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, tampaknya buku ini dapat menjadi salah satu referensi, bahan bacaan dan menjadi tambahan informasi yang relevan untuk mewarnai sudut pandang kita terhadap peristiwa "berdarah" waktu itu.
Dalam halaman pengantar penerbit dijelaskan bahwa buku ini masyhur dengan sebutan "Cornell Paper", Â yang menganggap bahwa kudeta sebagai klik di lingkungan Angkatan Darat sendiri, dan PKI yang kesengsem hanya menjadi korban. Analisis awal Ben Anderson dan Ruth Mc Vey yg tersaji di buku ini menimbulkan kegemparan dan hangat diperbincangkan.
Buku ini terdiri dari 2 bagian. Pada bagian I penulisnya akan menguraikan tentang Kudeta 1 Oktober 1965 yang didalamnya juga membahas konspirasi, rencana, penyerbuan, pembunuhan sampai dengan membuat perhitungan dengan PKI.
Pada bagian II, Kemungkinan-kemungkinan Alternatif, para pembaca akan disuguhi pembahasan PKI bertindak mandiri untuk merebut kekuasaan sampai dengan gerakan tak terencana oleh presiden:muncul spontan atau orang lain?
Di halaman pengantar kita akan membaca ulasan analisis George McT. Kahin dan M. Imam Aziz. Dalam uraiannya Kahin menyebutkan bahwa kudeta 1 Oktober 1965 di Indonesia telah banyak dipublikasikan, namun banyak aspek penting dari peristiwa tersebut masih sangat kabur.
Sedangkan dalam pandangan M. Imam Aziz, bahwa perdebatan tentang Gerakan 30 September memiliki titik kontroversial, yaitu terletak pada peran dan keterlibatan dari 3 sumbu politik penting ketika itu: Sukarno, PKI dan TNI, khususnya AD.
Bagi Imam Aziz, ketiga blok politik ini memiliki satu tujuan: mengintai atau melestarikan dan memperbesar kekuasaan. Â Sayangnya, TNI AD tidak mendapat porsi kekuasaan yang bermakna meski menganggap dirinya juga mempunyai legitimasi politik yang cukup kuat melalui pengalaman perang-perang kemerdekaan.