Mohon tunggu...
Cupi Valhalla
Cupi Valhalla Mohon Tunggu... -

A traveling lover, An environmentalist, and An ordinary person who has many extraordinary passions. Having been learning the subject of the environmental safety and health at Technische Hogeschool te P.V.J

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lagi, Kamuflase Penjualan Daging "Haram" di Pasar!

2 Oktober 2010   10:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:47 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_276499" align="alignleft" width="302" caption="Gambar Ilustrasi*"][/caption] Lagi-lagi, masyarakat dibuat kesal, jengah, tertipu, dan marah dengan ulah sejumlah oknum penjual daging di pasar. Pasalnya, penjual daging ini telah menjajahkan daging yang jelas-jelas sangat dilarang dan diharamkan oleh umat Islam, apalagi kalau bukan daging Potamochoerus porcus alias daging Babi / Celeng. Kasus ini terjadi di Jambi, Sumatera bagian tengah. Informasi ini Penulis peroleh beberapa hari yang lalu dari keluarga Penulis, yang juga korban dari penipuan penjualan daging hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper tersebut. Kasus ini bukan sekali dua kali saja terjadi di pasar-pasar Jambi. Hal ini dikarenakan Jambi adalah salah satu provinsi di Indonesia yang masih banyak terdapat areal perhutanan, dimana fauna ini (Babi --- Red), hidup liar di dalam hutan-hutan Jambi. Bahkan, binatang yang aslinya berasal dari Eurasia ini, adalah musuh bagi masyarakat sekitar hutan. Sebab, binatang mammalia dan omnivora ini menjadi hama dan mengganggu areal perkebunan dan ladang penduduk sekitar. Tak jarang, kerugian dan gagal panen pun sering dirasakan oleh masyarakat yang bercocok tanam. Karena menjamurnya hewan yang ber-ordo Artiodactyla dan dari genus Suidae ini, maka sering diadakan "pembasmian" atau perburu-an untuk mengurangi populasinya. Banyak para pemburu, baik yang profesional maupun yang amatir melakukan aksinya, bahkan pemburu yang berasal dari luar kota pun banyak yang datang dan berburu di hutan-hutan Jambi. Ada pula komunitas pemburu yang melakukan aksinya dan bertanding mengasah kepiawaiannya dalam berburuh hewan yang suka berkubang di lumpur ini. Selain alasan berburu hewan ini karena hobi, mengasah kemampuan berburu, pertandingan, dan alasan pembasmian hama pertanian. Ada juga sekelompok orang yang berburu untuk diambil dagingnya dan menjualnya dengan cara "curang" dan "licik". Para oknum penjual daging inilah yang melakukan penipuan penjualah daging Babi dengan cara meng-kamuflase-kannya. Biasanya, cara yang mereka lakukan adalah dengan mencampurkan daging Sapi yang telah dipotong-potong dengan potongan daging Babi. Masyarakat atau konsumen akan sukar membedakan antara daging Sapi dan daging Babi ini, karena telah bercampur. Belum lagi si penjual daging ini sungguh cerdik, dia menggantungkan atau memajang daging Sapi glondongan di lapak atau tempatnya berjualan, sehingga konsumen menjadi percaya bahwa daging yang sudah dipotong-potong itu benar-benar daging sapi seperti yang tergantung dan dipajang oleh penjualnya. Dengan cara ini, maka para penjual daging ini meraup keuntungan yang sangat besar, dan mereka tidak peduli dengan korbannya. Padahal si pembeli atau konsumen yang membelinya mayoritas beragama Islam. Dan, jelas-jelas mengkonsumsi daging ini adalah haram hukumnya bagi umat Islam. Sungguh ini adalah perbuatan licik dan sangat keterlaluan dari sejumlah oknum penjual daging yang tidak bertanggung jawab. Beberapa tahun yang lalu, Keluarga Penulis juga pernah tertipu membeli daging "haram" ini. Pasalnya, waktu itu sedang ada parade pasar besar-besaran. Beragam barang-barang kebutuhan rumah tangga (sembako --- Red) serba murah meriah, termasuk harga daging. Akibatnya, kami memutuskan untuk membeli sejumlah daging ini dalam jumlah yang cukup banyak. Sesampainya di rumah, kami mengadakan pesta yakniku di rumah dengan senangnya. Namun, kesenangan itu seketika menggelegar bagai tersengat petir dan halilintar. Pasalnya, kami diberitahu tetangga, bahwa daging yang kami beli tersebut adalah campuran daging sapi dan daging babi. Betapa terkejutnya kami, akhirnya kami berusaha memuntahkan daging tersebut yang telah kami makan. Namun, apa daya, semuanya terlambat, daging yang sudah masuk ke dalam perut tidak bisa kami keluarkan lagi. Sedangkan sisa daging yang masih ada, akhirnya kami buang dan musnahkan. Kejadian ini sempat menghebohkan kompleks di perumahan kami. Ternyata banyak warga kompleks yang juga membeli daging "haram" ini. Beberapa keluarga mengutuk dan menyumpahi oknum penjual daging "haram" tersebut. Beberapa lagi hanya merasa kesal dan kecewa. Untungnya, si penjual daging ini berhasil diringkus dan digiring ke bui untuk mempertanggungjwabkan perbuatannya. Dan, ternyata kasus tersebut terjadi lagi baru-baru ini. Sekali lagi, sejumlah oknum penjual daging "haram" ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di jeruji besi. Untungnya, menurut informasi yang penulis dapatkan, si penjual daging ini tidak sampai mengalami amukan massa, karena pihak berwajib lebih dulu mengamankannya sebelum diadili massa di pasar tempatnya berjualan. Sepandai-pandainya bangkai yang disembunyikan, pasti akan tercium juga baunya. Sepandai pandainya oknum penjual daging "haram" ini melakukan aksinya, maka akan tercium juga perbuatan liciknya. Semoga kasus ini jangan sampai terjadi lagi dan bagi kita para konsumen (khususnya umat muslim --- Red) sebaiknya berhati-hati dan antisipasi terhadap apa yang kita beli, khususnya daging yang kita beli.[*CV] *Note : Sumber gambar ada di sini. ------------------------------------- Salam Waspada dan Antisipasi, [CV]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun