Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan jalur lalu lintas pelayaran internasional. Sumber daya hayati laut yang terkandung di dalamnya sangat potensial, baik untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia seluas 5,866 juta km2 (Gany, 2000)[1], sangat memungkinkan bila sektor ini diharapkan menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia di masa depan.
Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, Indonesia memiliki potensi sumber daya ikan yang sangat besar. Hasil penelitian Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP, 2001)[2] menunjukkan besarnya potensi sumber daya ikan (6,4 juta ton/tahun) juga disertai oleh tingkat pemanfaatan yang secara rata-rata sudah cukup tinggi (63,5%). Pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah perairan Indonesia lebih terkonsentrasi di wilayah perairan yang berbatasan dengan daerah-daerah yang padat penduduknya, seperti Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Bali dan Selat Makasar. Sedangkan daerah perairan lepas pantai dan hampir seluruh perairan ZEEI kecuali Laut Arafura, secara umum dapat dikatakan belum dimanfaatkan secara optimal (DirJen Perikanan, 1994a)[3].
Seiring berjalannya waktu, maka tentunya terjadi banyak perubahan dalam kondisi sumber daya perikanan dan kelautan tersebut, terutama terkait dengan maraknya praktek penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab yang dalam dunia internasional mendapat sebutan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU-Fishing). Lemahnya upaya penegakkan hukum di Indonesia mengakibatkan kasus-kasus pencurian ikan oleh nelayan-nelayan tidak kunjung usai. Peraturan-peraturan yang dibuat dalam rangka pengelolaan sumber daya perikanan Indonesia, kerap tidak diimbangi dengan penerapan sanksi dan penegakkan hukum yang jelas hingga akhirnya kasus-kasus pencurian dan terlepasnya kembali pelaku-pelaku pencurian sering terjadi.
Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan dan aksi untuk membahas masalah ini, yakni dengan mengkaji sebab-akibat adanya kegiatan IUU-Fishing di perairan Indonesia; Mengidentifikasi dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi upaya penanggulangan IUU-Fishing di perairan Indonesia; Menelaah dan menganalisis upaya penanggulangan kegiatan IUU-Fishing di perairan Indonesia; dan Merekomendasikan strategi yang tepat untuk penanggulangan IUU-Fishing di perairan Indonesia.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang mengakibatkan maraknya aktivitas IUU-Fishing di Indonesia adalah : (1) rentang kendali dan luasnya daerah pengawasan tidak sebanding dengan kemampuan pengawasan yang ada saat ini; (2) terbatasnya kemampuan sarana dan armada pengawasan di laut; (3) lemahnya kemampuan SDM nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi atau broker; (4) masih lemahnya penegakkan hukum; dan (5) lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum. Berbagai kegiatan yang termasuk dalam kategori IUU-Fishing secara langsung merupakan ancaman bagi upaya pengelolaan sumber daya ikan yang tidak bertanggung jawab dan menghambat kemajuan pencapaian perikanan tangkap yang berkelanjutan (FAO, 2002)[4]. Pelaku IUU-Fishing, tidak hanya nelayan asing semata, tetapi juga dilakukan oleh nelayan-nelayan Indonesia sendiri. Diperkirakan setiap tahunnya Indonesia mengalami kerugian sebesar 2 miliar dollar atau setara dengan 20 trilyun akibat praktek kegiatan IUU-Fishing yang terjadi (Nikijuluw, 2005)[5].
Dalam upaya merumuskan alternatif-alternatif strategi untuk menanggulangi kegiatan IUU-Fishing di perairan Indonesia. Maka terlebih dahulu dilakukan identifikasi berbagai kekuatan dan kelemahan (faktor internal) yang terdapat dalam sistem permasalahan; dan identifikasi faktor peluang dan ancaman (faktor eksternal) dalam sistem yang akan dicari penyelesaiaannya. Dalam hal ini strategi kebijakan dalam pengangulangan kegiatan IUU-Fishing di perairan Indonesia dilakukan dengan analisis SWOT. Berdasarkan matrik SWOT yang telah diformulasikan, diketahui terdapat 9 (sembilan) strategi kebijakan yang dapat dilakukan untunk menanggulangi kegiatan IUU-Fishing di Indonesia. Berdasarkan faktor kepentingan dan prioritas, maka 9 (sembilan) strategi kebijakan tersebut dapat diuraikan menurut urutan prioritasnya, yakni sebagai berikut: (1) Penguatan armada penangkapan lokal di wilayah perairan Indonesia; (2) Peningkatan kegiatan pengawasan; (3) Memaksimalkan peran TNI AL, SATPOLAIR, dan lembaga-lembaga terkait dengan kegiatan pengawasan sumber daya perikanan; (4) Memperbaiki kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan sumberdaya perikanan; (5) Meningkatkan upaya pengimplementasian undang-undang tentang pengelolaan sumber daya perikanan secara menyeluruh dan kontinu; (6) Pemberian sanksi yang tegas guna memberikan efek jera kepada oknum pelanggaran bidang perikanan ; (7) Memperbaiki koordinasi dan hubungan antara instansi terkait dalam pengelolaan SDI di perairan Indonesia; (8) Pembangunan prasarana pelabuhan yang memadai di setiap pantai peraiaran Indonesia yang ramai aktivitas ekonominya; dan (9) Meningkatkan kerja sama regional dan internasional.
Oleh karena itu disarankan agar segera mengkaji kemungkinan untuk melaksanakan program-program rekomendasi FAO yang belum dilakukan di Indonesia; menetapkan proses adopsi suatu rencana aksi nasional dalam mekanisme penyusunan rencana kerja rutin di DKP melalui koordinasi Sekretariat Jenderal.; dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai upaya pemantauan dan pengawasan terhadap wilayah perairan, khususnya ZEEI yang berbatasan langsung dengan negara lain.
[1] Gany, R. A. 2000. Pengembangan Sumber daya Manusia dalam Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan. Makalah Ilmiah. Prosidiing Konferensi Nasional II Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan Indonesia. Makasar.
[2] Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Laut Departemen Kelautan dan Perikanan – Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarata.
[3] Direktorat Jenderal Perikanan. 1994a. Evaluasi Pemanfaatan Sumber daya Ikan dalam Rangka Pengembangan dan Pengendaliannya. Departemen Pertanian. Jakarta.
[4] FAO Fisheries Department. 2002. Implementation of The International Plane of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. No. 9. Rome, 122p.
[5] Nikijuluw, V.P.H. 2005. Politik Ekonomi Perikanan : Bagaimana dan Kemana Bisnis Perikanan. Fery Agung Corporation (Feraco), Jakarta.
**************************
Note : Gambar yang ada di tulisan ini diunduh dari http://images.google.co.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H