Mohon tunggu...
Cupi Valhalla
Cupi Valhalla Mohon Tunggu... -

A traveling lover, An environmentalist, and An ordinary person who has many extraordinary passions. Having been learning the subject of the environmental safety and health at Technische Hogeschool te P.V.J

Selanjutnya

Tutup

Money

Kritik dan Saran Kepada Toko Buku Di Indonesia!

7 Januari 2011   02:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:53 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya mengunjungi salah satu Toko Buku di Kota Bogor. Toko Buku tersebut merupakan salah satu toko buku ternama dan terkenal di Indonesia. Adapun tujuan saya ke sana adalah untuk hunting beberapa buku terbitan terbaru yang ingin saya beli.

"Maaf, permisi, Mba, buku ini bisa saya lihat ga substansi isinya, soalnya di raknya semua masih terbungkus plastik?!" Tanya saya sambil memberikan buku yang dimaksud kepada salah satu karyawannya.

"Oh, maaf, Mas, semuanya sudah dikemas dan dilapisi plastik, jadi tidak bisa dibuka, kecuali Mas membelinya" Jelasnya dengan senyum khas seorang marketing representatif.

"Oh, begitu, jadi saya tidak bisa membuka isi buku ini kecuali saya membelinya" Kataku dengan tanggap.

"Iya, maaf, Mas" Jawabnya lagi dengan anggukan lembut.

Hah? Kontan saya merasa terkejut dan kecewa dengan apa yang telah terjadi. Dalam pikiran saya, bagaimana mungkin saya akan membeli sesuatu (dalam hal ini buku) sebelum saya mengetahui secara komprehensif terhadap buku tersebut. Jujur, saya akui, saya termasuk tipe orang yang sangat teliti dan tanggap terhadap sesuatu yang akan dibeli. Saya selalu memeriksa dan meneliti setiap barang yang akan saya konsumsi. Sedari kecil saya diajari hal ini dengan orang tua saya. Kata ibu saya, hal ini untuk mencegah dari segala sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya bahaya masa kadaluarsa, kerusakan atau kecacatan pada barang, sertifikasi atau ke-original-an produk yang akan dibeli, dll. Semua itu sangatlah penting agar kita terhindar dari resiko kerugian yang akan kita rasakan setelah membeli dan menggunakan produk tersebut. Bukankah hal tersebut memang harus untuk dilakukan?

Nah, untuk kejadian di toko buku yang saya kunjungi tersebut. Tentunya saya tidak mau mengambil resiko kerugian jika saya membeli buku tersebut. Mengapa? Karena saya tidak bisa"'menelanjangi" seluk beluk buku yang akan saya beli. Saya tidak mendapatkan sampel buku tersebut untuk saya tela'ah lebih lanjut mengenai substansi bagian-bagiannya. Memang informasi mengenai buku yang akan saya beli tersebut, juga bisa dilihat di resensi belakang cover buku atau dengan melihat katalog di kounter informasi. Namun, penjelasan yang diberikan tersebut sangatlah minim dan hanya mewakili isi buku secara general, tanpa spesifikasi substansi yang kompleks.

Ibaratnya, kita bagaikan membeli kucing dalam karung, kan?! Artinya, tentu kita tidak mau ketika membeli suatu produk yang tidak diketahui secara lansung dan lengkap, namun ternyata hasilnya sangat mengecewakan. Begitu pun dengan buku yang akan saya beli tersebut.

Sungguh sangat disayangkan, dalam hal ini pihak toko buku tidak menyediakan sampel setiap buku terbitan terbaru dalam jajaran buku-bukunya. Karena di sinilah peran krusial sample buku. Pembeli atau konsumen akan sangat terbantu sekali jika ada sample buku tersebut. Pembeli dapat secara bebas mengetahui dan mempelajari substansi buku tersebut, untuk selanjutnya dibeli karena sudah melihat-lihat sample buku yang dimaksud.

Lalu, mengapa toko buku itu tidak menyediakan dan memfasilitasinya? Apakah toko buku tersebut khawatir jika konsumen hanya melihat dan membaca sample buku tersebut di tempat, tanpa membelinya. Atau toko buku itu beralasan bahwa buku tersebut adalah terbitan edisi terbatas, buku mahal, atau buku langka. Saya rasa ini adalah kekhawatiran yang merugikan pihak toko buku itu sendiri. Pasalnya, sebagian konsumen akan merasa tidak puas jika produk yang akan mereka beli tidak bisa dilihat secara kompleks. Ibaratnya, hanya boleh mengintipnya dari lubang jarum. Dan, tentunya konsumen atau pembeli akan merasa tidak nyaman untuk membeli buku tersebut.

Hmm, semestinya semua toko buku di Indonesia yang menerapkan metode dalam kejadian di atas, sebaiknya berkiblat pada negara-negara lain. Contohnya, Belanda. Toko buku seperti Atheneum yang terkenal di Amsterdam, umumnya menyediakan SDM intelektual di kounter informasi mereka. Seorang pengunjung yang mendapatkan kesulitan mencari sebuah buku bisa meminta jasa mereka. Termasuk juga untuk mendapatkan sampel sebuah buku terbitan baru, bahkan sample buku edisi terbatas, buku super mahal, ataupun buku langka, walaupun sample buku tersebut dicetak berbeda dengan aslinya. Namun, pelayanan dan kepuasan pembeli atau konsumen dipenuhi secara total. Sungguh suatu bentuk konsep dan metode yang mampu membuat konsumen menjadi loyal dengan toko buku tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun