Mohon tunggu...
Cupi Valhalla
Cupi Valhalla Mohon Tunggu... -

A traveling lover, An environmentalist, and An ordinary person who has many extraordinary passions. Having been learning the subject of the environmental safety and health at Technische Hogeschool te P.V.J

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Metafora dan Metamorfosis Kehidupan Baru

31 Desember 2010   22:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:05 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya tulang punggung dalam kalimat pemuda adalah tulang punggung negara. Tulang punggung dalam kalimat tersebut, merupakan suatu kiasan yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi pokok kekuatan atau penopang.

Kemudian, kata menamorfosis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai perubahan bentuk atau susunan; peralihan bentuk (misal dari ulat menjadi kupu-kupu): batu tulis terjadi dari tanah liat yang mengalami metamorfosis. Kemudian ber·me·ta·mor·fo·sis dapat diartikan sebagai berubah bentuk atau susunan; beroleh bentuk lain (baru); berubah kedudukan (tingkat, martabat): Contoh : sejak zaman Belanda, Cina telah - menjadi kelas pedagang dan pemegang modal di perkotaan, sementara orang Jawa tetap sebagai buruh perkebunan.

Lalu apa sebenarnya kaitan antara metafora dan metamorfosis dalam sebuah kehidupan? Tentu sangat erat kaitannya. Kehidupan ini penuh dengan kiasan dan bayang-bayang semu jika kita merenungi dan berkontemplasi akan hal itu. Bagi sebagian orang yang sadar dan mengerti bahwa kehidupan adalah panggung sandiwara, tempat manusia berlakon dan menjadi aktor di dalamnya. Tentulah hal ini menjadi warning bagi kita semua bahwa kehidupan dunia ini berlangsung dalam jalinan simbiosis banyak fungsi, baik itu yang saling menguntungkan, merugikan, ataupun hanya memihak pada salah satu sebagian sisi saja. Yang jelas, setiap aspek kehidupan mempunyai peran penting terhadap keberlangsungan hidup manusia dan lingkungannya.

Lalu, siapakah pelaksana dari jalannya kehdupan itu dan siapakah pengawasnya? Yang menjadi aktor dan pemain dalam panggung sandiwara dunia ini tentulah kita sebagai manusia, yang merupakan khalifah di atas bumi ini. Dan, yang menjadi pengawas atas hidup yang kita perankan, yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Metafora sering terjadi dalam kehidupan yang fana ini. Banyak ambiguitas dan kerancuan yang sering melekat pada setiap kasus dan kejadian yang mencuat hadir ke permukaan hidup manusia. Yang pada awalnya benar dan sesuai, selanjutnya disalahartikan dan diubah dalam metafora kehidupan oleh orang-orang dalam topeng lakon antagonis yang diperankannya, sehingga menjadi salah dan tidak sesuai. Begitu pun sebaliknya, yang seharusnya salah dan berdampak buruk, namun oleh sebagian aktor lakon drama dengan topeng perannya, telah memutarbalikkan fakta yang demikian itu menjadi sesuatu yang benar dan positif di kehidupan sekarang, padahal hal tersebut seharusnya tidaklah boleh dilakukan.

Perubahan dalam metafora yang terbias dalam kiasan-kiasan kehidupan ini adakalanya mempunyai perbedaan pandangan setiap insan yang mengartikannya. Tergantung pada pola pikir subjektif dan objektif; namun lebih didominasi oleh paradigma subjektif pada umumnya, mengingat sikap manusiawi yang ingin menang sendiri dan dianggap benar.

Lantas, apa pengaruhnya dengan kehidupan? Tentu memiliki korelasi yang sangat berkaitan. Perubahan dalam metafora kehidupan yang terjadi sebelumnya, telah memberikan pengaruh dan input terhadap indikator akan keberhasilan sebuah proses, yakni siklus metamorfosis yang ideal dan sempurna. Kehidupan yang baik dengan isi manusia dan lingkungan yang baik pula, adalah hasil dari metamorfosis kehidupan sebelumnya yang berjalan baik pula. Di sinilah metafora kehidupan berperan penting. Jika semakin sedikit pengaruh metafora negatif dalam suatu kehidupan di dunia ini, maka siklus metamorfosis yang terbentuk akan memerikan hasil yang baik pula dalam kehidupan selanjutnya. Sebaliknya, jika metafora yang terjadi lebih banyak ke arah yang tidak baik dan mencitrakan posisi yang negatif, maka otomatis metamorfosis kehidupan yang terbentuk akan memberikan gambaran yang buruk pula.

Sebagai contoh dalam metamorfosis yang terjadi dari ulat menjadi kupu-kupu. Jika lingkungan tempat tumbuh kembang ulat tersebut memiliki situasi dan kondisi yang tidak menunjang perkembangannya, maka metamorfosis ulat untuk menjadi kupu-kupu tersebut akan terganggu dan tentu menjadi tidak sempurna. Begitu pun dengan yang terjadi sebaliknya.

Oleh karena itu, sebuah kehidupan yang baru adalah hasil dari metamorfosis kehidupan yang sebelumnya, dan kehidupan yang baru akan membentuk kehidupan yang akan datang, dimana faktor metafora kehidupan juga berpengaruh penting di dalamnya dalam banyak hal. Dalam hal ini, dapat diartikan sama dengan proses seleksi alam. Yang bertahanlah yang akan diselamatkan oleh alam ini. Jadi, intinya sebuah metafora hidup, yang tumbuh berkembang, melingkupi, dan menjadi kiasan bayangan semu terhadap aspek kehidupan manusia, sangat perlu untuk dicermati dan dianalisis dengan baik, sehingga membentuk kreasi metamorfosis kehidupan yang baik, ideal, dan sempurna. Di sini, pandangan, paradigma, opini, dan idealisme setiap manusia yang merupakan bagian dari dunia ini merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan diolah menjadi informasi dan keterangan yang berguna, sehingga dapat membentuk dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi untuk kehidupan yang akan datang.

“Jika kamu berfikir negatif terhadap sesuatu yang baru dilihat, maka kamu akan menganggap sesuatu itu memang negatif untuk seterusnya walaupun itu tidaklah terbukt. Sebaliknya, jika kamu memandang sesuatu itu positif, maka sesuatu itu akan memberikan gambaran positif walaupun tidak terbukti, namun kamu sudah memberikan energi positif di dalamnya sehingga sesuatu itu pada akhirnya menjadi lebih positif pula jikalau nyatanya sesuatu itu adalah negatif ”.

Pandanglah segala sesuatunya itu dengan baik dan positif, sehingga bias dan refleksi yang terpantul kepada kita akan positif juga. Mungkin secara halusnya adalah berbaik sangkalah kita pada segala sesuatunya, niscaya kedamaian dan ketentraman hikmah dan pelajaran baik akan mengalir dalam ke-metafora-an dan proses metamorfosis yang baik, ideal, dan sempurna dalam kehidupan kita semua. Semoga!

Terima kasih dan semoga bermanfaat!

—————————————————-

Sudut Kota Hujan, Pulau Jawa bagian barat

[Cupi Valhalla]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun