[caption id="attachment_220981" align="alignleft" width="314" caption="Ya Tuhan... Apa yang harus aku lakukan?! (Doc. Pribadi)"][/caption] Ini sebuah kisah pilu berbalut simpati nan hikmah. Ada seorang ibu yang tengah berjuang di rumah sakit untuk melangsungkan persalinan anak pertamanya. Namun, ada masalah yang melanda pada proses persalinan tersebut. Sang Dokter dan pihak rumah sakit berkata, bahwa Si Ibu ini mengalami kondisi kehamilan yang langka terjadi, yakni kehamilan dengan posisi bayi lintang. Letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. [Lihat informasi selengkapnya, di sini dan di sini]. Menurut bidang medis dan kesehatan, diketahui bahwa kehamilan dengan posisi ini lebih sulit dan berbahaya daripada kehamilan sungsang. Dan, kehamilan seperti ini harus ditangani dengan operasi caesar. Namun, ironisnya operasi semacam ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sementara keluarga Sang Ibu tersebut berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ditambah lagi, Sang Ibu berwasiat bahwa Ia menginginkan proses kelahiran yang normal, tanpa dilakukan operasi. Sang Ibu bersikeras terhadap keinginannya tersebut, karena Ia menginginkan rasanya menjadi Ibu yang melahirkan anaknya secara normal. Bahkan, Ia sempat berujar bahwa Ia ikhlas jika dalam proses kelahiran tersebut, Ia harus menghadap Sang Ilahi. Namun, yang jadi masalah adalah, dalam kasus persalinan normal ini, tingkat keberhasilan hidup antara Sang Ibu dan Bayinya adalah 50:50. Ditambah lagi, Si Ibu ini tidak akan bisa mengandung lagi, karena proses kelahiran ini telah merusak dinding rahimnya dan bagian penting dari organ kehamilannya. Padahal, ini kelahiran yang sangat diharapkan oleh pasangan suami isteri tesebut, setelah bertahun-tahun lamanya. Kemudian Sang Dokter yang bertanggung jawab terhadap proses persalinan ini, berkata kepada suami Ibu tersebut. " Bapak, Ma'afkan saya jika saya mengatakan hal ini pada Anda. Jika dalam proses kelahiran ini, ternyata takdir Tuhan berjalan, bahwa harus dipilih salah satu antara nyawa isteri Anda dan anak Anda. Manakah yang harus diselamatkan?! " Tanya Dokter tersebut dengan perasaan terguguh. Sang suami yang mendengar pertanyaan Dokter tersebut, Terduduk kaku, tidak terasa kumpulan air mengalir deras dari matanya yang sayu. Terdapat mimik wajah yang pucat dan syok dari guratan ekspresi wajahnya yang tampak pasrah. " Sa..... sa.... saya ti.. ti....dak ta... ta....hu, Dok ha...rus men...jawab a...pa ! " Getar suara sang suami kepada Dokter itu dengan suara yang tersendat. Sang Dokter faham dengan kondisi yang dialami oleh si suami tersebut. Kemudian sang Dokter itu berusaha membesarkan hati sang suami dan menyarankan agar menyerahkan segala sesuatunya pada Yang Maha Daya. Sang suami masih terguguh dengan wajah basah air mata. Dia tidak tahu harus bagaimana. Yang bisa Ia lakukan adalah berdo'a dan menyerahkan segalanya pada Tuhan yang Maha Daya. Sungguh Ia bingung akan situasi dan kondisi yang dihadapinya sekarang. Situasi dan kondisi yang bagai Buah Simalakama. Sang Suami harus memilih satu diantara dua nyawa yang harus dipilihnya. Takdir menemui dan menghadapnya seperti itu. Apakah dia harus memilih sang isteri tercintanya atau anaknya, buah hasil kasih sayangnya dengan isterinya. Pilihan 1. Jika dia harus memilih isterinya, maka dia akan kehilangan buah hatinya yang sangat dinanti-nantikannya sekian lama, sementara isterinya tidak akan bisa memberikan keturunan lagi. Dia akan merasa kehilangan karunia yang sangat berharga. 9 bulan dia terus menantikan kedatangan karunia berupa buah hatinya ini. Sungguh Ia merasa sangat kehilangan kebahagiaan yang sangat dinantikannya tersebut. Dan, Pilihan 2. Jika dia harus memilih anaknya, Ia merasa sangat kehilangan isterinya yang sangat dicintainya. Walaupun sang isteri telah mengikhlaskan kepergiaannya demi sang buah hati, namun dia merasa tidak sanggup jika harus kehilangan orang yang selama ini telah menjadi tambatan hati dan telah menemaninya selama suka-duka hidupnya. Menurutnya, kebahagiaan yang diperolehnya (anak yang dilahirkan) tidak akan sebanding jika harus kehilangan sang isteri tercinta. Sungguh situasi dan kondisi ini bagai Buah Simalakama. Pilihan yang sangat sulit untuk diambil dan diputuskan. Nah, menurut Anda, pilihan atau keputusan yang bagaimanakah yang harus diambil oleh suami tersebut?! Mohon transfer pemikiran dan opininya. --------------------------- Terima Kasih, Salam Hangat, [CV]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H