Perkembangan penyelidikan dugaan kasus pembelian lahan RS memasuki babak baru. Kemarin gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diperiksa penyidik KPK selama 12 jam untuk membuat terang perkara ini, apakah ada tindak pidana korupsi? Jika ada, siapa yang melakukan korupsi tersebut, baik karena perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. Dari kabar burung Herry FK, tersiar kabar dalam waktu dekat KPK akan menaikan penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras ke tahap penyidikan. Siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK? Tak usah bertaruh lompat dari monas, tak usah tantang iris kuping, karena calin tersangkanya kita sudah tahu sama tempe, yaitu si Fulan.
Sudah menjadi tradisi di Indonesia, jika suasana adem ayem maka semua yang terlibat diam duduk manis, merasa aman nyaman tentram sejahtera. Tapi bila suasana memanas, misal : audit investigasi BPK yang menyatakan pembelian lahan RS Sumber Waras menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 191 miliar, maka semua yang terlibat bangkit berdiri, saling tuding, saling lempar tanggung jawab, merasa paling benar, yang lain salah, bahkan ngaco. Sampai-sampai lembaga terpercaya seperti BPK dan KPK saja dikatakan ngaco? Wah jadi kacao kalo begini.
Jokowi sendiri cukup gerah melihat dinamika politik menjelang pilkada DKI Jakarta 2017 yang tampaknya tak bisa terlepas dari penegakan hukum oleh KPK, Mabes Polri atau Kejaksaan Agung. Setiap penetapan tersangka dikait-kaitkan dengan pilkada, padahal mungkin tak ada kaitannya, kebenaran aja waktunya hampir bersamaan. Sama dengan istri Herry FK yang selalu cemburu melihat Herry selalu chat dengan banyak wanita, padahal aslinya wanita-wanita tersebut hanya mau konsultasi ke Herry dan mengkonfirmasi "Bagaimana cara Herry memuaskan istri dengan rudal yang di bawah standar, dan rumah tangga tetap harmonis, karena permasalahan yang sama dialami oleh mereka-mereka yang punya pasangan dengan ukuran rudal simetris dengan punya Herry FK."
Jokowi tak mau pusing, dimatanya hukum harus ditegakkan, tak pandang bulu tak pandang ukuran rudal. Siapapun yang bersalah, segera proses hukum, apapun partainya sikat saja, apalagi yang tak punya partai, sikat habis. Jokowi tak mau seperti SBY yang waktu jadi presiden slogannya katakan tidak pada korupsi, nyatanya anak buahnya paling banyak korupsi parah.
Di kompasiana sendiri, ramai-ramai tentang pilkada DKI Jakarta 2017 secara tidak langsung membentuk 2 kubu, yaitu pro Ahok jadi gubernur DKI Jakarta 2017, dan anti Ahok. Siapa gubernur yang akan mereka dukung? Tampaknya boleh siapa saja, asal bukan Ahok, karena gaya kepemimpinan Ahok yang sering pakai bahasa toilet dirasa tidak pas di ibukota yang majeMuk, apalagi Ahok sudah mulai pilih kasih dalam penataan ibukota, antara lain : Kalijodo digusur, Alexis dibiarkan, padahal keduanya sama saja bisnisnya, yaitu esek-esek.
Kompasianer ribut sendiri kalo bahas tentang Ahok, semua pada klihatan paling pintar, padahal boro-boro pernah ketemu Ahok dan punya hak pilih. Contohnya ; Gunawan KTPnya Medan, Revaputra KTPnya Makasar, Herry FK KTPnya Jambi, Sibenyu KTPnya Gorong-gorong, apalagi yang namanya Sayeed, gak jelas KTPnya di mana dan jenis kelaminnya apa?
Ributnya kompasianer ini jadi hiburan tersendiri, komen-komennya lucu-lucu, tampaknya mereka punya bakat jadi pelawak, mungkin suatu saat nanti mereka akan menjadi anggota DPR RI, karena katanya kalo mau cara mudah jadi anggota DPR RI, terlebih dahulu jadi pelawak, contohnya sudah ada 3 : Haji Qomar, Eko Patrio dan Ruhut Sitompul.
Sekian dan terima kasih,
Salam sayang,
Cuker
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H