[caption id="attachment_325422" align="alignnone" width="594" caption="Mainan anak yang sebagian besar produk impor dari Cina dijual di Blok M Square, Jakarta, Selasa (16/10/2012). KOMPAS/HERU SRI KUMORO"][/caption]
Kementrian Perindustrian mengimbau para produsen mainan anak untuk segera mengurus sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Karena mulai 01 Mei 2014 semua produk mainan sudah berlogo SNI. Bagi yang tidak tertera SNI, maka produk tersebut akan ditarik dari pasaran.
Untuk mendapatkan sertifikasi SNI, produsen mainan harus merogoh hingga puluhan juta rupiah per produk. Mahalnya biaya ini membuat produk yang beredar di Indonesia termasuk di Bangka Belitung masih banyak yang belum terstandardisasi. Hingga sekarang baru 20% produk yang terdaftar di Badan Standardisasi Nasional (BSN) atau yang mengantongi label Standar Nasional Indonesia (SNI).
Untuk diketahui biaya pengurusan SNI mencapai Rp 14,2 juta. Biaya ini mulai untuk pendaftaran Rp 100.000, assesment Rp 500.000, audit lapangan Rp 7 juta, biaya sertifikat Rp 100.000, biaya tim teknis sebesar Rp 4 juta. Sedangkan biaya sertifikasi mencapai Rp 1,5 juta, dan pengambilan contoh produk Rp1 juta. Masih ada lagi biaya pengujian yang tergantung kepada jumlah contoh akan diambil dan dilakukan setiap enam bulan sekali.
Setelah sertifikasi SNI, perusahaan yang memiliki sertifikat harus mengeluarkan biaya rutin berupa pengawasan Sistem Manajemen Mutu sebesar Rp5,5 juta per tahun. Selain itu, pelaku usaha harus menambah pengeluaran dengan biaya perpanjangan masa sertifikat sebesar Rp8,7 juta.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangka Belitung, Suharto mengatakan hingga saat ini hanya 20% produk UMKM yang memiliki SNI. Persoalannya karena keterbatasan dana untuk mengurus standarisasi tersebut. Namun pihaknya tidak bisa membantu karena untuk bantuan modal sudah diserahkan kepada Dinas Koperasi dan UKM.
Tetapi, pihaknya akan membantu pemilik UMKM mainan memperoleh label SNI. Bantuan berupa biaya uji laboratorium yang tidak murah. “Kita minta ke Kementerian Perindustrian agar UMKM tidak harus membayar semua biaya operasional untuk mendapat label SNI. Itu kan harus diuji bahannya, lalu keamanannya, itu kan harus diuji di lab dan biayanya mahal,” ujarnya.
Ia menegaskan, pemerintah memberikan waktu selama enam bulan kedepan kepada para produsen mainan untuk mengurus sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika lebih dari enam bulan, pihaknya akan mempertegas sanksi kepada pengusaha yang memproduksi atau menjual produk tersebut.
"Sanksi bisa berupa pidana dan administrasi karena konsumen memang harus dilindungi sekaligus memberi efek jera kepada pelaku," katanya
Anggota DPRD Kepulauan Bangka Belitung, Yusrahman mendukung kebijakan Kementerian Perindustrian memasang label Standar Nasional Indonesia (SNI) pada permainan anak."Namun, Kemenperin harus melakukan tahapan sosialisasi kepada asosiasi pedagang," kata politisi Partai Gerindra saat dihubungi.
Ia mengatakan pemasangan SNI bertujuan agar produk yang masuk ke Indonesia bisa lebih baik, aman, dan terjamin kualitasnya. Kemenperin telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor: 24/2013 tentang pemberlakuan aturan wajib SNI untuk mainan anak.
Berdasarkan peraturan itu, mainan anak tidak boleh memiliki tepi yang tajam, tidak boleh mengandung berbahan formalin, dan beberapa ketentuan lainnya. Yus menyarankan Kemenperin harus bisa mengontrol produk permainan anak berdasarkan aturan itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H