[caption id="attachment_368315" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Jembatan Barelang yang menghubungkan Pulau Batam, Rempang, Galang."][/caption]
Beberapa hari terakhir ini, surat kabar lokal Batam, Kepulauan Riau memberitakan mengenai wacana Pengelolaan Pulau Rempang-Galang yang akan diserahkan kepada BP Batam. Isu tersebut bergulir saat Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo berkunjung ke Batam dan bertemu dengan pejabat BP Batam. Berita selengkapnya dapat dilihat dari link terlampir http://batam.tribunnews.com/2015/02/09/mendagri-berjanji-akan-mencabut-status-quo-rempang-dan-galang.
[caption id="attachment_368316" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Jalanan yang sangat mulus bahkan hingga Jembatan Enam. Namun di Jembatan Enam itu agak sedikit kesana, ada jalan yang amblas sedikit."]
Berdasarkan Keppres 82/1992, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru, dan 39 pulau kecil lain sebenarnya sudah ditetapkan sebagai wilayah kerja Otorita Batam (BP Batam), namun karena adanyaUndang Undang 53/1999 Tentang Pembentukan Kota Batam, muncul perebutan lahan. Akhirnya pada tahun 2002 pemerintah pusat memutuskan untuk membekukan hak pengelolaan lahan pulau-pulau tersebut (status quo).
[caption id="attachment_368317" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Ada juga bukit yang terlihat gundul."]
Hal tersebut dikarenakan pada Undang Undang 53/1999 ada pernyataan “Pemerintah Kota Batam mengikutsertakan Otorita Batam dalam membangun Kota Batam”. Kalimat tersebut seolah-olah menyatakan bahwa Pemerintah Kota Batam lebih memiliki otoritas untuk mengelola pulau-pulau di Kota Batam dibanding Otorita Batam.(Batam Pos, Edisi Selasa, 10 Februari 2015, Halaman 4).
[caption id="attachment_368319" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Pemandangan dari atas jembatan."]
Padahal sebelum Kota Batam tumbuh seperti saat ini, Otoritalah yang membangun Batam dengan dana dari APBN. Batam yang masih hutan dengan jalan tanpa aspal, tumbuh menjadi kawasan industri yang diperhitungkan di Kawasan Asia-Pasifik.
[caption id="attachment_368320" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Lahan di Pulau Rempang umumnya masih seperti ini."]
Selain itu, Otorita Batam juga yang membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan Pulau Batam-Rempang Galang yang saat ini dikenal dengan nama Jembatan Barelang dan menjadi salah satu icon wisata Kota Batam. Jembatan tersebut berdiri kokoh, pasti cukup banyak dana yang dikeluarkan. Itu juga mungkin alasan mengapa Otorita tidak mau melepas pengelolaan Rempang-Galang.
[caption id="attachment_368321" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Salah satu bangunan semi permanen di daerah Galang. Fotonya kurang utuh karena diambil dari dalam kendaraan =D."]
Walikota Batam, Ahmad Dahlan, yang juga pernah menjabat Humas Otorita Batam, tidak terlalu mempermasalahkan siapa yang akan mendapatkan hak pengelolaan pulau-pulau yang memiliki luas 245,83 kilometer tersebut (165,83 KM Pulau Rempang dan 80 Km Pulau Galang), namun ia tetap meminta Pemko Batam dilibatkan untuk mengelola pulau-pulau itu.
[caption id="attachment_368322" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Suasana jalan di Pulau Galang."]
SUDAH MULAI DIPATOK
Sabtu lalu (7/2) saat akan berkunjung ke Vietnam Camp (bisa baca cerita jalan-jalannya disini http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2015/02/09/wisata-sejarah-vietnam-camp-kurang-terawat-705909.html), saya sempat beberapa kali salah jalan. Nah, saat salah jalan itulah, saya sempat masuk ke jalan-jalan di luar jalan utama Pulau Galang.
[caption id="attachment_368323" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Suasana jalan di Pulau Galang."]
Saya kurang tahu nama jalannya – kalau tahu, saya tidak mungkin nyasar =D – yang pasti ada gapura lumayan tinggi yang dicat putih dan kuning di sebelah kiri dari arah Jembatan Barelang saat memasuki wilayah Pulau Galang. Saat berbelok ke jalan tersebut, di sisi kiri-kanan jalan yang merupakan lahan kosong sudah dipatok dengan papan yang bertuliskan Tanah Ini Milik Suherman (aduh saya lupa namanya….kalau ga salah namanya Suherman memang). Tanah yang dipatok tersebut sangat luas dan hampir sepanjang jalan – kiri dan kanan.
[caption id="attachment_368326" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Barisan bukit. Saat di Pulau Galang Baru saya bahkan sempat melihat gunung, sayang tidak sempat di foto. Padahal selama di Pulau Batam, tidak pernah melihat gunung karena memang tidak ada."]
Hingga beberapa meter dari jalan masuk tersebut, tidak terlihat bangunan sama sekali. Sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan lahan kosong yang ditumbuhi rumput dan pepohonan. Namun setelah beberapa menit berkendara, ada banguanan semi permanen. Saat kami melintas ada beberapa orang yang berkumpul, lengkap dengan beberapa motor yang diparkirkan di pinggir jalan.
[caption id="attachment_368330" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Melihat pemandangan di galang berasa sedang berjalan di pedesaan."]
Sementara itu, saat di jalan utama kami melihat bangunan-bangunan memanjang yang dibangun diatas bukit. Kami tidak tahu itu bangunan apa, namun sepertinya kandang ayam. Ada juga beberapa rumah penduduk hingga tempat servis elektronik yang menyambi menjual bensin eceran.
Ada juga vihara – lupa nama viharanya yang terlihat kosong, mungkin karena kami datang sore hari dan menyangka itu Vietnam Camp =D. Vihara tersebut hanya dijaga oleh berekor-ekor anjing yang terlihat lumayan galak.
Semakin jauh kami berkendara – hingga ke Galang Baru Jembatan 6 – semakin sedikit bangunan yang terlihat. Pemandangan umumnya didominasi oleh pepohonan dan rumput liar. Pohon-pohon yang berderet tersebut terlihat sangat cantik. Bila di foto sepertinya akan memancarkan gambar seperti serpihan salju – sayang tidak sempat berfoto.
Pencabutan status quo sepertinya memang sangat tepat untuk di gesa. Bukan apa-apa, bila dibiarkan terlalu lama, khawatirnya akan banyak masyarakat yang mematok lahan. Padahal berdasarkan berita yang dirilis Tanjung Pinang Pos, edisi Rabu 11 Februari 2015 halaman 16, BP Batam belum mengalokasikan lahan di Rempang-Galang. Kalaupun ada yang mematok itu tidak resmi dan bisa dibatalkan.
Hanya saja, pembatalan belum tentu semulus yang direncanakan. Beberapa kali di Pulau Batam terjadi demonstrasi dan bentrok terkait kepemilikan lahan. Khawatirnya nanti, bila dibiarkan, para “pemilik” lahan di Rempang-Galang tidak terima saat dibatalkan. Apalagi bila semakin banyak lahan yang sudah dipatok.
Ah, semoga lahan di Rempang-Galang semakin cepat bisa dimanfaatkan. Apalagi lahan di Pulau Batam sendiri sudah mulai penuh terisi. Perumahan-perumahan baru sudah mulai merambah kearah Jembatan Barelang. Harga-harga rumah juga sudah sangat-sangat mahal, bahkan untuk ukuran rumah tipe sederhana.
Pencabutan status quo Rempang-Galang menurut saya sudah sangat tepat. Semakin cepat dicabut, akan semakin cepat memberi manfaat bagi pemerintah - baik pusat maupun daerah. apalagi wilayah tersebut sepertinya sangat cocok untuk dijadikan destinasi wisata pantai dan resort. di pulau tersebut terdapat Pantai Mirota yang berpasir putih. Salam Kompasiana! (*)
Kota Batam
Rabu, 11 Februari 2015
Pukul: 1:32 pm
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI