Selasa siang (16/5), saya, blogger dan wartawan peserta Famtrip Pemerintah Kota Tanjung Pinang berjalan perlahan menyusuri deretan rumah yang tertata rapi di Kelurahan Senggarang, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Tidak ada yang menonjol, rumah-rumah di wilayah tersebut terlihat seperti umumnya bangunan-bangunan di daerah pesisir Indonesia.
Rumah-rumah itu dibangun berhadapan –dipisahkan oleh jalan setapak yang dibalur semen. Pada sisi yang satu, rumah tersebut dibangun menghadap laut, sementara sisi lainnya dibangun diatas laut dengan menggunakan kayu atau beton sebagai penyangga. Rumah-rumah itu terlihat cukup besar dan megah dengan cat berwarna-warni.
Keunikan baru terlihat saat kami melintasi klenteng yang berada persis di sebelah Posyandu Lansia “Mulia”. Bangunan tersebut terlihat berbeda. Ada pohon beringin besar dengan akar berjuntai-juntai. Uniknya, sebagian dari akar tersebut melilit bangunan. Sehingga, klenteng tersebut terlihat seperti ditumbuhi pohon beringin.
![Bagian dalam Kelenteng Tien Shang Mio. | Dokumentasi Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/05/17/img-1585-591c3fe2d89373903e741c18.jpg?t=o&v=770)
Keunikan tersebut membuat saya dan para pewarta bergegas memasuki bangunan. Kami berkeliling melihat isi klenteng tersebut. Saat memasuki bangunan paling belakang kami menemukan plang yang sudah tak terawat teronggok dipojok bangunan berbaur dengan barang-barang yang sepertinya sudah tidak terpakai.
Beruntung, meski sudah berubah warna, tulisan pada plang masih terbaca jelas. Pada plang terpampang sejarah dari klenteng yang berwarna biru telur asin itu. Bangunan tersebut ternyata bernama Klenteng Tien Shang Miao. Awalnya bangunan tersebut merupakan kediaman Kapiten Cina Chiao Ch’en.
Bangunan yang diperkirakan sudah ada sejak 19811 tersebut berubah fungsi saat ditinggalkan sang kapiten. Setelah bangunan tidak lagi ditinggali, penduduk kemudian mengalihfungsikan bangunan itu menjadi klenteng. Apalagi penduduk di wilayah tersebut umumnya keturunan tionghoa yang nenek-buyutnya sudah bermigrasi ke Tanjungpinang sejak ratusan tahun lalu.
![Bagian samping kelenteng. | Dokumentasi Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/05/17/img-1587-jpg-591c40558423bdec518d51d6.jpg?t=o&v=770)
Pria berusia 67 tahun itu menambahkan, bangunan itu sempat rusak. Bangunan atas perlahan terkikis dan rubuh dengan sendirinya karena terdesak akar pohon beringin dan kini hanya tersisa beberapa bagian dinding berbata merah berbaur dengan akar pohon. Agar tetap dapat difungsikan, penduduk sekitar memugarnya. Perbaikan dilakukan sekitar 20 tahun lalu.
![Plang keterangan yang tidak lagi dipasang. | Dokumentasi Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/05/17/img-1600-591c40d6317a61105229b2c1.jpg?t=o&v=770)
Kini meski kondisi bangunan tersebut kalah megah dengan klenteng sekitar yang hanya berjarak beberapa meter, Klenteng Tien Shang Miao masih tetap digunakan oleh warga untuk beribadah, terutama pada perayaan-perayaan tertentu. Hai Li mengatakan, warga diluar Tanjungpinang bahkan ada juga yang sengaja datang ke klenteng tersebut untuk beribadah.