Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sinetron, antara Sinkronisasi Judul dan Jalinan Cerita

25 Agustus 2014   06:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:38 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Citra Kirana pemeran Rumanah dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series, ketika sedang melakukan syuting di Kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (26/4/2013). (WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Citra Kirana pemeran Rumanah dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series, ketika sedang melakukan syuting di Kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (26/4/2013). (WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)"][/caption]

Indonesia sepertinya sangat identik dengan sinetron yang memiliki episode dengan jumlah yang cukup panjang. Umumnya sinetron Indonesia mencapai ratusan episode, beberapa bahkan ada yang menyentuh angka lebih dari 1.000 episode. Mini seri Tukang Bubur Naik Haji (TBNH) misalkan, sudah ditayangkan lebih dari 1.200 episode.

Bila menilik dari jalinan cerita yang terus berkembang dengan penambahan tokoh cerita pada setiap episode tertentu, ada kemungkinan mini seri TBNH yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta pertama di Indonesia tersebut akan menyentuh angka 2.000 episode.

Jalinan cerita TBNH sudah seperti kejadian sehari-hari yang kerap dialami oleh kebanyakan penduduk di Indonesia. Menurut saya sudah tidak jelas lagi mana pengenalan masalah, konflik, klimaks dan antiklimaksnya. Ceritanya sudah sangat datar dan tidak jelas siapa tokoh utamanya. Saking terlalu banyak tokoh yang mendapatkan porsi untuk tampil.

Jalinan ceritanya juga sepertinya sudah agak melenceng dari judul. Judulnya saja Tukang Bubur Naik Haji, namun si tukang bubur sendiri yang dulu merupakan tokoh utama sudah tidak ada lagi berkontribusi dalam sinetron yang tayang setiap hari tersebut.

Scene di sinetron tersebut saat ini lebih didominasi oleh Haji Muhidin yang dulu merupakan tokoh antagonis dalam sinetron itu, dan mungkin dulunya hanya si tokoh pendukung. Beberapa teman saya yang terhubung di jejaring sosial Facebook bahkan ada yang menyarankan agar judulnya diganti, tidak lagi Tukang Bubur Naik Haji, namun judul lain yang lebih cocok untuk sinetron tersebut. Misalkan Haji Muhidin yang Kepo, atau Haji Muhidin yang Mulai Insaf =D. Hehe tapi ngeri dengan embel-embel Haji di depan Muhidin. Bila memberi judul yang negatif, nanti pasti banyak umat muslim yang protes, termasuk saya mungkin, karena seharusnya seorang Haji kan memiliki perilaku yang baik dan patut dicontoh oleh umat.

Seperti yang sudah dibahas oleh Kompasianar yang lain. Panjangnya episode sinetron tersebut pasti dikarenakan masih tingginya rating. Sehingga, sayang bila selesai dalam waktu dekat. Apalagi bila iklan yang ditayangkan untuk menyelingi sinetron itu juga masih antri.

Penggemar sinetron ini memang cukup banyak. Bahkan beberapa waktu lalu saat aktor dan aktris di sinetron ini, termasuk pemeran H. Muhidin mengadakan jumpa fans di salah satu hotel di Kota Batam, tidak hanya warga Batam yang hadir, beberapa warga Negara Malaysia juga ada yang datang saking fanatiknya dengan mini seri ini.

Namun itu kan dulu, sebelum ceritanya bias seperti saat ini. Namun mungkin untuk beberapa penggemar sinetron, menonton jalinan cerita tersebut sudah seperti kebiasaan. Tidak peduli lagi menarik atau tidak, yang penting menonton. Seperti yang dilakukan asisten rumah tangga saya dulu.

Saya tidak begitu mengenal dunia di balik pembuatan sinetron. Hanya saja, menurut saya – selaku penikmat sinetron, sepertinya akan lebih baik bila sinetron tersebut dihentikan sesuai dengan porsinya. Bila sinetron tersebut tamat saat penonton masih terkesan, kan akan terus dikenang sepanjang hayat si penonton tersebut. Contohnya seperti dorama Jepang atau serial drama Korea.

Selain TBNH, sinetron yang sudah agak melenceng dari versi layar lebar dan judul yang diusungnya adalah Emak Ijah Pengen ke Mekah. Judulnya tentang emak-emak ingin ke tanah suci, namun sinetronnya lebih banyak mengenai Bang Ocid dkk yang mengejar-ngejar Munaroh. Sekarang ditambah lagi dengan cerita anaknya Bang Ocid yang jatuh cinta dengan si Mancung. Hadeeh miris rasanya melihat anak kecil yang harus beradegan seperti itu.

Sinetron tersebut memang ditayangkan agak malam dan sebagian besar anak-anak yang di bawah umur sudah terlelap. Hanya saja bagaimana dengan si pemeran tokoh tersebut. Mereka kan anak-anak juga. Rasanya kurang tepat anak di bawah umur melakukan adegan merayu dan dirayu seperti itu.

Mudah-mudahan ke depan, dengan adanya presiden baru yang terpilih, sinetron Indonesia dapat lebih baik, lebih tepat, sehingga dapat menyaingi drama-drama Korea yang mulai mewabah di Indonesia sejak akhir 1990-an. Semoga Pak Jokowi-JK tidak hanya mengurusi ekonomi, pertahanan, pendidikan, dll. di Indonesia. Namun juga mengurusi sinetron, meski mungkin melalui perpanjangan tangan badan tertentu. Toh sinetron tersebut nantinya juga akan menjadi bagian pendidikan, sesuatu yang akan mempengaruhi moral suatu bangsa. Semoga ya Pak Jokowi-JK.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun