[caption id="attachment_405108" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]
Saya kayaknya mau resign?
Kenapa?
Gaji engineer yang baru diangkat, (jumlahnya) lebih besar dibanding (gaji) saya?
Tadi pagi saat baru memulai aktivitas di kantor, saya tiba-tiba mendengar curhat salah satu teman. Saya sedikit bingung untuk menanggapi cerita tersebut. Namun teman saya tersebut juga sepertinya tidak memerlukan tanggapan apa pun, ia hanya butuh telinga untuk mendengarkan segala bentuk kekecewaannya.
Saat teman saya bercerita saya benar-benar hanya mendengarkan, tidak tahu harus menjawab apa, meski sebenarnya pernah juga mengalami hal seperti itu. Namun justru karena pernah merasakan rasanya tidak enak tahu gaji teman satu level – setara tanggung jawab – namun mendapatkan gaji yang lebih besar, itu makanya saya memilih diam.
Beberapa tahun lalu, saat awal-awal lulus kuliah dan baru memasuki dunia kerja saya memang sering berbagi cerita mengenai besaran gaji dengan sesama teman yang sering makan siang bersama. Saat itu sebenarnya hanya untuk sekedar berbagi cerita, tidak ada maksud apa-apa. Namun saat tahu gaji salah satu teman lebih besar sekitar 30 persen dari gaji saya, agak nyesek juga. Apalagi teman saya itu (maaf sebelumnya) hanya lulusan DIII, dan saya saat itu sedang melanjutkan kuliah ke jenjang pascasarjana. Saya (dengan egoisnya) merasa, harusnya gaji saya lebih besar. Namun terkadang dunia kerja kan tidak seperti itu.
·Belajar untuk tidak melihat “piring” orang lain
Sejak kejadian tersebut saya belajar untuk tidak mau tahu gaji orang lain. Saya juga selalu berupaya untuk tidak membocorkan gaji saya kepada siapa pun. Apalagi bila sudah tahu bahwa di tempat kerja tersebut tidak ada standardisasi gaji untuk setiap posisi pekerjaan – gaji ditentukan berdasarkan negosiasi karyawan saat masuk kerja.
Bukan apa-apa, khawatir saat tahu besaran gaji rekan kerja lebih besar kita menjadi demotivasi. Kita yang awalnya merasa gaji yang kita terima sudah cukup dan sesuai dengan beban pekerjaan, menjadi merasa kurang. Ujung-ujungnya ingin resign seperti teman saya itu.
·Harus PD negosiasi gaji
Saat menjadi karyawan baru dan harus melakukan negosiasi gaji – karena mungkin perusahaan tidak memiliki standard penggajian, harus berani mempertahankan besaran gaji yang sudah kita tentukan. Kita harus kukuh dan tidak gampang terbuai bujuk rayu pihak HRD. Kita juga harus siap dengan risiko terburuk – perusahaan tersebut memilih kandidat lain.
Terkadang saat kita sudah terlanjur jatuh cinta dengan perusahaan tersebut, atau dengan posisi pekerjaan yang ditawarkan, akhirnya terpaksa menurunkan gaji ideal kita. Harapannya saat sudah bergabung perusahaan akan menaikkan gaji kita sesuai dengan negosiasi yang pernah dibicarakan.
Namun tidak semua perusahaan seperti itu. Saat sudah bergabung justru posisi tawar kita akan semakin sulit. Ujung-ujungnya malah menakut-nakuti perusahaan dengan pura-pura mau resign. Kalau perusahaan benar-benar merasa membutuhkan kita, kalau tiba-tiba betulan dibiarkan resign? Bukannya malah kita yang pusing sendiri? Apalagi belum ada kemungkinan mendapatkan pekerjaan baru di tempat lain.
Intinya kita harus PD dengan kemampuan kita. Bila kita merasa gaji yang sudah diajukan sudah sesuai, kita harus kukuh mempertahankan. Bila perusahaan memilih kandidat lain, kita cari saja perusahaan lain yang menawarkan gaji lebih sesuai. Terkadang perusahaan hanya menguji. Bila kita tetap mempertahankan besaran gaji yang diajukan, terkadang mereka akan tetap memilih kita kok, apalagi mungkin keterampilan kita sudah cukup mumpuni dan sulit bila mencari kandidat lain.
Terkadang kita suka sedikit jumawa, merasa pendidikan lebih tinggi, pengalaman lebih banyak, dan keterampilan lebih baik sehingga merasa teman yang di bawah standard kita dengan posisi yang sama harus mendapatkan gaji yang lebih kecil, atau setidaknya setara. Saat teman mendapatkan gaji yang lebih besar, ada rasa mencelos yang membuat kita ingin “pergi”. Terkadang kita sebenarnya tidak peduli besaran nominal gaji, asalkan gaji teman sama atau bahkan lebih kecil hehe. K’ers, pernahkah mendapatkan curhat yang sama dari teman? Atau bahkan pernah atau sedang mengalami hal seperti itu? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H