Hingga saat ini, status saya masih swing voter. Saya masih suka membaca semua postingan yang menurut saya menarik, baik dari kubu right side maupun left side. Saya masih berpegang pada komitmen saya untuk memutuskan siapa presiden yang akan saya pilih saat di bilik suara.
Saya terkadang me-like atau berkomentar positif bila teman di sesama jejaring sosial memposting berita JKW-JK, begitupula sebaliknya, saya sesekali memberi komentar saat teman saya yang lain menyebarkan berita mengenai PS-HR. Teman-teman di socmed saya memang cukup berimbang antara pendukung no urut 1 dan no urut 2 calon RI1 dan RI2.
Namun saya agak tergelitik untuk menulis terkait gembar-gembor pernyataan (yang entah betul atau tidak) dari salah satu calon presiden RI yang menyatakan, “Hanya Kecurangan yang Mengalahkan …… (nama capres-cawapres – saya tidak mau sebutkan), Lawan!” Saya tidak akan mengaitkan pernyataan tersebut dengan agama apapun. Biarlah agama menjadi urusan masing-masing individu.
Hanya saja pernyataan tersebut kembali mengingatkan saya pada salah satu episode sinetron Ramadhan Para Pencari Tuhan (PPT) yang ditayangkan SCTV pada Ramadhan tahun lalu. Bedanya pada sinetron yang Ramadhan tahun ini kembali tayang tersebut, pemilihannya adalah pemilihan Ketua RW.
Pada sinetron itu diceritakan si RW incumbent kembali mencalonkan diri menjadi RW. Para penduduk di daerah tersebut meski tidak diceritakan secara eksplisit sebenarnya mendambakan calon pemimpin baru sehingga kemungkinan si RW incumbent terpilih kembali sangat kecil. Apalagi ada beberapa calon baru yang maju mencalonkan diri dan salah satunya sangat percaya diri karena mendapatkan begitu banyak dukungan dari warga setempat.
Saya sebagai penonton juga sempat tergiring akan ada RW baru di daerah tersebut. Hanya saja sebagai anak lulusan Sastra – yang meski sekarang sudah rada menguap ilmunya, pasti si pembuat cerita membuat sesuatu yang agak berbeda – yang tidak dibayangkan sedikitpun oleh penonton. Namun bagaimana caranya? Saya jadi makin penasaran dengan sinetron itu (haiiiah padahal si RW itu bukan peran utama =D).
Ternyata RW itu menjalankan kampanye yang sangat sederhana, namun ampuh. Setiap kali bertemu dengan warga, ia selalu menyapa dan menyatakan pencalonan dirinya menjadi RW di periode berikutnya. Saya lupa kata-kata aslinya, hanya saja intinya seperti ini. “Saya mencalonkan kembali sebagai RW di kampung ini. Saya tahu banyak warga yang tidak terlalu suka saya kembali mencalonkan diri, tapi saya ingin mencalonkan diri lagi. Jadi supaya saya tidak malu karena tidak ada satupun warga sini yang memilih saya, tolonglah pilih saya. Sehingga, setidaknya ada satu warga yang memilih saya.”
Alhasil saat hasil pencoblosan dihitung, calon yang tadinya didukung banyak warga kecewa, Ternyata, karena kasihan sama si RW incumbent, bukan hanya satu atau dua yang memilih dia, namun lebih dari setengah warga (hanya selisih beberapa suara saja dengan si calon favorit). Alhasil RW itu kembali terpilih sebagai RW untuk periode berikutnya.
Apakah RW tersebut melakukan kecurangan? Tidak, karena warga memilih tanpa paksaan (hanya bujukan). Pada surat suarapun tidak ada kecurangan sama sekali. Itulah pintarnya si RW incumbent menerapkan tak tik politik. Selain takdir yang kuasa juga mungkin, meski itu hanya cerita di sinetron.
Hal yang ingin saya sampaikan disini mungkin adalah jangan terlalu menyudutkan salah satu pasangan. Belum tentu dia menang karena curang, mungkin saja ada metode politik yang dia lakukan dan memang ampuh. Meski demikian, memang tidak ada salahnya juga bila mengawasi agar jangan sampai ada kecurangan di Pilpres kali ini. Ayo ah kita sukseskan Pilpres yang saya sendiri baru kali ini mengalami Pilpres saat Ramadhan. No urut 1 ataupun 2 yang memang, bagi saya yang penting bisa menjadi pemimpin yang baik, yang bisa mensejahterakan rakyat Indonesia, yang menciptakan Indonesia aman dan makmur. Amien! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H