Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendatang dan Permasalahan yang Ditimbulkan

3 Agustus 2014   21:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:31 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Libur panjang telah usai. Para pemudik sudah mulai kembali ke tempat tinggal masing-masing. Ada yang menggunakan transportasi umum – mulai dari bis, pesawat, kereta api, hingga kapal laut, ada juga yang menggunakan mobil pribadi dengan marathon menyetir hingga belasan jam.

Liburan Idulfitri selalu menyisakan cerita tersendiri. Salah satunya, adalah pendatang yang diajak oleh kerabat/saudara untuk tinggal di kota tempat mereka mencari nafkah. Ada yang diajak untuk memperbaiki nasib dengan mencari pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi, ada juga yang diajak untuk membantu pekerjaan rumah si kerabat. Coba perhatikan, usai lebaran ini, adakah pendatang baru di lingkungan tinggal Anda?

Berdasarkan keterangan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Arminda Alisjahbana, yang dikutip Antara, setiap tahun persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan terus meningkat. Tingkat urbanisasi pada tahun 2010 lalu mencapai angka 49,8 persen, tahun 2015 angka tersebut diprediksi meningkat menjadi 53,3 persen, dan bertambah menjadi 60 persen di tahun 2025.

Suka, tidak suka – mau, tidak mau, urbanisasi akan ikut mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk suatu daerah. Kota Batam misalkan, dengan banyaknya para pendatang dari berbagai pulau besar di Indonesia, laju pertumbuhan penduduknya mencapai 8,1 persen per tahun. Sangat tinggi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang hanya 1,5 persen per tahun.

Laju pertumbuhan penduduk tersebut 65 persen disumbang oleh pendatang, dan sisanya 35 persen disumbang oleh angka kelahiran. Pendatang menyumbang persentase hampir dua kali lipat untuk laju pertumbuhan Kota Batam. Penduduk Kota Batam hingga pertengahan 2013 sudah mencapai 1.261.319 jiwa.

Saya yakin tidak hanya Batam, yang mengalami laju pertumbuhan yang demikian pesat akibat para pendatang.Kota lain seperti di Jakarta, Bekasi atau Bogor mungkin mengalami hal yang sama, meski mungkin persentasenya tidak sefantastis kota yang dipimpin oleh Ahmad Dahlan ini.

Banyak untung rugi yang ditimbulkan oleh para pendatang. Salah satu hal positif yang dapat diambil dari para pendatang adalah tersedianya para pekerja, apalagi bagi Kota Batam yang merupakan daerah industri. Bila tidak ada pekerja, bagaimana kawasan industri yang sudah dibangun tersebut dapat berjalan seperti yang diharapkan?

Hal positif lainnya adalah budaya, nilai, atau kebiasaan baik yang dibawa pendatang dapat diserap oleh masyarakat lokal. Bila dulu masyarakat lokal hanya bergantung dari kekayaan laut untuk mempertahankan hidup, kini sudah banyak usaha kreatif yang dibuka oleh pendatang dan memberi dampak perekonomian yang cukup baik bagi penduduk asli.

Meski banyak dampak positif yang ditimbulkan, jangan lupa ada hal tidak baik yang mengancam bila para pendatang bertambah secara tidak terkendali. Tidak hanya kejahatan yang meningkat tajam, namun juga sektor pendidikan, lingkungan, hingga kehidupan sosial akan terpengaruh cukup signifikan.

Saat ini sekolah-sekolah negeri di Kota Batam diperebutkan siswa dengan susah payah. Calon siswa SD negeri bahkan dipatok minimal berusia tujuh tahun, padahal dulu saat saya mulai sekolah di SD, usia rata-rata anak SD sekitar enam tahun, bahkan ada yang masih berusia lima tahun lebih. Calon siswa SMP dan SMA negeri lebih sulit lagi. Mereka harus memiliki nilai rapor dan UN sangat jauh di atas rata-rata.

Saat ini ada 44 SD negeri di Kota Batam dengan daya tamping 15.800, semantara yang mendaftar sekitar 20.000 anak. Itu berarti ada sekitar seperempat anak-anak usia sekolah yang tidak dapat mengenyam pendidikan di SD negeri di Kota Batam. Padahal tidak semua sekolah swasta mendapatkan dana BOS, sehingga bagaimana dengan anak-anak yang seharusnya juga memiliki hak untuk menikmati dana BOS tersebut? Terpaksalah merogoh kocek sendiri lebih dalam.

Pendatang yang membeludak juga membuat rumah liar semakin banyak. Ada banyak deretan rumah tanpa ijin yang berderet di beberapa wilayah di Kota Batam, beberapa rumah liar tersebut bahkan ada yang berdiri di tepi jalan utama yang letaknya cukup strategis. Selain kumuh, juga terkadang menimbulkan masalah di kemudian hari – saat lahan tersebut akan digunakan sesuai peruntukan, mereka marah karena sudah merasa memiliki lahan tersebut.

Pendatang memang membuat bisnis properti tumbuh subur di Kota Batam. Harga rumah pun naik drastic. Rumah tipe 36 dengan tanah kurang dari 75 M3, harganya bisa mencapai seperempat milyar. Padahal tempatnya pun bukan dilokasi mewah, namun memang agak strategis.

Properti yang meningkat cukup drastis juga membuat kebutuhan air bersih meningkat tajam. Setiap bulan, operator air bersih di Kota Batam – PT. Adhya Tirta Batam (ATB) – menerima pengajuan sambungan air bersih lebih dari 1.000. Bila satu rumah menggunakan air sekitar 20m3, bila ada penambahan 1.000 sambungan per bulan berarti harus menyediakan air bersih sekitar 20.000m3. Padahal Batam tidak memiliki sumber air bersih alami. Kota yang berbentuk kalajengking ini hanya mengandalkan air hujan yang ditampung di enam dam.

Lalu bagaimana mengendalikan para pendatang? Agak sulit karena semua WNI sebenarnya berhak tinggal di daerah manapun selama masih termasuk dalam wilayah NKRI, tanpa syarat apapun. Meski beberapa kota ada yang rutin melakukan operasi yustisi.

Satu-satunya cara untuk mengendalikan para pendatang adalah dengan cara membuat daerah-daerah asal para pendatang tersebut nyaman dan mudah mendapatkan penghasilan. Meski terkadang, orang berpindah tempat bukan karena itu, bisa saja karena menikah seperti saya =D.

Mungkin ini PR baru untuk presiden terpilih bagaimana agar terjadi pemerataan penduduk dan tidak terjadi penumpukan penduduk di suatu wilayah. Apalagi terjadi penumpukan penduduk di wilayah yang memiliki lahan dan fasilitas yang terbatas seperti Batam. Jangan sampai nanti kita malah dibatasi dalam penggunaan air bersih karena saking banyaknya penduduk yang menghuni pulau kecil ini. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun