Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menjaga Keberlangsungan Dam di Kota Batam

6 November 2014   22:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:27 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14152635191244985773

[caption id="attachment_352003" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/dam Sei Harapan."][/caption]

Keberlangsungan air bersih di Kota Batam sangat tergantung kepada enam dam yang tersebar di beberapa titik. Dam yang dibangun oleh Otorita Batam tersebut (kini BP Batam) berfungsi menampung air hujan yang nantinya diolah sebagai air bersih untuk keperluan sehari-hari masyarakat Kota Batam, seperti untuk mencuci, mandi, memasak hingga untuk air minum.

Kota Batam memang sedikit berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Bila kota lain memiliki sumber air alami yang berasal dari mata air, sungai, dan danau, kota yang bersebrangan langsung dengan Singapura ini hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air baku alami.

Beruntung curah hujan di Kota Batam cukup tinggi, rata-rata curah hujan tahunan di Kota Batam 2600mm, sehingga enam dam yang digunakan PT. Adhya Tirta Batam (ATB) sebagai sumber air baku untuk diolah sebagai air bersih tersebut selalu mencukupi kebutuhan air di Kota Batam.

Dam Sei Harapan yang berkapasitas 3.637.000 m3, Baloi yang berkapasitas 293.000 m3, Nongsa yang berkapasitas 724.000 m3, Sei Ladi yang berkapasitas 9.448.000 m3, Mukakuning yang berkapasitas 13.147.000 m3, dan Duriangkang yang berkapasitas 78.560.000 m3 selalu luber terisi air hujan.

Saat ini perbandingan ketersediaan air dengan penggunaan air yang dibutuhkan masyarakat juga masih tersisa marjin yang cukup besar. Hanya saja, karena sangat tergantung pada air hujan, masyarakat Kota Batam memang harus lebih ekstra hati-hati menjaga ketersediaan air baku – terutama menjaga kelangsungan dam.

Bila tidak dijaga dengan baik, bukan tidak mungkin dam-dam tersebut tidak lagi dapat digunakan sebagai penampung air bersih. Salah satu contohnya adalah Dam Baloi. Dam yang berada di dekat Simpang yang menuju Lubukbaja tersebut, sudah hampir dua tahun terakhir ini tidak lagi digunakan sebagai sumber air baku.

Hal tersebut dikarenakan, air dari dam tersebut sudah sangat tercemar oleh limbah rumah tangga yang berasal dari rumah-rumah liar (ruli) yang berada di sekitar dam. Saat ini dam tersebut seolah seperti septic tank terbuka yang menampung segala macam air buangan rumah tangga.

ATB selaku penyedia air bersih di Kota Batam, sebenarnya masih bisa mengolah air dari dam tersebut, hanya saja biaya untuk mengolah air tersebut sudah sangat mahal. Bila dipaksakan tetap diolah, khawatir akan berpengaruh pada nilai jual air bersih kepada pelanggan. Sehingga, karena air baku dari lima dam lain masih mencukupi, air baku dari Dam Baloi tidak lagi digunakan.

Ruli sepertinya menjadi momok tersendiri di Kota Batam. Ruli di sekitar Dam Baloi tersebut bukan hanya bedeng, namun sudah berbentuk semi permanen. Beberapa dari ruli tersebut bahkan ada yang sudah bertransformasi menjadi rumah makan, salah satunya rumah makan BPK (Babi Panggang Karo). Bila sudah seperti itu, memang agak sedikit sulit ya ditertibkan. Seharusnya, sejak awal saat ruli baru muncul satu-dua, cepat-cepat ditertibkan sehingga tidak mengganggu perencanaan kota.

Sebelum tahun 2000, pemilik ruli memang cukup beruntung. Saat mereka ditertibkan, mereka diberi alokasi tanah sebagai ganti rugi penertiban. Meski sekarang sudah tidak ada lagi penggantian seperti itu, tetap saja banyak ruli yang mucul di beberapa titik di Kota Batam.

Saat ini memang baru satu dam yang mulai terdampak dengan adanya ruli, namun bila tidak ada sikap tegas dari pemerintah, bukan tidak mungkin dam lain juga akan ikut terdampak. Bila semua dam tercemar, berarti masyarakat Pulau Batam harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar tagihan air. Namun, bagaimana bila saking tercemarnya air dari dam-dam tersebut malah tidak lagi dapat diolah? Bagaimana dengan nasib masyarakat Pulau Batam? Mungkin nanti akan seperti masyarakat Pulau Belakang Padang, menampung air hujan melalui atap rumah yang sudah dimodifikasi dan langsung menggunakan air tersebut untuk keperluan sehari-hari. Ih, jangan sampai seperti itu ya.

Selain ruli, hal yang mengancam kelangsungan dam di Kota Batam juga adalah penggundulan hutan. Seperti yang kita tahu, pohon berfungsi sebagai penahan laju air. Bila pohon ditebangi secara membabi buta (illegal logging, kebakaran hutan seperti yang terjadi bebberapa waktu lalu di Batam) bukan tidak mungkin aliran air hujan akan langsung ke dam, lengkap dengan aneka ranting dan serpihan tanah.

Tanah yang terbawa air tersebut – bila terjadi bertahun-tahun, bukan tidak mungkin akan menyebabkan pendangkalan dam yang akan berujung dengan berkurangnya kapasitas daya tampung dam. Ujung-ujungnya masyarakat juga yang akan dirugikan karena bila air baku berkurang, otomatis air bersih yang dihasilkan juga akan berkurang.

Saat ini BP batam sedang membangun Dam Tembesi sebagai tambahan air baku. Dam tersebut berkapasitas 56.620.000m3. Cukup banyak untuk dijadikan sebagai cadangan air baku. Hanya saja, dam tersebut diperkirakan sebagai dam terakhir yang dapat dibangun di Pulau Batam karena keterbatasan lahan.

Otoritas Kota Batam memang sangat konsen menyediakan air baku di Kota Batam. Hal tersebut dikarenakan Batam merupakan kota industri yang tidak hanya dihuni oleh investor lokal dan nasional, namun juga investor asing.Jumlah Investasi PMA di Kota Batam hingga Desember 2013 mencapai US $ 1.816.740.447. Apalagi air merupakan hal penting yang pasti dibutuhkan oleh semua perusahaan. Bila penyediaan air bersih tidak mumpuni, bisa-bisa para investor tersebut hengkang.

Otoritas Kota Batam juga sepertinya sangat konsen menambah kapasitas cadangan air baku karena laju pertumbuhan penduduk Kota Batam mencapai 8,1 persen/tahun, lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang hanya 1,5 persen/tahun. Semakin banyak orang, pasti air yang diperlukan akan semakin banyak.

Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi keberlangsungan dam-dam di Kota Batam. Hal tersebut dikarenakan, para pendatang pasti memerlukan rumah untuk tempat mereka tinggal. Sehingga, pertumbuhan perumahan akan meningkat, bahkan ke wilayah yang sedikit pelosok.

Saat ini areal sekitar Dam Duriangkang, tepatnya di tanjung Piayu-Sei Beduk sudah mulai dipadati oleh perumahan-perumahan baru. Padahal, bukankah lebih baik bila areal di sekitar dam tersebut dipenuhi oleh pepohonan, bukannya rumah-rumah penduduk? Khawatirnya, kejadian Dam Baloi akan berulang. Limbah rumah tangga dari perumahan tersebut akan mencemari dam terbesar yang menjadi urat nadi kehidupan di Kota Batam. Mudah-mudahan para pengembang dan pemerintah memikirkan hal tersebut, sehingga kekhawatiran tersebut tidak terbukti.

Sebenarnya ada banyak cara yang sudah dilakukan oleh pemerintah maupun ATB selaku pengelola air bersih di Kota Batam. Salah satunya adalah penanaman pohon yang dilakukan secara berkala untuk menjaga resapan air. Selain itu juga ada penertiban peternakan yang beroperasi disekitar dam.

Hanya saja mungkin dengan jumlah penduduk yang kedepan lebih meningkat harus dilakukan upaya lebih lanjut untuk menjaga keberlangsungan dam-dam di Kota Batam. Salah satunya mengajak agar masyarakat lebih cinta lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, dan tidak melakukan tindakan yang berpotensi mengganggu keberlangsungan dam. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun