Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ingin Harga Stabil Saat Ramadhan? Mungkin Ini Solusinya

2 Juli 2014   04:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:53 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bulan Ramadhan di Indonesia selalu identik dengan harga kebutuhan pokok yang melonjak tinggi. Harga daging sapi, ayam, telur, sayur mayurhingga bumbu dasar seperti cabai, bawang, dan tomat, beranjak naik seiring semakin dekatnya dengan Hari Raya Idul Fitri.

MENGAPA HARGA KEBUTUHAN POKOK CENDERUNG NAIK SAAT RAMADHAN?

Hal tersebut dikarenakan setiap bulan penuh berkah tiba, umat muslim di Indonesia seolah memiliki alasan menghamburkan lebih banyak uang untuk membeli kebutuhan pokok yang biasanya hanya dikonsumsi dua atau tiga kali dalam satu minggu. Menahan haus dan lapar selama satu hari penuh seolah menjadi pembenaran buat mereka untuk berbuka dengan masakan wah yang terbuat dari daging merah/putih yang kaya bumbu.

Hampir semua kalangan berbelanja sangat berlebihan saat Ramadhan tiba. Kaum menengah tidak usah ditanya, apalagi kaum atas. Mereka membeli berkilo-kilo daging untuk santapan berbuka puasa dan sahur. Belum lagi berbagai bumbu sebagai pelengkap agar daging yang mereka beli terasa lezat.

Kaum bawah juga tidak mau kalah. Mereka memaksakan diri untuk memenuhi kebutuhan isi perut. Beberapa ada yang rela meminjam uang ke tetangga/teman/saudara/kerabat, beberapa ada yang mengorbankan keperluan lain hanya agar makanan yang disantap saat bulan Ramadhan berbeda dari hari biasa. Alasannya, agar makan sahur lebih bersemangat. Apalagi Ramadhan hanya datang satu kali dalam satu tahun.

Satu minggu menjelang Idul Fitri, umat muslim lebih sibuk lagi. Semua pusat perbelanjaan penuh. Masyarakat berbondong-bondong membeli pakaian yang akan dikenakan untuk Hari Kemenangan. Harga seolah menjadi nomor dua, yang penting keren saat hari raya.

KONSUMSI BERLEBIHAN TINGKATKAN KEJAHATAN

Kejahatan menjelang Idul Fitri biasanya meningkat, mulai dari penjambretan, pencopetan hingga perampokan ringan dan berat. Apalagi banyak rumah yang ditinggalkan pemilik karena pulang ke kampung halaman masing-masing. Saat beberapa penjahat tertangkap, mereka beralasan merampok/menjambret/mencopet karena terdesak kebutuhan untuk membeli keperluan hari raya.

Ada penjahat yang mengaku melakukan kejahatan untuk membeli baju lebaran, bahkan ada yang beralasan untuk bekal pulang kampung. Menjelang Idul Fitri, bekal untuk pulang kampung memang naik berlipat-lipat. Harga tiket pesawat yang biasanya hanya Rp500.000/orang untuk kelas ekonomi, saat menjelang Idul Fitri dapat melonjak hingga tiga kali lipatnya.Apalagi bila pesannya tidak jauh-jauh hari. Belum lagi bekal untuk dikampung sana. Selain harus “mentraktir” kerabat, terkadang ada keharusan yang tak tertulis untuk membawa oleh-oleh. Apalagi orang Indonesia memiliki kecendrungan untuk memamerkan diri bahwa kehidupan di rantau lebih baik di banding di tanah leluhur. Sehingga, meski di perantauan hidupnya biasa-biasa saja, saat pulang kampung dapat terlihat seperti orang kaya.

HARGA BARANG YANG BIASANYA MELONJAK SAAT RAMADHAN

Sesuai dengan teori ekonomi, jika penawaran barang menurun, maka harga naik. Begitupula saat Ramadhan, produsen dan pemerintah menyediakan barang berlebih saat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, namun karena permintaan yang luar biasa banyak kebutuhan pokok tersebut terkadang tidak cukup memenuhi kebutuhan pasar sehingga harga beranjak naik. Apalagi terkadang ada oknum nakal yang menimbun barang untuk kepentingan pribadi.

Barang yang biasanya melonjak saat ramadhan dan menjelang Idul Fitri adalah segala jenis daging. Umat muslim biasanya membuat rendang, dendeng, opor, hingga sate dan sup untuk menjamu tamu di hari raya. Ramadhan tahun ini, harga yang paling terasa naik di Kota Batam adalah daging sapi. Daging sapi segar yang biasanya hanya Rp100.000/kilo kini sudah menembus angka Rp140.000/kilo. Sementara daging sapi beku Rp75.000/kilo, padahal biasanya hanya dikisaran Rp50.000/kilo.

Sementara sayur mayur harganya masih stabil. Harga kangkung, wortel, kol, kentang masih sama seperti sebelum Ramadhan. Begitupula dengan seafood dan ikan. Harganya tidak mengalami kenaikan. Mungkin karena Batam merupakan kota kepulauan yang dikepung laut sehingga udang, kerang, sotong persediaannya melimpah.Sementara untuk daging sapi masih di datangkan dari Medan, Sumatera Utara, karena Batam tidak memiliki peternakan sapi sendiri.

Kenaikan harga akibat permintaan barang yang sangat besar akan berdampak pada inflasi. Berdasarkan Wikipedia, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.

BAGAIMANA AGAR HARGA BARANG STABIL?

Agar harga barang tetap stabil saat Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Sebaiknya memang ada intervensi dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pemerintah pusat memastikan stok barang yang dibutuhkan masyarakat aman dan cukup, sementara pemerintah daerah memastikan barang tersebut sampai ke konsumen yang seharusnya – tidak ada kasus penimbunan sehingga hanya menguntungkan orang tertentu dan merugikan masyarakat banyak. Selain itu masyarakat juga sebaiknya berbelanja dengan lebih bijak, tidak berlebihan dan kalap. Diluar itu, Bank Indonesia, sebagai bank sentral juga harus aktif berperan menjaga stabilitas harga.

Selain itu, umat muslim juga sebaiknya tidak hanya fokus mengolah daging untuk suguhan open house saat Idul Fitri. Bila daerah umat muslim tersebut kaya akan ikan air tawar seperti lele atau mujair, mengapa saat Ramadhan dan Idul Fitri memaksakan memasak rendang. Mengapa tidak memasak pesmol Mujair? Toh sama-sama enak bila dicampur dengan ketupat.

Begitupula dengan daerah yang kaya akan ikan/produk laut. Mengapa saat lebaran harus memasak opor ayam? Mengapa tidak memasak kepiting asam pedas atau cumi saus pedas, kan sama-sama lezat untuk disuguhkan kepada para tamu undangan saat open house Idul Fitri?

Bila setiap wilayah sudah terbagi mengkonsumsi makanan jenis lain saat lebaran, otomatis harga daging juga akan lebih stabil. Selain itu, mereka akan lebih tertantang untuk mengolah hasil alam yang daerah mereka hasilkan menjadi suatu penganan yang berbeda dan khas. Bukan tidak mungkin penganan tersebut malah akan menghasilkan suatu ciri khas untuk kota tersebut dan menjadi wisata kuliner baru. Toh di Arab Saudi sana - yang notabene tempat Nabi Muhammad SAW dilahirkan -  juga tidak ada tradisi saat Idul Fitri harus memasak rendang atau opor ayam.

Mumpung masih diawal Ramadhan, ayo kita mulai mencintai produk yang lebih banyak dihasilkan oleh daerah kita sendiri. Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini ayo kita memasak sotong, kepiting, mujair, dan tidak memasak sate kambing, rendang atau jenis daging lain bila harganya melambung cukup tinggi dan sulit di dapat. Kalau tidak lebaran tahun ini, Lebaran kapan lagi? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun