Berbeda dengan pasangan suami-istri lain yang baru menikah, prioritas  kepemilikan yang ingin saya dan suami wujudkan bukan rumah, namun  kendaraan roda empat. Hal tersebut dikarenakan kami tinggal di Batam,  Kepulauan Riau, yang fasilitas angkutan umum masalnya masih belum  maksimal menjangkau semua titik.
Terlebih pulau yang berbentuk  kalajengking ini sering hujan lokal tiba-tiba. Lucunya, terkadang hujan  lebat mengguyur di satu ruas jalan, sementara di ruas jalan yang lain  --dengan lokasi yang sama, kering kerontang. Bila menggunakan kendaraan  tertutup mungkin tidak masalah, namun bila menggunakan kendaraan roda  dua sedikit mengganggu. Masa motor harus diparkir di pinggir jalan,  kemudian lari ke jalur sebelah agar tidak kehujanan.
Saat belum  memiliki buah hati, keinginan untuk memiliki mobil tidak begitu  menggebu. Saat hujan dan harus pergi meninggalkan rumah dengan  mengendarai motor, toh kami masih bisa menggunakan jas hujan.  Namun saat buah hati mulai hadir, ambisi untuk memiliki kendaraan roda  empat kian menguat.
Apalagi saat itu si kecil harus dititipkan di salah satu daycare karena saya dan suami sama-sama bekerja, namun tidak memiliki asisten  rumah tangga. Tempat penitipan anak juga lumayan jauh dari rumah.  Alhasil, saat hujan mengguyur kami harus rela terlambat datang ke  kantor, atau "mengorbankan" anak terkena tetesan hujan.
Taksi  terkadang menjadi pilihan, namun saat hujan deras mengguyur, sangat  sulit memesan kendaraan tersebut --terlebih bila hujan turun saat kami  sudah pergi setengah jalan. Biasanya kami menunggu di salah satu ruko  pinggir jalan sambil tak henti berdoa agar hujan segera reda.
Saat  keinginan membeli kendaraan roda empat muncul, saya dan suami mulai  mengerem pengeluaran. Saat itu kami memutuskan harus bisa menyisihkan  uang dengan jumlah tertentu setiap bulan. Sebelumnya, kami hanya  menyisihkan uang dengan nominal suka-suka. Selain itu, tidak menggunakan  uang bonus atau gaji tambahan dari perusahaan untuk membeli gadget  baru.
Akhirnya, setelah mengencangkan ikat pinggang dengan puasa  membeli pakaian baru, libur nonton bioskop, hingga lebih sering masak di  rumah, bisa juga terkumpul uang dengan jumlah lumayan --setidaknya  cukup untuk membayar uang muka sebuah mobil baru dengan tipe standar.
Incaran kami memang mobil baru, bukan mobil second.  Bukan apa-apa, kami tidak memiliki simpanan uang yang banyak sehingga  mencari aman dengan memilih untuk memiliki kendaraan baru. Bila membeli  mobil bekas, khawatir tiba-tiba mogok atau ada spare parts yang harus diganti, sementara kami tidak memiliki simpanan uang lagi.
Setelah memiliki uang untuk uang muka, kami mulai berkeliling dari satu showroomke showroomlain.  Bukan untuk mencari jenis mobil yang cocok, namun untuk mencari mobil  dengan harga termurah. Kami sempat bulat memutuskan untuk membeli salah  satu jenis mobil, saat itu kami berpikir mobil tersebut kualitasnya  bagus, harganya juga sangat terjangkau bila dibandingkan dengan mobil  jenis lain. Namun saat kami mengutarakan ingin mengkredit mobil  tersebut, sales showroom malah tergelak. Bukan apa-apa, jenis mobil itu kalau di Batam biasa digunakan untuk angkutan umum.
Sales  tersebut lalu menyarankan kami untuk memilih jenis lain dengan harga  yang sedikit lebih tinggi. Kami setuju dan proses kredit berlangsung.  Namun sayangnya, setelah menunggu hingga enam bulan mobil tersebut tak  kunjung tiba. Alasannya kami memilih mobil tersebut dengan tipe paling  rendah dan mobil dengan tipe itu sudah jarang diproduksi.