Later means Never
Kata tersebut sepertinya agak sedikit cocok untuk saya. Setiap kali berniat untuk melakukan sesuatu, namun tertunda karena hal yang tidak terlalu prinsipil biasanya tidak akan terlaksana. Banyak hal yang saya sesali kemudian karena menunda melakukan sesuatu tersebut.
Satu kejadian yang saya sesali adalah saat salah satu kerabat yang tinggal berbeda kota mengabari bahwa ayahnya meninggal melalui pesan pendek. Waktu itu saya sudah berniat untuk menelepon langsung mengucapkan belasungkawa, saya juga berniat berbagi cerita sedikit untuk mengurangi kesedihan saudara tersebut.
Namun karena waktu itu saya sedang bersama keluarga besar suami di Belakang Padang, Batam karena bertepatan dengan perayaan Idul Fitri, saya hanya membalas melalui pesan pendek. Saya berniat, nanti setelah berada di rumah, saya pasti akan menelepon. Waktu itu saya hanya berpikir, kalau di rumah sendiri kan lebih leluasa, apalagi ini mengenai berita dukacita.
Namun saat saya sampai di rumah beberapa hari kemudian, saya lupa. Setiap kali ingat untuk menelepon kerabat saya itu, pasti saat saya sedang tidak memungkinkan untuk menelepon. Hingga sekarang saya belum menelepon, padahal hubungan saya dengan kerabat tersebut lumayan dekat.
Hari Minggu kemarin sebenarnya saya ingat, namun saya kok jadi ragu-ragu ya untuk menelepon karena kejadiannya sudah berlalu hampir dua bulan lalu. Apa sebaiknya saya tidak usah menelepon? Namun saat membuat tulisan ini saya memutuskan untuk menelepon, mungkin agak terlambat, tapi tak apalah.
Saat ada lomba menulis dengan tema tertentu di Kompasiana juga terkadang saya tertarik untuk ikut – salah satunya lomba tulisan mengenai SBY. Namun entah mengapa, selalu ada alasan untuk menunda membuat tulisan tersebut. Entah itu, nanti lah bikin tulisannya pas anak sudah tidur biar lebih konsen, nantilah bikin tulisannya setelah membaca berbagai bahan tulisan agar bisa membuat tulisan yang baik, nyatanya saya malah tidak jadi ikut lombanya karena deadlinenya sudah lewat =D.
Begitupula niat untuk mengundurkan diri dari pekerjaan. Dulu saat masih bekerja di salah satu perusahaan di Kota Bogor, saya sudah berniat hanya bekerja di perusahaan tersebut selama dua tahun. Sehingga, saat masa itu lewat saya mengirim beberapa lamaran ke perusahaan lain, ada beberapa yang nyangkut, namun saat dinyatakan lolos untuk bergabung, saya malah ragu-ragu. Saya berpikir, nantilah dulu resignnya, nunggu waktu yang tepat. Ujung-ujungnya saya bertahan di perusahaan tersebut hingga empat tahun. Mungkin hingga sekarang tidak akan resign bila saya tidak harus pindah ke Batam.
Waktu itu saya juga sudah pernah niat pulang ke Bogor, sudah mengabari semua kerabat yang disana, namun tiba-tiba saya berubah pikiran karena hal sepele. Saya undur kepulangan saya, namun itu berakibat saya tidak sempat mempertemukan anak saya dengan kakeknya karena keburu meninggal.
Meski sudah beberapa kali mengalami kejadian tidak enak akibat menunda, namun saya sepertinya belum terlalu kapok. Masih saja menunda melakukan sesuatu karena hal yang tidak terlalu prinsipil. Mungkin mulai sekarang harus belajar untuk melakukan sesuatu tanpa embel-embel, nantilah setelah ini, ntar lah setelah itu, karena kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H