[caption caption="Dokpri/Kincir raksasa pasar malam."][/caption]
Naik kereta api…tut…tut..tut
Siapa hendak turut?
Ke Bandung… Surabaya…
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo kawan lekas naik
Keretaku tak berhenti lama…..
Lagu anak-anak tersebut terdengar samar tertimpa derum kendaraan roda dua yang keluar-masuk areal pasar malam. Pikuk suara pengunjung yang datang bergerombol semakin menenggelamkan lagu yang diputar untuk mengiringi laju kereta yang ditujukan bagi bocah balita itu.
Tak hanya suara mesin sepeda motor, saat kita lebih dalam melangkahkan kaki, sayup-sayup akan terdengar suara mesin diesel yang dimanfaatkan pengelola untuk menggerakan kereta. Grek….grek…grek… mesin tersebut mengelurakan bunyi bertalu yang cukup intens. Mesin berbentuk setengah lingkaran itu seolah ikut mengeluarkan nada tertentu untuk menyemarakan suasana.
“Ayo, Bu,” bocah empat tahun tersebut menarik kedua tangan saya mendekati salah satu wahana yang ditawarkan pengelola pasar malam. Anak kriwil itu sepertinya gemas melihat saya hanya berdiri terpaku di pintu masuk – terkagum melihat suasana pasar yang tak jauh berbeda seperti yang pernah saya kunjungi berpuluh tahun lalu.
Bocah yang baru pertama kali berkunjung ke pasar malam itu, ternyata menarik saya ke arah permainan ombak banyu yang terletak di tengah arena. Ia sepertinya kagum melihat belasan orang turun naik diatas kursi yang berbentuk lingkaran. Ia semakin kagum dan tergelak saat melihat atraksi petugas yang memutar ombak banyu.