Lalu, bagaimana agar kita lebih mudah memaafkan kesalahan dan kekhilafan orang lain?
Ikhlas
Orang tua saya bisa memaafkan saudara yang menipu itu karena akhirnya bisa sampai di titik ikhlas, meski uang yang ditipu hingga sekarang tidak pernah dikembalikan. Mereka berpikir, itu jalan dari Allah untuk membuka jalan yang lain. Sudah takdir.
Setelah memaafkan mereka, hidup memang menjadi lebih damai. Tidak ada lagi rasa sakit hati, dendam, kesal, marah. Kami juga menjadi lebih fokus untuk mencari rezeki yang lain.
Saat kami kebetulan bertemu kembali dengan pasangan suami istri itu, kami juga bersikap biasa saja. Bertegur sapa sewajarnya. Namun, kalau untuk kembali dekat memang agak sedikit sulit.
Rasa trauma itu masih ada. Takut juga kan, saat kembali dekat dan ada kesempatan, mereka menipu lagi? Hehe. Sehingga, akhirnya hanya berinteraksi sewajarnya. Tidak memusuhi, tetapi juga tidak terlampau akrab.
Sadari Hubungan yang Kita Miliki Lebih Berharga
Saat kita berselisih dengan orang lain, apalagi dengan kesalahan yang juga tidak begitu fatal, sebaiknya kita maafkan tanpa perlu menunggu orang tersebut meminta maaf.
Kalau pun kesalahan yang dilakukan cukup berat, tetapi orang tersebut meminta maaf, menyesal, dan melakukan beragam hal untuk memperbaiki kesalahan tersebut, sebaiknya dimaafkan.
Menyimpan rasa amarah dalam diri, lama-lama akan membakar. Tidak akan baik. Apalagi kalau berselisihnya dengan orang-orang terdekat, seperti adik, kakak, orang tua, ipar, atau mertua.
Ingat lho, hubungan yang kita miliki lebih berharga dari apapun. Kebencian, rasa marah, jangan terus dipupuk. Justru perlahan harus dikikis dan dilupakan.