Mereka juga selalu menggunakan baju bekas yang diberi orang karena tidak sanggup membeli baju baru.
Anak-anaknya juga tidak bisa diikutkan les, bimbingan belajar, karena keterbatasan dana. Padahal ikut bimbingan belajar bagi anak-anak Korea Selatan sepertinya merupakan kegiatan wajib untuk mendongkrak nilai dan menggapai impian diterima di universitas idaman, apalagi bagi siswa sekolah menengah.
Anak Kukuh Ikut Sang Ibu
Hal paling memilukan dari drama ini, meski hidup ditengah keterbatasan si ibu tetap kukuh mempertahankan hak asuh anak. Ia ingin anak-anaknya tinggal bersamanya. Namun, saat situasi semakin sulit, ia akhirnya menyerah. Eo Yong Mi meminta sang mantan suami mengambil alih hak asuh anak.
Apalagi sang suami hidup berkecukupan. Ada rumah milik sendiri di lingkungan yang baik, ada penghasilan tetap yang dapat mencukupi kebutuhan anak-anak. Eo Yong Mi merasa anak-anaknya akan hidup normal bila tinggal bersama sang mantan suami, ayah anak-anaknya.
Namun, ternyata anak-anaknya sempat menolak untuk tinggal bersama ayah mereka. Anak-anak lebih memilih hidup secara prihatin bersama sang ibu, dibanding hidup berkecukupan bersama sang ayah.
Melalui drama ini saya merasa diingatkan, kalau tidak sangat terpaksa, jangan deh bercerai. Dampak kepada anak-anak sangat besar.
Secara tersirat, suami Eo Yong Mi juga sepertinya merasa menyesal bercerai dan menikah lagi. Untuk mengurangi rasa bersalah, si mantan suami sempat menawari Eo Yong Mi bantuan. Ia menawarkan rumah yang bisa ditempati Eo Yong Mi  dan anak-anak di lingkungan yang baik, ia juga menawarkan bantuan dana untuk biaya hidup.
Namun, Eo Yong Mi menolak. Ia hanya meminta sang suami mengasuh anak-anak mereka hingga hidupnya sedikit lebih baik.
Melakukan Beragam Cara
Awalnya, Eo Yong Mi hanya bisa pasrah hidup prihatin. Namun, semua berubah saat ia tidak sengaja mendengar informasi sepintas lalu terkait saham dari salah satu  pegawai sekuritas.