Akhir Juni 2022 lalu, saat jadwal pembagian rapor akhir tahun ajaran, marak beragam imbauan agar kita sebagai orang tua tidak menjadikan nilai rapor sebagai patokan keberhasilan si buah hati.
Mereka berpendapat, setiap anak memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda. Sehingga, tidak bisa "dipukul rata" dinilai berdasarkan nilai akademis yang dicantumkan di dalam rapor.
Sebagai orang tua, saya setuju dengan opini tersebut. Terlebih, berdasarkan buku  "Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences" yang ditulis Howard Gardner, seorang profesor dari Universitas Harvard, jenis kecerdasan manusia memang  berbeda-beda.
Ada sembilan jenis kecerdasan manusia, yaitu kecerdasan bahasa, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalistik, dan kecerdasan eksistensial.
Membantu Mengoptimalkan Kemampuan Anak
Namun meski jenis kecerdasan setiap orang berbeda, kita sebagai orang tua harus tetap membantu mengoptimalkan kemampuan si buah hati.
Saat anak kita kesulitan memahami suatu materi pelajaran, jangan buru-buru menyimpulkan kalau si buah hati tidak berbakat di bidang tersebut, tidak tertarik. Lantas, menyerah mengupayakan yang terbaik.
Bisa jadi ia hanya mentok, tidak mengerti sebagian materi pelajaran yang harus dipelajari.
Kita sebagai orang tua sebaiknya membantu mengamati apa yang menjadi kendala, setelah itu mencoba mencari solusi. Terlebih untuk anak-anak yang masih relatif kecil, masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).